Posts

Showing posts from 2017

Sendu Hujan Malam Bandung

Saat ini Bandung sedang gerimis. Menambah nuansa sendu malam ini yang terasa sejak sore tadi. Hari ini teman sekamar saya, Aji,  pulang untuk mengurus berkas-berkas yang harus dikumpulkan setelah diterimanya dia di sebuah BUMN. Pasalnya, hari ini mungkin menjadi pertemuan terakhir kami. Setelah ini, kami tak tahu kapan akan dapat bertemu kembali. Saya berencana pulang dua hari lagi sementara di hari yang sama Aji baru akan berangkat ke Bandung insyaAllah. Kami akan tlisipan lagi nanti haha.

Sekarang saya merasa kesepian. Bukan kesepian karena teman saya pulang. Bukaaan. Saya cuma kepikiran setelah ini, saya harus berjuang sendirian. Saya sendiri heran, padahal biasanya saya terbiasa sendirian, menyiapkan ini-itu sendiri, bertualang ke sana-sini sendirian. Tapi kali ini, menghadapi dunia baru ini, jujur saya masih takut.

Ketika ide untuk pulang muncul, perasaan saya biasa saja mengetahui fakta bahwa saya akan meninggalkan kota ini. Namun sekarang, saya baru merasakan beratnya. Kenangan-kenangan bermunculan mengingatkan saya bahwa kota ini sudah sangat baik kepada saya.


Bandung menerima saya menjadikannya tempat pertama yang saya tinggali setelah Kediri. Saya bersyukur Tuhan memilihkan Bandung sebagai tempat belajar yang baru bagi saya. Tempat saya belajar menjadi dewasa. Bandung memberikan banyak pengalaman dan ilmu untuk saya.

Bandung yang katanya tanah sunda malah menjadi tempat saya belajar salah satu budaya jawa. Bandung mempertemukan saya dengan banyak orang, membuat kenangan. Bandung mempertemukan saya dengan berbagai macam watak manusia. Bandung yang menyadarkan saya bahwa saya terlalu polos dan bodoh.

Bandung juga menjadi saksi jatuh-bangun saya selama 5 tahun ke belakang. Bandung mengajari saya tentang kerja keras. Bandung menjadi tempat baru yang menyadarkan saya bahwa saya masih bodoh, masih cupu. Bandung pula saksi keruntuhan semangat saya di akhir-akhir masa kuliah saya yang sampai sekarang pun saya mencoba untuk overcome efeknya.

Bandung telah menjadi tempat dimana saya menjadi jauh lebih akrab dengan orang tua saya. Saya suka itu.

Bandung yang romantis mempertemukan saya dengan orang yang saya suka dan sangat kebetulan dia mempunyai tanggal lahir seperti yang saya imajinasikan sejak masa bocah. Bandung pula tempat kisah itu berlangsung, bertumbuh, dan bikin ngarep wkwk. Tapi sekaligus mengajari untuk sadar diri wkwk.

Dan sebentar lagi saya akan meninggalkan Bandung. Entah akan kembali lagi untuk menetap kembali atau tidak. Bandung, terima kasih.

Taare Zameen Par

sumber : taarezameenpar.com

Title: Taare Zameen Par
Country : India
Year: 2007
Produced and Directed by: Aamir Khan

Barusan saya nonton lagi film Taare Zameen Par. Film ini berkisah tentang seorang anak SD yang mengalami dyslexia: bagaimana tingkah lakunya, kesulitan yang dialami, perlakuan keluarganya, dan bagaimana dia dapat meng-overcome kekurangannya tersebut. Dyslexia, berdasar pada apa yang saya tangkap dari film ini, merupakan sebuah 'penyakit' (sebenarnya inggrisnya disorder) dimana penderitanya tak dapat me-recognize huruf sehingga dia kesulitan membaca dan menulis. Tidak hanya itu, penderitanya juga bisa saja kesulitan untuk memproses dan mengkoordinasikan beberapa hal sekaligus, misal dia akan bingung dengan instruksi yang panjang, atau dia akan kesulitan mengkoordinasikan arah, kecepatan dan ketepatan saat bermain sepak bola.

Btw film ini keluar pada tahun 2007 dan ini bukan kali pertama saya menonton film ini. Pertama kali nonton, saya dibuat nangis sejadi-jadinya karena melihat tokoh utamanya, membuat saya ingat adik saya. Bukan karena adik saya menderita dyslexia, hanya terharu lebih dalam ketika membayangkan jika adik saya mengalami tekanan seperti itu meskipun dia tidak mempunyai dyslexia. Tekanan yang dialami oleh tokoh utama bukan hanya ekstrim terjadi pada penyandang disorder ini, semua orang punya kemungkinan mendapat pressure macam itu.

Setelah sekian kali menonton, kali ini saya menyadari bahwa film ini sangat bagus, lebih bagus dari ketika saya nonton sebelumnya. Lho kok bisa? Baru kali ini saya menyadari bahwa film ini menyajikan ilmu tentang parenting, tentang psikologi, dan tingkah laku anak.

Setelah belakangan ini saya membaca beberapa bacaan tentang pendidikan, saya kali ini menyadari sosok guru ideal digambarkan di film ini. Seorang guru yang dedikasinya tinggi. Seorang guru yang ikhlas. Seorang guru yang menjalankan tugasnya karena kebutuhan muridnya, karena dia ingin yang terbaik bagi muridnya. Guru yang seperti ini di dunia nyata, saya yakin banyak. Memang saya akui, sebuah kepuasan tersendiri ketika berhasil membantu orang yang kita coach, kita didik, kita bina, dapat meng-overcome masalahnya dan meraih prestasi yang baik.

Saya juga menemukan bagaimana film ini berusaha menyadarkan bahwa pendidikan dengan kekerasan fisik bukanlah hal yang baik. Bahwa guru perlu mengenal muridnya lebih dalam, mendekatinya, dan mengertinya sehingga kasih sayang ada diantara mereka dan penyelesaian masalah murid dapat dilakukan tanpa kekerasan. Mungkin di Indonesia, sudah jarang ditemui metode pendisiplinan anak dengan kekerasan fisik tapi itu mungkin di daerah yang sudah dikembangkan seperti di Pulau Jawa. Coba deh baca buku Indonesia Mengajar, akan ditemui kisah-kisah dari daerah di pelosok Indonesia yang ternyata di sana masih menerapkan metode kekerasan fisik untuk mendisiplinkan anak.

Home visit yang beberapa hari yang lalu saya baca merupakan metode yang baik untuk mengenal murid lebih dalam danmembuat lebih mengena bagaimana orang tua mengetahui kondisi anaknya, terutama di sekolah, pun dilakukan di film ini.

Yang tak kalah penting adalah usaha menyadarkan pemirsa bahwa setiap anak itu unik dan istimewa. Berusaha membantah pandangan sempit "anak yang pintar adalah yang jago eksakta." Rasanya saya jadi ingin mempertontonkan film ini kepada orang-orang di desa saya.

Film ini juga memberikan gambaran sedikit bagian dari metode penangangan masalah dyslexia.

Pesan-pesan implisitnya bagus banget deh ditambah lagi pemeran utamanya, si Ishaan, ganteng eh manis. Ditambah lagi, animasi di film ini unyu dan bagus. Begitulah komentar panjang saya setelah barusan nonton film ini. Selain kepada orang-orang di desa, saya juga pengen keluarga saya nonton film ini. Saya juga jadi pengen suami saya nanti manggil anak kami "Champ" di saat-saat tertentu.

Wisuda

Halo, Dunia! Perkenalkan, saya Dewi Nala Husna, sudah resmi lulus dari tempat kuliah yang berarti juga resmi menjadi masyarakat sipil (masih) pengangguran saat menulis ini. Waktunya memperbarui laman 'about'.


Yak delapan hari yang lalu saya menjalani sidang terbuka yang kedua. Rasanya biasa saja. Mungkin karena saya sudah terlalu 'tua' sehingga euforianya tak seperti euforia orang lain (dalam imaji saya).

Wis uda(h)
Ehm saya mau nyinyir eh mengungkapkan pendapat saja. Saya menemui beberapa orang yang me-mleset-kan 'wisuda' menjadi 'wis uda(h)'. Jujur, saya agak berat mengikuti hal tersebut. Lebih suka menyebutnya dengan sewajarnya saja. Saya melihat ungkapan baru itu seperti keputusan untuk berhenti sekaligus menyiratkan beratnya hal yang telah dilalui dan ingin membuang jauh-jauh semua itu. In my mind, it's like, "Akhirnya gue terlepas dari ini semua. Akhirnyaa penderitaan gue berakhir ... Udah deh. Gue ga mau mengulangnya lagi. Kapok." Parahnya lagi, saya menafsirkannya dengan niat berhenti belajar.

Menurut saya, apapun yang sudah terlewati adalah bukan hal yang sia-sia. Tuhan sudah capek-capek (Tuhan ga pernah capek sih) men-set-nya untuk meningkatkan level kita. Lagian paling ntar juga kangen semua itu. Plus, berakhir masa studi di satu lembaga bukan berarti berhenti belajar, bukan berarti ujian cuma di sana saja, malah sebenarnya kita dibawa ke tempat lain yang lebih menantang. Jadi kalau beneran 'wis uda(h)' itu berarti "penderitaan gue berakhir" sepertinya itu salah besar karena tantangan selanjutnya lebih menantang seiring dengan meningkatnya level kita.

Hahaaa cuma pendapat saya, pikiran yang nongol menanggapi istilah baru itu. Saya yakin kok orang-orang yang menggunakan istilah itu ya cuma iseng-iseng. Saya saja yang memaknainya terlalu dalam wkwk.

Anti mainstream
Sebenarnya saya merasa banyak bagian dari hidup saya ga sesuai dengan arus sekitar saya sehingga saya sering banget bilang "hidup saya anti mainstream amat sih -___-" Nah wisuda saya ternyata tak luput dari gremengan ini.

Pertama, tentu saja waktu wisuda saya yang telat setahun dari teman-teman seangkatan  pada umumnya.

Agak ke belakang sedikit, buat mencapai kelulusan TA, jalan saya juga agak berbeda dari yang lain. Bahkan berbeda dari teman satu tim.

Ketiga, biasanya wisuda di kampus saya diadakan pada hari Sabtu. Kalau membludak paling ngepol Jumat lah yang pernah terjadi sebelum ini. Di periode ini, saya dapat wisuda hari Kamis.

Empat, umumnya wisudaan di kampus saya diiringi dengan arak-arakan wisudawan oleh himpunan masing-masing. Nah kali ini, himpunan saya karena suatu hal, tak bisa mengadakan arakan. Jujur ya, hampa rasanya. Udah wisudawan himpunan cuma sebelas biji, wisuda hari kamis, ga ada arakan lagi. Sebenarnya apa yang salah dengan hari kamis? Itu weekdays, sebagian ortu bekerja (buat saya ga ngaruh sih), dan ada kuliah. Akhirnya, hari itu relatif lebih sepi daripada hari sabtu yang ortu ga kerja, semua mahasiswa free dari kuliah dan bisa nongol ke tempat wisuda. Ini juga berpengaruh pada kinerja LO.

Wisudawan yang datang syukwis himpunan pun cuma 3/11: saya, Ikhlashul, dan Mamang Gojek

Lima, ketidakjelasan kedatangan keluarga. Orang tua yang tak bisa datang wisuda bukan hal yang anti mainstream menurut saya. I think, there would be many people whose parents couldn't come. Wisuda saya direncanakan untuk didatangi Mbak dan Om. Semuanya sudah saya persiapkan jauh-jauh hari untuk hari Sabtu. Jadwal hari kamis yang tetiba nongol tentulah mengubah segalanya. Karena keterbatasan, ada wacana mereka tak jadi datang. Saya dirundung kesedihan, kegalauan, atau mungkin sebenarnya iri melihat orang lain keluarganya bela-belain datang, sampai ada yang beli tiket wisuda dengan harga muahal (bagi saya) demi melihat upacara sekali seumur hidup itu, sementara saya? hahaaa tapi H-2 akhirnya mereka memutuskan membeli tiket kereta baru demi Om dapat menyaksikan upacara wisuda saya -- Mbak tak bisa masuk karena bawa balita. Akhirnya saya bahagia ada mereka


Enam, Nominasi Best Female Graduates
Pada tanggal 03 Oktober 2017 sore, saya dibangunkan oleh telepon dari Bapak Kaprodi. Kaget dong. Beliau menawari saya untuk dinominasikan menjadi best female graduates yang merupakan event dari Ericsson. Saya hanya perlu mengumpulkan esai berbahasa inggris tentang suatu tema. Saya terima tawaran tersebut. Kapan lagi saya bisa kecemplung di beginian.

Sungguh itu adalah sebuah keberntungan. Saya bisa kecemplung di sana karena saya adalah satu-satunya wisudawati dari jurusan saya. Kalau ada wisudawati lain, mungkin saja saya tak dipilih.

Ga menang sih. Pemenangnya anak S2 kalau ga salah. Tapi berkat event ini saya jadi riset, jadi belajar tantangan apa saja yang akan saya hadapi nanti jika saya menelusuri jalur yang sama dengan yang saya titi di kampus.

Saya sempat berkecil hati karena dua teman saya yang datang syukwis himpunan itu maju ke depan saat syukwis STEI karena cum laude. Saya kan engga. Dan rasanya senang sekali, berkat event ini, ada giliran saya dipanggil ke depan saat syukwis STEI. Ditambah salaman dengan perwakilan dari Ericsson dan kaprodi (?) pemenangnya (pemenangnya ga datang jadi diwakilkan ke kaprodi).

Terakhir, yang datang ke syukuran wisuda fakultas saya bukanlah ortu, mbak, ataupun om saya tapi malah ibu kos lama saya, Teh Ros saya memanggilnya.

Sebenarnya itu saja sih cerita wisuda anti mainstreamnya.

Anyway, saat syukuran wisuda STEI, saya menyadari, orang tua akan begitu bahagia dapat mendatangi acara semacam itu untuk anaknya, bagaimanapun hasil belajar anaknya. Sekedar melihat bagaimana sosok tempat yang dititipinya anaknya selama ini saja sudah bahagia apalagi melihat anaknya mendapatkan hasil yang baik dan diapresiasi di kala itu. Malam itu, saya berandai-andai. Andai saja bapak saya datang, andai saja bapak yang duduk di samping saya, bukan Teh Ros.

Daaan terima kasih untuk semua teman yang menyempatkan waktu untuk membahagiakan saya, merayakan kelulusan saya. Terima kasih untuk masih mengingat saya. Saya bersyukur atas wisuda ini. Saya bersyukur masih bisa wisuda bareng sebagian kecil teman seangkatan kuliah. Saya bersyukur dapat 'wisuda bareng' beberapa teman sekolah dulu : teman SD dan MTs. Semuanya membuat saya merasa boku wa hitori janai (bodo amat ini kalimatnya bener atau engga).

Interview Lucu

Hari ini ada interview online 'operan'. Seperti layaknya interview pekerjaan pada umumnya, saya ditanya tentang rencana nikah. Kebetulan ini yang menginterview cowo semua dan mungkin bujang.

Sambil ketawa-tawa, ya ketawa sopan sih, "kalau rencana nikah? Udah ada atau belum?"
"Belum."
Ketawa lagi.
" Ini bukan apa-apa lhoo. Ini buat memastikan kira-kira kamu bisa kerjanya berapa lama."
Dalam hati, "Saya ga dikasih tahu juga ngerti kali, Mas. Dimana-mana juga gitu."
*Begitulah percakapannya seingat saya*

Emang muka saya se-polos-bego apa sih Sampe interviewer aja harus menjelaskan hal macam tu? Wkwkwk

Tapi sejujurnya, jauh lebih kocak behind the scene saya. Gyahahahaaa

Hidup Orang

Salah seorang teman saya melihat hidup saya lebih bahagia daripada miliknya karena saya orang yang bebas, katanya. Dia menginginkannya. Padahal saya melihat hidupnya lebih bahagia daripada hidup saya karena saya lihat dia sudah menemukan apa yang dia suka, apa yang dia mau, dan tempatnya tumbuh dan berkembang. Saya menginginkan itu.

Hidup, bagaimanapun ternyata sama saja. Rumput tetangga tampak lebih hijau dibandingkan milik sendiri. Padahal bisa jadi hal yang sama terjadi pada tetangganya.

Kenapa Menulis?

Pernah suatu hari salah satu teman saya bertanya, "kenapa sih kamu menulis?" Hmm sebenarnya kadang saya mikir sih, kenapa saya masih saja mau nulis di blog yang mungkin ga ada yang baca selain saya sendiri.

Well, jawaban saya, mungkin karena saya terbiasa menulis diari. Saya terbiasa mencurahkan hampir segala yang saya alami dan rasakan dalam bentuk tulisan. Ini berlangsung sejak SD. Lalu kenapa harus dipost di blog? Jujur saja, saya pikir itu karena kebutuhan diri untuk bercerita, juga keinginan untuk berbagi karena terkadang merasa apa yang dialami dapat dijadikan pelajaran bagi orang lain atau paling tidak bagi diri sendiri ketika suatu hari kembali mengunjungi tulisan-tulisan lama. Namun di sisi lain tak ingin tulisan ga penting dibaca banyak orang seperti jika ditulis di media sosial seperti facebook. Kalau dirasa pantas untuk dibagi buat orang banyak, baru dishare di platform lain. Hahaa tapi belum pernah dishare selain di google+ sih wkwk.

Alasan kedua, saya adalah orang yang gampang lupa. Banyak hal-hal yang saya sudah lupa sementara teman-teman saya masih ingat. Oleh karena itu, menulis adalah salah satu cara saya mendokumentasikan apa yang saya alami, kan katanya "ikatlah ilmu dengan menulisnya", juga agar dapat menjadi pengingat ketika saya mengunjunginya kembali.

Modernisasi Uang

Halo! Entah sudah sejak kapan saya mulai memikirkan tentang modernisasi uang. Sekarang adalah saat dimana dunia sedikit demi sedikit mengurangi bentuk uang fisik, mengubahnya menjadi bentuk angka saja.

Mungkin semua ini berawal dari zaman sebelum teknologi Internet Of Things menjadi trend of the day. Dulu, uang nonfisik yang saya tahu hanyalah pulsa telepon. Kita membeli voucher di counter-counter terdekat untuk meningkatkan nilai pulsa yang tertera di layar hp kita. Hal yang sebenarnya dilakukan ternyata (dalam imajinasi saya) adalah kita semacam memberikan uang sewa kepada penyedia jasa telepon, menyewa jasanya selama beberapa waktu. Ya sebenarnya kita menyewa tenaga dan teknologi mereka. Namun yang terasa oleh penggunanya adalah layaknya membeli beras yang sedikit demi sedikit digunakan dan suatu hari akan habis dan perlu membeli lagi.

Nah, zaman sekarang, uang nonfisik itu bertebaran di mana-mana. Ada yang dalam bentuk kartu seperti kartu transportasi. Namun di Indonesia, setau saya sih untuk membayar transportasi umum di Jakarta,ada alternatif digunakannya kartu khusus yang dikeluarkan oleh bank. Kartunya juga dapat digunakan untuk membayar tol dan belanja di outlet-outlet tertentu seperti Indomaret. Hal ini bikin saya mikir, kenapa ga dibikin simpel dengan menggunakan atm langsung ya -_- Selain bentuk kartu, juga dalam bentuk saldo DI BERBAGAI TEMPAT, seperti online shops, Paypal (Paypal tuh apa ya?), online transport hailing, dan lain-lain. Tetap saja saya berpikir, kenapa ga dibikin simpel langsung dipotong dari rekening bank.

Saya membayangkan kedua bentuk uang nonfisik yang bertebaran ini cukup mengganggu. Bayangkan kita punya banyak kartu di dompet: kartu buat transport, kartu buat belanja ini-itu, kartu buat bayar tol. Dan terpikir, kenapa ga dibikin jelas satu kartu gitu lho. Misal kartu transportasi. Yaudah, orang Indonesia pakainya jenis kartu itu aja buat transportasi. Kayak yang di Singapura gitu. Saya sampai di pemikiran, mungkin kalau dilakukan begitu, bakal ada monopoli sementara Indonesia ga menganut sistem itu.

Trus uang kita bertebaran di berbagai tempat, di saldo olshop ini, olshop itu, pemberi jasa ini, dan itu. Memang sih setahu saya bisa ditarik atau dimasukkan kembali ke rekening, tapi saya tebak, akan ada minimum amount yang dapat ditarik atau ditransfer, atau paling tidak, kita jadi malas misal saldo di sana tinggal sedikit, misal 1234 rupiah.

Sebenernya rekening bank juga mungkin ada saldo yang ga dikasih saat menutup rekening(iya ga sih?), masa iya 123rupiah nanti juga dikasih? Tapi paling juga sedikit sih orang menutup rekening bank, soalnya banyak yang perlu.

Setelah saya berpikir lebih lanjut, kenapa sih mereka memberikan fasilitas uang nonfisik ini? Jawaban yang saya temukan adalah lebih mudahnya dapet 'investasi' dari pengguna. Gini. Misal bentuknya kartu transport-tol-belanja nih (macem Flash BCA dan teman-temannya), kemungkinan besar akan ada uang sisa yang ga bisa digunakan, misal 1000 rupiah. Nah, kebanyakan kartu ini kan kemungkinan penggunanya orang Jakarta. Tahun 2015, penduduk jakarta 10,2 juta. Berdasarkan penglihatan kasar di sumber ini, usia produktif (yang mungkin pakai kan kebanyakan usia produktif) sekitar 5 juta. Jika seperempatnya (seperempat dari mana, saya ga tahu, asal saja. ga ada survey sih) pakai kartu beginian, total 1000rupiah x 1.25juta = 1.25 miliar. Uang yang mungkin cukup untuk perusahaan beli jajan.

Nah kalau olshop lebih besar lagi coy. Pengguna Tokopedia kata tempo, sekitar 12 juta. Jika diambil contoh sama, 25% konsumennya punya sisa saldo tokopedia rata-rata 1000rupiah, maka total uang numpuk di sana ya 3 miliar. buanyak. Apalagi kalau konsumen males gamau mengirim itu ke rekening sendiri, atau memang mungkin ga bisa karena ga nyampe minimum amount, maka uang sebanyak itu diberikan kepada perusahaan bukan?

Tapi setelah searching lagi (beneran ini nulis ga persiapan banget, risetnya baru pas nulis), saldo olshop ini berguna buat penjual. Biar perusahaan ga ribet ngirim satu per satu uang transaksi ke rekening penjual. Kalau ini saya setuju sih. Saya juga ga mau ribet.

Ya jadi begitulah hasil pemikiran tentang modernisasi uang.

Sebenarnya ada hal lebih lanjut sih. Jika suatu saat hampir semua transaksi dilakukan dengan uang nonfisik, berarti bentuk uang berubah menjadi data-data angka yang tersimpan di cloud sana? Kita hanya punya angka? Barang-barang yang dijual itu ditukar dengan perubahan data di cloud sana yang hanya butuh sebuah perintah oleh komputer? yang bisa saja na'udzubillah dimanipulasi oleh penjahat-penjahat pintar? Ga tau sih ya. Mungkin perlu baca-baca gimana kata orang-orang ekonomi yang lebih ngerti.

Lagu Bagus

Hahaha ini post ga penting banget sih. Saya nemu lagu yang terdengar enak di kuping saya. Lagunya semangat banget. Setelah cari translation-nya, lagunya menggambarkan kehidupan sehari-hari sih haha. Kalau saya lihat, lagu ini juga memberikan contoh bagaimana meng-encourage diri sendiri biar selalu semangat. Yo! Ganbare watashi! Ganbare kyou mo









Busy


People are eagerly doing their responsibilities while I am just doing unnecessary things, hardly dragging myself to finish mine.

Ya omae! Finish this first!


どうして きみ を すき に なって しまったんだろう?
-- sung by 동방신기 *when they were 5*-- 

Teman

Barusan saya menghabiskan waktu dengan seorang teman seperjuangan, Astuti namanya. Saya bilang seperjuangan karena kami pernah berjuang di beberapa institusi yang sama. She wasn't my close friend, yet she is, I think.

Punya teman itu sangat menyenangkan, apalagi teman seperjuangan atau teman dekat. Mereka bisa menjadi tempat berdiskusi, saling memberi, berbagi, dan menguatkan. Orang yang berperan banyak menyisipkan memori tak terlupakan.

Dalam definisi saya, teman dekat adalah teman yang saya dapat dengan senang hati mencurahkan hampir segala cerita dan isi hati saya. Benar-benar hampir segala yang saya alami. Kalau teman seperjuangan, ya teman yang mengalami hal yang sama jadi bisa berbagi tentang hal tersebut.

Saya sangat bahagia, malam ini bisa bertukar cerita dan pikiran dengan Astuti. Mulai dari keluh kesah, pemikiran-pemikiran yang muncul hingga hal-hal konyol. Karena kami pernah mengalami hidup di institusi yang sama, kami pun banyak menguak cerita-cerita masa lalu yang terjadi pada kami. Seru sekali. Membuat kami banyak menertawakan betapa konyolnya kami dahulu. Merefresh sejenak pikiran dari ketegangan memikirkan masa kini dan masa depan.

Btw ternyata ga cuma saya yang mikir bahwa masa paling indah adalah masa MTs. Astuti juga berpikir begitu. Kalau saya sih, masa MTs itu paling indah karena saya punya geng, dan saya ngerasain kekonyolan asmara abg. Di SMA, saya ga bisa bilang punya geng, dan juga saya ga ngrasain yang namanya demen sama cowo. Lagian, saya bisa bilang, saya sekolah di SMA yang tidak saya inginkan. Ga bisa bilang itu karena kemampuan saya (karena saya belum mencoba) tapi karena alasan lain. Padahal banyak orang bilang masa paling indah adalah masa SMA. For me, NO! MTs is the best! 

Saya jadi pengen ngiming-ngiming, membujuk-bujuk adik saya biar nanti lanjut sekolah di MTs tempat saya sama mbak saya sekolah dulu. Hahaha

Terima kasih kepada :
+ Hidayah, Hasna, Rahma, Jazilah, dan Agustian atas segala kisah, terutama selama dua tahun kita satu kelas ;
+ Teman-teman satu kelas 7H sampai 8H  yang menambah warna kisah kami. Tapi sejujurnya yang paling kerasa itu pengaruh Wartet Kwek-Kwek : Sadewo, Nasarullah, Dhiya' Udin, dan Ali, dengan segala kekocakannya;
+ Dia (yang namanya tidak saya sebut di sini -- malu coy) yang menjadi tokoh utama kisah romansa abg alay saya wkwk.
+ Dan tentu tak lupa angkot yang kami sebut len (huruf e nya dibaca kayak bilang huruf "n"), berperan serta membantu kisah romansa abg saya wkwk;

Kalian terbaik! Terima kasih telah membuat masa MTs saya begitu berkesan.

Maaf sekali teman-teman kelas 9, masa paling berkesan bagi saya selama MTs memang saat kelas 8 karena sudah training hidup bersama teman-teman yang sama di kelas 7. Sementara di kelas 9 saya harus berpisah dengan teman satu geng dan beradaptasi ulang dengan teman-teman baru.

Namun, bukan berarti kalian terlupakan. Kenangan dengan kelas 9C mayoritas adalah kenangan belajar karena banyak ujian, try out dan fokus UAN. Saya masih ingat, menyetujui kalian mengunci pintu dari dalam kelas untuk guru (yang katanya) paling killer sehingga beliau ga bisa masuk buat ngajar mungkin adalah tindak "kriminal" pertama yang saya lakukan kepada guru secara terang-terangan.

Terima kasih semuanya. Kalian membantu saya bertumbuh hingga seperti saya yang saat ini. Kalian membuat masa MTs saya benar-benar seru dan berkesan.

(Emperan) Bioskop Pertama

Ternyata sudah tiga tahun yang lalu
Pertama kali ke (emperan) bioskop denganmu
Duduk bersanding berdua denganmu
Seperti anak hilang
Menunggu hujan
Aku bahagia ada hujan sore itu
Membuat kunjungan (emperan) bioskop pertamaku jadi denganmu.

Bagaimana kabarmu?

Renungan

Jika saja kamu dilahirkan dan dibesarkan tidak dalam keluarga muslim, apakah kamu akan dapat menerima Islam sebagai keyakinan yang kamu anut atau malah kamu akan menolaknya mentah-mentah?

Sungguh, dibesarkan oleh keluarga muslim adalah karunia yang luar biasa bagi kamu, Nal! Jadi, berbaktilah pada orang tuamu yang telah membimbingmu untuk belajar tentang agama Islam.

Cerita Saja (19)

Kali ini merupakan kepulangan ke rumah yang paling lama, mengabaikan dua hari yang saya sempatkan untuk menikmati Bandung. Sejak Hari Raya Idul Fitri hingga sebentar lagi sudah Hari Raya Idul Adha, sudah sekitar dua bulan saya di rumah. Banyak hal terjadi pada "kepala" saya. Dari yang dulu sampai di rumah dengan stress karena tekanan pertanyaan dan ekspektasi orang-orang, hingga sekarang yang begini-begini saja.

Suatu hal urusan orang dewasa
Pada pos yang lalu-lalu, saya pernah menyinggung bahwa ada suatu hal urusan orang dewasa terjadi pada saya. Jujur, peristiwa ini membuat saya banyak berpikir dan, saya akui, membuat saya menjadi sedikit lebih dewasa, I guess.

Saya yang selama ini cuek-cuek saja tentang urusan nikah jadi mulai mikir wkwk. Berkat ini, saya jadi mikirin orang seperti apa yang saya inginkan untuk nanti menemani; membantu saya menentukan apa yang sebenarnya saya ingin lakukan karena waktu itu log-pose saya kacau; mentrigger saya untuk berkaca dari pengalaman orang yang sudah mengalami dan memikirkan akan bagaimana saya ingin mengurus keluarga saya nantinya; dan tentunya beberapa hal tentang masa depan yang sebenernya dipikir sampai sekarang pun saya belum nemu titik pemecahannya.

Urip kuwi wis diatur. Aja kakehan ndlangak!
Dulu, saat pertama saya sampai di kampung, log-pose memang belum jelas. Setelah jelas saya pengen kerja, sudah tertarik untuk apply-apply ke loker-loker -- beberapa sudah di-apply sih -- masalah kesehatan orang tua malah datang.

Pekewuh.  Satu sifat saya yang saya sadari dari kejadian ini : reaktif dan melebih-lebihkan perkiraan. Karena masalah ini, saya kurang mendapat restu untuk kerja di luar kota ini. "Kerja di sini aja, sedapet-dapetnya," begitu katanya. Saya diminta untuk membantu di rumah : momong -- sementara mbak saya ngajar; cuci baju, bersih-bersih, mengerjakan yang berat bagi ibu. Sementara hati masih ingin melanglang buana, melihat hidup di luar sana, mencari ilmu dan pengalaman, menantang hidup. Sementara dari sisi yang lain, sudah diperlihatkan kepada saya seberapa besar "tanggungan" saya, yang "mengharuskan" saya bekerja. Sebuah kondisi yang kontradiktif.

Saya sampai merutuk dalam hati, "why me? kenapa harus saya yang dikorbankan? kenapa ga mbak saya saja yang berhenti ngajar. Toh dia sudah ada yang menanggung. Why?" dst dst.

Ditambah lagi, selama saya menghabiskan waktu di rumah, ada beberapa hal yang saya korbankan : panitia AOTULE Summer program, datang ke tunangan teman sebangku, datang ke wisudaan teman pojok kanan bawah, buddy for int'l student orientaion, sebuah wawancara kerja, dan tentunya kesenangan hidup sendiri di rantau -- ya ada banyak hal positif dari hidup sendiri di rantau kan, bukan literally seneng-seneng doang.

Saat itu, dalam pikiran saya, saya harus bekerja seterusnya di sini hingga akhir nanti karena nanti harus membantu orang tua, mengurusi sekolah adik, dan membantu mengurus keponakan. Saya ngambek. Ngambek pada keadaan, mungkin pada Tuhan. Hingga akhirnya saya sampai pada pemikiran, "Sebenarnya hidup ini untuk apa? Apakah Tuhan mengharuskan kamu melakukan hal yang menurutmu keren? Tidak ada yang salah kan dengan bekerja di sini selain tidak sesuai dengan ego dan gengsimu?"

Setelah saya pikir dengan lebih tenang, "Hey, Nal! kamu bisa melakukan yang kamu mau setelah ibu sehat atau keponakan sekolah, kan?" Jadi, begitulah, saya kemarin sangat reaktif dan drama banget sampek mikir ini akan menjadi hal yang sangat buruk.

Godaan tak hanya di situ. Kemonotonan kegiatan di rumah membuat saya terlalu sering membuka media sosial, melihat berbagai kegiatan yang dilakukan teman-teman. Si ini yang sering begini terlihat beruntung sekali menemukan jalannya sesuai yang diinginkan (setahu saya). Si itu bentar lagi mau kuliah ke luar negeri. Si Abal udah kerja di sana. Si Anu jalan-jalan melulu. Si Ampar sudah melakukan kegiatan sosial ini. Si Ampir sudah kuliah di sana. dst dst. Sementara saya, di sini, berurusan dengan balita dan popoknya, berurusan dengan cucian baju, cucian piring, rumah yang harus dibersihkan dan kegiatan rumahan lainnya. Jujur yang sejujur-jujurnya, semua itu membuat saya iri. Saya jadi sering menasehati diri sendiri, "Hidup mereka sudah diatur. Demikian juga hidupmu, sudah diatur dari sononya. Yakin deh, di balik ini pasti ada hikmahnya. Pasti ada cerita bagusnya. Sudah-sudah." Dan akhirnya saya menguninstall dua sosial media : satu yang memancing iri, satu lagi yang bikin saya pusing pengen gonta-ganti profpict.

Dan beginilah, saya sudah berdamai dengan keadaan. Saya sadar keluarga saya membutuhkan saya, saat ini, di sini, bukan di tempat lain dengan kegiatan yang lain yang berpenghasilan sekalipun. Saya menganggap ini menganggur sementara, toh belum wisuda, jadi dinikmati saja waktu saat ini. Saya juga jadi kepikiran mungkin ini salah satu latihan buat nanti, karena saya minta pada Tuhan agar ketika saya punya anak nanti, saya diberikan pekerjaan yang dapat saya kerjakan dari/di rumah. Hal buruknya, saya jadi malas lihat-lihat loker di career center.

Pengen jadi penulis
Pemikiran-pemikiran yang terjadi, mebuat saya semakin ingin menjadi penulis. Saya ingin suatu saat saya bisa menjadi penulis buku. Bukunya diterbitkan, dibaca dan disukai orang banyak. Ada juga keinginan untuk menjadi penulis konten media massa cetak, saya ingin tulisan saya dimuat di media massa. Selain alasan idealis : ingin mengubah peradaban menjadi lebih baik melalui tulisan, salah satu alasan lainnya adalah menjadi penulis waktu kerjanya fleksibel sehingga nanti kalau sudah punya anak bisa disambi hehehe. Masalahnya adalah saya tak tahu bagaimana memulainya, apalagi tulisan saya masih berantakan begini bahasanya.

Sekian dari saya. Terima kasih dan sampai jumpa.

Teruntuk Hati

Teruntuk hati yang terlalu mudah terserang iri,
Setiap orang sudah punya porsinya masing-masing,
Sudah diberikan jalan hidup masing-masing,
Sudah ditulis hidupnya sejak zaman azali

Teruntuk hati yang masih sering kalah dengan rasa takut,
Apa yang kautakutkan?
Semuanya akan terasa menakutkan selama kamu belum melakukannya
Bermimpilah
Tuhan memeluk mimpi-mimpimu
Apapun hasilnya, sudah ditulis sejak zaman azali

Teruntuk hati yang reaktif menanggapi akal,
Sudahkah kamu meminta akalmu bersabar sedikt untuk memikirkannya dengan tenang?
Pikirkan baik-baik!
Terkadang keadaan sebenarnya tak seburuk yang kaubayangkan dengan pikiran sesak

Teruntuk hati yang mudah putus asa,
Sudahkah kau curhat kepada Yang Maha Mendengar?
Renungi hidupmu, refleksikan diri

Dirgahayu!

Teruntuk negeriku, selamat ulang tahun yang ke-72! Semoga kau dijadikan semakin tangguh dan berjaya oleh Tuhan Yang Maha Esa. Aku memohon maaf karena aku belum memberikan apa-apa, masih banyak berkutat dengan diri sendiri. Semoga ke depannya semakin banyak manusia-manusiamu yang berbaik hati berbakti padamu. Termasuk aku, semoga selanjutnya aku dapat turut berkontribusi menjadikanmu lebih baik.

Nasionalisme memang timbul-tenggelam. Siapapun itu, saya yakin pasti semua orang mengalaminya. Salah satu momen dimana nasionalisme orang Indonesia naik secara serempak adalah hari kemerdekaan. Banyak kemeriahan terjadi di bulan Agustus : upacara kemerdekaan, segala jenis lomba untuk segala jenis tingkat pendidikan, pemasangan umbul-umbul dan bendera di setiap depan rumah, panjat pinang, pengajian, berbagai tontonan tradisional maupun klasik yang tak lekang dimakan waktu. Saya suka bulan Agustus. Umbul-umbul dan bendera sepanjang jalannya membuat saya merasa disambut. Lagu-lagu nasional yang banyak diputar membuat saya secara tiba-tiba mengingat cinta kepada negeri.

Lain halnya ketika hidup di luar negeri. Entah kenapa, yang saya rasakan, saya mendadak menjadi begitu cinta dan rindu Indonesia ketika saya kemarin sempat tinggal di luar negeri selama beberapa bulan. Kebanggaan dan syukur atas Indonesia muncul dalam kehidupan sehari-hari. Mendadak saya jadi sering baca berita. Jadi lebih serig memutar musik Indonesia secara random di aplikasi streaming musik. Saya jadi lebih sering menyadari bahwa banyak hal baik yang Indonesia punya : lokasinya yang membuat iklim terasa nyaman, tak super dingin, tak super panas; Keanekaragaman hayatinya banyak; Pulaunya banyak banget; Keanekaragamannya kaya banget. Kita kaya. Dan yang penting lagi, dengan kondisi geografis yang terpisah pulau-pulau dan kondisi sosial budaya yang beragam, kita bisa bersatu. Yea. Banyak hal dapat dibanggakan dari Indonesia regardless berbagai praktik yang menunjukkan kebobrokan di beberapa tempat. Kebobrokan dapat dimusnahkan dan diganti dengan yang baik.

Sebagai manusia doyan makan, salah satu hal yang paling membuat saya bersyukur adalah betapa Indonesia kaya akan makanan dan bahan-bahannya. Makanan di tempat saya numpang, rasanya tak sekaya rasa masakan Indonesia. Lihat saja di akun-akun instagram yang berhubungan dengan makanan, resep masakan Indonesia akan terlihat lebih ribet karena bumbunya banyak. Daun salam, daun jeruk, serai, kunyit, dan segala hal tetek bengek yang terlihat tak seberapa porsi pemberiannya ternyata memberikan kekayaan rasa yang bikin nagih. Beda banget deh sama masakan-masakan lain yang kebanyakan, yang saya lihat, cenderung instan bikinnya.

Perkara buah ternyata juga membuat saya bersyukur tinggal di Indonesia. Di Indonesia, saya dapat menemukan banyak jenis pisang : pisang kepok, pisang marlin (temen saya nyebut pisang unyil), pisang raja, pisang nangka, pisang susu, pisang maraseba, pisang kulit merah (ga tau namanya), dan masih ada beberapa jenis pisang yang saya sering makan tapi tak tahu namanya. Sementara selama di luar negeri, saya cuma nemu pisang yang dijual di supermarket, yang rasanya bagi saya kurang kaya : tak terlalu manis, tak ada sensasi masam seperti pada beberapa jenis pisang. Begitu pula dengan buah jeruk dan apel. Itu doang sih buah yang saya pernah beli di sana. Haha. Tapi seriusan, saya bersyukur banget perkara buah ini, terutama pisang karena saya suka pisang.

Lagi, Indonesia alamnya super bagus banget. Saat saya jalan-jalan di sana, yang sebenarnya hanya dua-tiga kota yang pernah saya datangi, saya sering banget membatin, "Ah, bagusan di Indonesia. Indonesia punya banyak yang lebih menarik." Hal yang paling menarik bagi saya selama di sana ya cherry blossom, itu yang ga bisa saya lihat di Indonesia kecuali imitasinya. Waktu itu, teman-teman dari Eropa sempat liburan ke Pulau Jeju. Saya pun tanya,

"Jeju gimana?"
"Surga. Itu pertama kalinya saya ke pantai selama hidup saya. Di negara kami ga ada pantai."

Bayangkan! seumur hidupnya, baru pertama kali dia ke pantai. Saya sangat bersyukur Indonesia punya banyak pantai yang super indah. Diam-diam, saya semakin pengen berkeliling Indonesia (ehm kalau sudah dipublikasikan gini namanya sudah bukan diam-diam sih).

Terima kasih, Allah, telah menjadikan Indonesia tempat yang penuh nikmat. Jadikanlah manusia-manusianya mencintai negerinya, merawat dan menjaganya, sehingga menjadi khalifah yang baik seperti yang dituturkan di Al-Qur'an.

Saya Pulang Lagi

Assalaamu'alaikum. Oraen mane!

I am on the train rite now keurigo I am gonna write about today's chaos and the prequel.

Sebenarnya saya baru sampai Bandung tiga hari yang lalu tapi hari ini saya pulang lagi ke kampung halaman. Rencana awalnya, saya ga akan balik hingga nanti wisuda. Saya mau menyelesaikan urusan-urusan kampus, dan tentunya melamar loker-loker. Sebenarnya melamar loker bisa dilakukan di rumah sih. Namun, saya adalah tipe orang yang kurang bisa melakukan pekerjaan seperti itu di rumah. Tiap liburan, rencana ingin belajar ini-itu, mengerjakan ini-itu, yang berhubungan dengan kuliah, pasti gagal. Di rumah, hampir tidak bisa membuka laptop, buka hp pun jadi lebih jarang. Banyak kegiatan dilakukan dengan berinteraksi langsung. Di rumah ya waktu buat sama keluarga. Mungkin itu yang tertanam di alam bawah sadar saya. Makanya, saya kemarin mikir mending saya cari kerja itu di Bandung biar fokus dan kalau ada panggilan pun mungkin akan lebih mudah, mengingat banyak loker yang menarik perhatian saya berlokasi kalau ga di Bandung, ya di Jakarta.

Saya juga sudah daftar buat jadi buddy for international student orientation. Sudah diterima. Harusnya kemarin jam 3 sore brifing dan hari ini hari pertama orientasi. Namun, sebuah kabar sampai ke saya. Ibu saya masuk rumah sakit. Saya ga tahu sih itu sakit parah atau engga. Bagi saya sakit yang sampai dibawa ke rumah sakit dan dioperasi itu ya serem regardless itu mengancam nyawa atau tidak. Saya diminta pulang, paling ga bantuin ngurusin rumah sama keponakan. Langsung saya batalkan kebersediaan jadi buddy, janji bantuin TA Zulfa, dan jalan-jalan sama Zulfa dan Cici. Urusan administrasi juga sebagian sudah diselesaikan. Sisanya tinggal minta bantuan teman seperjuangan, Mas Ikhlasul. Saya berencana pulang hari ini.

Kabar sudah menyebar ke beberapa oran. Eeeeeh sorenya dibilang, "ga usah pulang aja deh. Nanti kamu tetep geger balik lagi." Ya kalau ada yang perlu diurus ya balik kaleee. Tentu saja saya menolak! Hey! saya terlanjur membatalkan rencana jadi buddy yang saya pengen jadi kepanitiaan terakhir saya selama kuliah, sudah ngebut buru-buru ngurusin yang harus diurus, sudah nunda nonton ahjussi cakep si dokkebi, sudah mbatalin janji bantuin TA Zulfa -- kasihan dia, mbatalin acara seneng-seneng pula. Saya sudah mengorbankan itu semua dan dibilang ga usah pulang karena alasan sekonyol itu? Oh my God, sabarkanlah hati ini.

Nah akhirnya pagi ini saya jadi pulang. Naik kereta Lodaya yang saya kira saya pesan berangkat dari Stasiun Bandung. Setelah di check-in counter, saya baru sadar bahwa saya salah milih stasiun keberangkatan. Tiket itu dijadwalkan untuk berangkat dari Kiaracondong. Saat itu, waktu tinggal sekitar 30 menit. Daripada macet dan ada kemungkinan telat, saya pun mikir mending saya nglobby buat berangkat dari Stasiun Bandung. Toh cuma selisih satu stasiun. Atau kalau memang harus melalui pembatalan, gapapa bayar dikit, daripada harus menunda sampai sore ini kalau telat. Toh sebenarnya sama-sama membayar lagi kalau beli untuk sore ini.

Saya antri di loket keberangkatan langsung. Trus diminta mencoba ke penjaga boarding saja. "Sayang uangnya," kata mas petugas. Oleh penjaga boarding, saya diminta ke customer service, untuk mendapatkan bantuan lebih lanjut. Di CS, mbak CS mencoba menghubungi CS di stasiun Kiaracondong namun di sana belum ada orang. Akhirnya ....

"Mbak, coba bawa ini ke petugas boarding dan naik kereta dulu saja. Nanti saya mintakan bantuan ke teman di Kiaracondong untuk men-check-in-kan dari sana."

I passed the boarding part. Saya menuju tempat duduk dengan hati yang masih gelisah. Gimana kalau CS di Kiaracondong ga dateng-dateng trus ga sempet di-check-in-kan? Walaupun gelisah, I am amazed, banyak bule di kereta ini. Ngarep banget bisa duduk sebangku sama bule yang enak diajak ngobrol trus ngobrol banyak. Kan seneng. Haha

Beberapa menit kemudian, saya ditelpon Mbak CS. Dia akan menyusul saya. Kami bertemu.

"Mbak, ini tadi saya salah. Ternyata tadi tiketnya saya batalin. Ini saya kasih Mbak tiket baru tapi pindah tempat duduk ke sini."

Masih ragu, saya sms si Mbak CS, apakah saya perlu melakukan pembayaran terkait pembatalan ini atau tidak. Tidak, katanya. Bahagiaaaaaaa.

Tiket paling berkesan

Terima kasih PT KAI. Pelayanannya sangat baik sekali. Customer Servicenya baik sekali. Regardless today's experience, saya tetap bangga sama PT KAI karena banyak banget perbaikan dalam pelayanannya. Saya pengguna kereta api sejak tahun 2012, dimana tiket ekonomi kahuripan masih 38ribu, masih ada "pop mie, pop mie, kopi" dari luar stasiun bersliweran di dalam kereta; hingga sekarang yang sampek ada On Trip Cleaning, Check- in mandiri yang memudahkan pemesan onlen biar ga perlu ke CS buat nyetak tiket, hingga banyak pembangunan di stasiun-stasiun. Terima kasih KAI, kamu sangat berjasa mendukung perkuliahan saya selama ini.

Kok jadi kayak iklan yak -_-

Tanggal Bagus

Annyeonghaseyo!

Hari ini, 15 Juli 2017 adalah tanggal yang bagus, katanya. Buktinya hari ini ada dua event untuk orang yang dekat : teman sebangku saya (dulu) lamaran, dan adik saya 'diakui segera menuju masa remaja' dengan ritual khitan atau lebih populer dengan sunatan. Iye, dia disunat baru di saat kelas 6 ini. Ini ketuaan atau terlalu awal ya? wkwk

Kedua acara ini jatuh di tanggal yang sama dengan alasan 'hari yang pas. hari yang bagus'. Sayang sekali, karena bersamaan, saya tak bisa memenuhi undangan ke acara tunangan teman saya. Sejujurnya, saya ingin sekali datang tapi ya di rumah memang repot. I had to deal with my nephew while my mother was busy with 'kitchen business' and also with my father, she had to deal with guests; my brother ... yah you know, we can't let my nephew met him. Bahaya kan kalau si keponakan nakal dan 'anu'nya adik saya kena imbasnya; while my sister, the mother of keponakan, she had to attend a training for her job, can't leave it. 

So, teman sebangku, maafkeun saya dong! To be honest, I'm afraid you think that my reason to not attend was a lie. Believe me, it's true! *kagak bakal baca juga sih, Nal*

Tapi ya, setelah lihat dokumentasi acara teman sebangku, entah kenapa ada sedikit rasa bersyukur saya tak datang. Saya pikir acaranya bakal privat gitu kan, kirain saya dan sedikit teman SMA doang yang diundang, tapi sepertinya itu acara yang didatangi banyak orang eheheee. I think I would be a 'weird' one. You know, I can't dress well especially for that kind of event. Not yet!

Hajiman, teman sebangku, selamat! Selamat atas satu langkah lebih maju menuju sesuatu yang lebih serius! Semoga diberikan kelancaran hingga hari benerannya ya. Because I can't attend your engagement day, I said to my self, "You have to attend her wedding, Nal! Harus!"

----lagi muter playlist "haha". jadi inget si dia. eh -----

Pagi tadi, adik saya disunat. Kali ini, dia lebih mudah dibangunkan dibanding biasanya. Mungkin karena hari ini adalah hari yang penting dalam hidupnya. Eheheh. Lepas mandi pagi, dia sudah siap dengan OOTDnya : kemeja dan sarung. Ketika saya nyapu emperan rumah, dua orang yang akan melakukan 'ritual' itu datang. Konyol. Saya terpesona sama 'bapak dokter'. I don't know if he is a doctor or any-other-medical-job person, but he (and his colleague) was the one who dealt with my brother's thing. Dan dia ganteng! Cukup ganteng menurut saya wkwk. Apalagi kakinya panjang! Jarang-jarang nemu orang yang postur kakinya relatif panjang tapi pas untuk posturnya *tepok jidat*

Oke cukup!

Saya sih ga bisa ngebayangin, pasti sakit! Tapi kata adik saya ga sakit tuh.

Beberapa teman adik saya -- yang paling sering nempel sih, datang menjenguk. Beberapa orang dari kemarin juga datang (dikira sunatnya kemarin), ada yang mau ngejenguk, ada yang *mbecek tapi kayaknya dua-duanya sih. Melihat itu, entah kenapa kok saya seneng ya. Keluarga saya punya 'teman'. I love it! I am always happy to know that people recognize me atau orang-orang terdekat saya. Saya senang atas kepedulian, saling tolong-menolong, ukhuwah yang terjadi but not the gossiping effect wkwk.

-------------------
*Mbecek adalah budaya datang ke "acara" orang lain dengan membawa ini-itu, biasanya beras, gula, atau lainnya. Acaranya bukan hanya acara besar macam resepsi sih, bisa hanya sekedar slametan. Dalam Imajinasi saya. budaya ini dulu muncul sebagai bentuk membantu keluarga, tetangga atau teman yang sedang ada acara yang kemudian dibalas oleh empunya acara dengan memberikan apa yang ada. Namun agaknya, saat ini, banyak praktik mbecek sebagai sebuah tuntutan instead of a sincere deed to help. Ya hanya hasil pengamatan sekitar yang asal disimpulkan. Haha

Log Pose

Assalaamu’alaikum …

Selamat hari raya idul fitri 1438H, teman-teman^^ Saya mohon maaf atas segala salah-salah yang saya lakukan, terutama melalui tulisan di blog ini. Kali aja tulisan di blog ini terlalu nyinyir atau menyebalkan atau segala sifat buruk lainnya.

Sebenarnya cukup banyak hal yang masih berhubungan dengan perantauan saya di Korea Selatan yang ingin saya tuliskan. Namun, belum ada waktu nih hehehee. Memunculkan feelnya kembali juga agak susah gitu. Trus sudah tertumpuk dengan “ide” bahan tulisan lainnya.

Ohiya, saat ini, saya sudah di Kediri. Menghabiskan beberapa waktu dengan keluarga. Mungkin akan menjadi liburan summer yang paling panjang yang saya habiskan di rumah. Sekitar 3 minggu lah. Hehehe

Akhirnya kehidupan satu semester di KIT beneran sudah selesai. Sejujurnya, sudah sejak lama log-pose* diri saya belum tegas menentukan destinasi selanjutnya. Saya masih terombang-ambing dalam lautan luas. Masih bingung akan apa yang akan saya lakukan selanjutnya. Segalanya tiba-tiba saja menjadi buram. Mimpi-mimpi yang dulu melejut-lejut, tiba-tiba saja hilang denyutnya, mungkin masih terluka menghadapi realita hahaaa. Jika dulu biasanya saya hampir selalu punya rencana ini itu sebelum suatu “pekerjaan” berakhir, kali ini tak ada sama sekali. Tak ada keinginan apa-apa. Seperti mati. Tak ada mimpi, tak ada rencana, tak ada keinginan apapun. Hampa.

*Log pose is a compass-like navigational device – One Piece

Jadilah saya pulang dengan hati yang bingung. Tak tahu arah. Ketahuilah, kawan, tak punya tujuan adalah hal paling menyebalkan dalam hidup karena tanpanya, agaknya kita tak akan punya prinsip, mungkin juga akan kurang bagaimana kita menikmati hidup, seperti tak ada pencapaian karena capaiannya tak jelas seperti apa.

Kesebalan itu bertambah karena di rumah, saya temukan ekspektasi ini dan itu. Disuruh kerja lah, kerja di luar negeri lah, kuliah lagi lah, kerja sambil kuliah lah, kuliah tapi bilang ke ibu kalau kerja lah. Pusing dan sebal saya dibuatnya. Ah, paling tidak, ocehan-ocehan itu ga ditambah tentang pernikahan yang katanya sering ditanyakan ke anak yang akan atau barusan lulus kuliah wkwk. Seperti yang pernah saya celotehkan di twitter, ekspektasi itu dilematis. Dia bisa jadi motivator tapi di sisi lain juga bisa menjadi “beban” pikiran yang diekspektasi. Dan ekspektasi-ekspektasi yang muncul ini, saya lebih melihatnya sebagai yang kedua daripada yang pertama. Saya melihatnya seperti sebuah tuntuan. Saya benci ekspektasi-ekspektasi itu. Rasanya seperti disuruh sekolah ke sekolah yang tidak saya inginkan.

Ditambah dengan omelan-omelan khas rumah, semuanya sukses bikin saya tak betah di rumah hingga beberapa waktu yang lalu. Tapi kalau omelan memang selalu begitu setiap saya balik dari rantau sih hahaa. Seperti semacam re-adapt dengan kehidupan rumah setelah rantau sedikit mengubah saya.

Yang saya inginkan adalah, saya ingin menjalani hidup saya sesuai geraknya hati saya karena ini menyangkut kehidupan saya selanjutnya, saya yang menjalani. Kalaupun nanti keinginan hati saya pas dengan keinginan mereka yang berkespektasi, ya Alhamdulillah. Tapi kalau tak pas bagaimana? Mana bisa saya menjalani hidup dengan tenang tanpa ridho mereka. Satu yang kurang disini. Log pose saya belum jelas arahnya ke mana sehingga saya tak bisa berargumen apalagi meyakinkan semua orang bahwa saya ingin ini dan itu dan saya yakin itu yang terbaik. Hal ini membuat saya hanya bisa memberontak dalam hati yang pada akhirnya tercermin juga dalam tingkah laku saya. Membuat ibu saya semakin banyak ngoceh dan membuat hati semakin sebal.

Pelajaran hidup kali ini : tentukanlah langkah selanjutnya, yakinkan diri seyakin-yakinnya, sebelum lulus kuliah.

Tapi sekarang agaknya keruwetan ekspektasi-log pose itu cukup mereda karena ibu saya tahu saya sebenarnya diam-diam telah mengambil langkah (yang sebenarnya saya tak yakin) yang sesuai dengan ekspektasinya. Ditambah lagi ada suatu-hal-urusan-orang-dewasa yang terjadi yang membuat saya semakin memikirkan log pose hidup saya.

Engca Story (3)

Hari kedelapan, 15 Juni 2017. Pas saya dateng, engca sudah ramai dan terlihat sibuk dan sangat serius. everyone is doing their tasks. Ini sih salah satu hal ga enak yang saya rasain di sini. Tugasnya itu ngumpul di belakang. Dulu di ITB kayaknya juga gitu deh, Nal? Iya gitu? Kayaknya ga se-mepet gini juga deh. 

Di sana tadi sudah ada Iver, Tim, Dervish (saya nulis namanya bener ga ya?), Cheolhun (ini orang kayaknya rajin banget dateng pagi), Jiha, Taemin, satu lagi ga tahu namanya, satu lagi lupa namanya *maaf* yang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Dervish keliatan banget muka capeknya. Dia bilang pas di kelas Etika Bisnis bahwa dia ada deadline paper hari Jumat ini. Orang-orang di sini pada sibuk, nah saya? Lu sih, Nal, ngambil kelas dikit doang. Gabut yang kurang bermanfaat kan jadinya. Yasudahlah.

Hal berguna yang saya lakukan selama satu jam nunggu engca adalah bantuin Taemin latihan ngobrol. Dia mau ujian speaking gitu. Itu ujian bukan ya namanya? Pokoknya ada tes gitu lah. Ngobrol suatu topik sama pengujinya selama 10 menit. Dia milih topik most memorable experience. Dia cerita tentang pengalamannya ke Barcelona.

Ngomong-ngomong, kayaknya orang-orang di engca itu kebanyakan udah pernah ke luar negeri. Saya jadi mikir, kayaknya mereka orang-orang yang standing out gitu deh di kampus sini. Terlihat jadi orang-orang keren gitu bagi sekitarnya. Kalau yang ini hanya imajinasi saya sih. Baguslah, tanpa saya sadari, saya berada di lingkungan orang-orang keren. Barangkali saya juga bisa ketularan keren at least sekeren mereka. Definisi kerennya bukan pernah ke luar negeri sih, tapi menurut saya, kampus ga bakal milih sembarang orang buat dibiayai "main-main" di luar sana. Lagipula, lihat gimana mereka ngerjain tugas-tugasnya, gimana proyek mereka, saya yakin, mereka orang keren. Ga kayak saya yang masih cupaks.

Sapa-menyapa

Malam Senin (11 Juni), saya makan di dapur. Sendirian. Tiba-tiba ada orang manggil saya dari luar jendela dapur. Ternyata Hye Yeong. Waktu itu, saya seneng banget Hye Yeong nyapa saya. Bukan apa-apa sih, tapi dia berhenti cuma buat say hi ke saya, Coy. Padahal kondisinya kan saya ga tahu dia di sana atau engga. Kalaupun dia nylonong aja, saya ga bakalan tahu dan itu bukan masalah sama sekali. Dan lagi, kan kami juga baru kenal.

Nah, kejadian ini bikin saya mikir. Saya sering banget ga nyapa orang, terutama yang kenal belum lama, kalau orang itu terlihat ga ngeh kalau saya ada di sana. Misal nih ya, saya sedang berjalan menuju Utara. Nah ada temen saya di depan sana, si X, lagi jalan ke arah Barat. Biasanya nih, saya ga bakalan nyapa si X kalau dia ga lihat saya. Dasar ya! Misal orang yang bersangkutan sedang melakukan sesuatu, saya juga lebih sering ga menyapa kalau dia ga recognize keberadaan saya. Kok saya jahat banget ya. Makanya nih, kelakuan si Hye Yeong bela-belain berhenti cuma buat nyapa saya dari luar jendela dapur, jadi peringatan buat saya bahwa menyapa orang, se-belum-akrab apapun itu, adalah hal simpel yang bisa jadi bikin yang disapa itu seneng banget. Padahal di post kapan gitu saya juga sempet ngomongin sapaan juga -_-"

Tinggal Menghitung Hari

Pagi ini, seperti biasa, saya tak bisa tidur. 3:37 am

Alam masih bernuansa sisa cuaca hari kemarin. Masih basah. Hujan rintik menjadi ornamen sore dan tadi malam. Membuat yang biasanya sehangat Kediri, menjadi sedingin Bandung kala hujan atau malam hari. Dari kemarin saya sudah membatin, mungkin pagi ini akan berkabut. Lihat saja nanti.

Hujan kemarin menyenangkan. Saya suka dinginnya. Pas. Semoga saja hujan kemarin membantu menyimpan memori hari ini, yang highlightnya : jalan sepayung berdua dengan Liyana, nungguin Azkya dan Joha masak tumis kangkung di dapur, kemudian balik ke asrama bertiga hujan-hujan. Menyenangkan.

Waktu saya di sini tak lebih dari banyaknya-jari-tangan hari lagi. 8 hari insyaAllah. Sekarang saya tak terlalu khawatir dengan proyek yang belum tersentuh sama sekali. Kerjakan saja nanti. Saya sekarang lebih memprioritaskan mememorikan segala yang ada di sini ke dalam diri saya. Pemandangan luar jendela kamar, suara tirai, jemuran, berantakannya kamar kami, suara roommates, tangga, lift, kamar Azkya dkk, tempat cuci baju, pemandangan pas keluar dorm, pemandangan perjalanan sekitar dapur, dinginnya, panasnya, bunga-bunganya, busnya, makanan-makanan, mart-mart yang biasanya saya kunjungi, sungai, tempat ngeprint, voluntary activity, engca, dan tentunya teman-teman beserta cerita saya bersama mereka. Tak lupa berbagai perasaan : kebingungan, kesepian, kegalauan, kebaperan, patah hati, kesengseman, kekocakan, dan kebahagiaan, even mungkin "keputusasaan" (jika yang saya pernah alami termasuk putus asa). Saya sangat berharap kegiatan ini berakhir dengan happy ending, terutama bagi saya pribadi.

Saat ini 15 derajat celsius. Dinginnya menyenangkan.

Engca Story (2)

Hari Kelima

Hari kelima jatuh di pada tanggal 09 Juni 2017. Hal paling berkesan di hari kelima adalah bertemu "orang baru". Namanya Mark, orang Filipina. Kesan pertama saya terhadap Mark adalah serem. Iya, serem. Dia kata-katanya agaknya langsung cas-cus, jlab-jleb gitu. Saya sebagai orang yang sensitif takutlah jadinya. BTW dia orang pinter. Dia masuk kuliah S1 di sini pas umur 15 tahun. Trus sekarang dia bilang, dia udah capek belajar, pengen segera selesai. Nanti abis ini mau kerja walaupun keluarganya hampir semua ngerih-ngerih buat lanjut studi. Trus waktu itu dia bilang dia masih buanyak proyek yang harus diselesaikan, sekitar 30-an proyek. BUSEEEEET. Ampun deh ampun.


ini yang namanya Mark

Trus ada yang special lagi di hari Jumat. Hari itu pertama kalinya ada yang minta kopi ke saya. Hahaaa ada dramanya juga sih soalnya kopi di engca tinggal black coffee alias kopi pait, ada gula sih, tapi ga ada sendok buat ngaduk, air buat bikin kopinya belum diisi ulang. Lu doang deh, Nal, yang bikin ini jadi drama.

Mereka yang minta kopi. Saya lupa nama mereka. Cuma inget satu, cowo berbaju krem namanya kalau ga salah Lee Daeho

Hari Keenam

Senin, 12 Juni. Nothing special. Literally. Maklum nunggu engca jam 10-12am memang biasanya sepi.

ga sepi-sepi amat sih, cuma pada sibuk semua

Hari Ketujuh

Selasa, 13 Juni. Saya seneng-seneng gimana gitu, ada orang yang memperlakukan saya secara spesial. Spesialnya gini. Ada orang namanya Jae Yeong. Nah, dari pertama ketemu sampek sekarang, dia selalu nglakuin .... "Thbpbpthpt" tiap ketemu saya. Duh gimana nulisnya ya. Yang kayak gambar ini lho, tapi lidahnya ga keluar.


Dan semua itu karena pertama kali saya ketemu dia, dia diminta Liyana berkali-kali nyebut nama saya sampek bener. Maklum, kebanyakan orang korea kalau nyebut nama saya jadi "Nara", bukan Nala. Banyak orang korea heran gitu pas pertama kali denger nama saya, "nara?" "nara?" Hahaaa semua itu karena "nara" adalah sebuah kata dalam bahasa korea, artinya "negara". Makanya kalau saya bilang "Jae ireumeun Nala imnida,"  kemungkinan mereka nangkepnya, "nama saya negara."

Yaaa gitu deh, nama saya unik juga yak. Ada Empu Nala yang saya pernah nemu di buku IPS SD Kelas 5 (lupa itu siapa). Ada tokoh singa cewe namanya Nala di kartun Simba. Trus ada juga Nala Gareng (kalau googling "gareng", kemungkinan besar bakal muncul link ke Wikipedia dan disana disebut, nama aslinya Nala Gareng) -_- Gapapa, walaupun Gareng kedengeran agak ndeso, tokoh ini perangainya baik kok. Tokoh wayang asli Indonesia lagi. Trus ada juga di tembang sulukan yang dinyanyiin Pak Bram, sering saya denger lirik yang mengandung kata "nala", artinya hati. Trus ada juga Nala sebagai salah satu tokoh di kepercayaan hindu, entah kepercayaan hindu daerah mana. Trus nemu juga di google, ada Dinasti Nala yang pernah ada di India sana.

Tapi nama saya itu Nala dari bahasa arab loh. Itu fi'il maadhi (kata kerja bentuk lampau), artinya mendapatkan. Jadi, kira-kira nama lengkap saya itu artinya, orang yang mendapatkan kebaikan. Kok jadi ngomongin nama sih -_-

Jadi deh dia latihan ngucapin "L" berkali-kali dan berakhir ber-thbpbpthpt ria tiap ketemu saya. Awalnya saya pikir dia ngledek lho. Tapi saat ini malah saya menganggap itu sebagai tanda bahwa saya unik dan itu semacam "ungkapan sayang" atau mungkin "penanda pertemanan" buat saya wkwk. Dan tentunya membuat saya berpikir itu sebagai tanda bahwa Jae Yeong menganggap saya sebagai teman yang lebih dari sekedar tahu nama doang. Ada keinginan untuk menjadi teman baik yang saya tangkap dari thbpbpthpt itu.

Engca Story

Hari Ketiga

05 Juni 2017, saya kerja lagi di engca, pukul 10-12 am. Nothing special sebenernya. Kali ini, saya beneran datang paling pertama karena jadwal jaga saya di jam awal buka engca. Hari itu saya baru sadar lagi, ruangan-ruangan di kampus sini kebanyakan ga pernah dikunci. Ruang kelas netpro, bisa dipakai 24 jam, perpustakaan yang tempat belajar gitu bisa dipakai 24 jam juga kata Miji, teman sekamar saya. Trus saya juga baru sadar kemarin itu kalau kampus ini menyediakan ruang-ruang diskusi yang bisa dipakai mahasiswa buat belajar bareng. Sepertinya juga bisa dipakai 24 jam asalkan reservasi dulu. Kalau di ITB ruangan-ruangan kayak gitu dimana ya? Kayaknya yang bisa 24 jam cuma ruangan buat ngerjain TA. Itu pun penghuninya jelas "tetap". Ah sayang sekali di ITB ga 24 jam kayak dulu.

BTW setelah lihat instastories temen, ternyata walaupun kampus itu kelihatan sepi, orang-orangnya pada di dalam ruangan semua gitu. Kemarin pas weekend, ruangan belajar di perpus penuh. Ngambis tenan to di akhir-akhir kuliah. Nah lu gimana, Nal?

Hari itu, saya kenalan properly sama Gio. Dia ketawa pas saya bilang kalau pertama kali saya lihat dia, saya kira dia orang Jepang. Hahaha trus apa lagi ya di hari ketiga? Saya lupa.

Hari Keempat

Hari keempat, 08 Juni 2017, jaga jam 10-11am saja. Jadwal saya yang satunya diisi Joha yang mau payback minggu lalu saya nggantiin dia dua jam. Seperti biasa, jam-jam awal itu sepi. Tadi cuma ada Jiha. Akhirnya ngobrol dikit dengan dia. Datar. Yea. Itu kesan pertama saya buat dia.

Sebenernya sih, saya in the middle of project gitu. Tadi mau minta Jiha dan Cheolhun untuk berpartisipasi membantu proyek saya but unfortunately mereka menolak wkwk. Yaudah deh. Objek target proyek, maaf ya kalau nanti hasilnya ga maksimal. Saya masih cupu minta-mintanya. Yaampun ini proyek apaan sih kok minta-minta -____-


Getting Along with Everyone

Assalaamu'alaikum!

Tak terasa, tinggal tiga minggu lagi saya numpang di sini. Masih ada beberapa tugas akhir mata kuliah yang belum dikerjakan. Masih belum masuk minggu-minggu uas sih. Time flies so fast. Kok jadi tiba-tiba gini sih.

Ngomong-ngomong, Umi, mantan teman sekamar saya, sudah berangkat ke Maluku. Semoga barokah apa yang dia lakukan. InsyaAllah we will meet next time, Um. Sekarang juga saya sudah kangen dia. Sudah lima bulan tak bersua. Terakhir bertemu pun hanya pertemuan singkat di minggu awal Januari.

Saya pernah bilang, saya punya target getting along with everyone di bulan terakhir saya di sini. Tampaknya Allah mendukung keinginan saya ini. Setelah saya menulis blog yang mengandung keinginan itu, tiba-tiba manajer English Cafe (selanjutnya mari sebut saja engca) menghubungi saya, Taehun namanya. Dia menanyakan apakah saya bisa dan mau bekerja di engca. Saya kaget tetiba mendapatkan pesan seperti itu. Padahal sebelumnya saya pernah ngobrol dengan Liyana, teman dari Malaysia, bahwa Taehun karena sesuatu hal tak mau menghire Indonesian lagi. Dan saya pun tak pernah secara langsung meminta pada Taehun untuk dipekerjakan di engca. Pernah secara tak langsung meminta, dan itu pas bulan April lalu. Saat itu dia bilang ke saya, "kamu main-main ke engca saja." Tapi saya tak melaksanakan permintaannya karena setiap kali saya ada niat untuk berkunjung ke engca, muncul dialog dalam diri saya yang kurang lebih seperti ini,

"OK, Nal, hari ini ke engca yaaa. Biar dapet kerja. Biar ga ansos juga."
"Hmmmm ... Nal, yakin kesana?"
"???"
"Di sana mau ngapain? Ga bisa ngerjain tugas di tempat ramai kan? Masa mau nonton anime? Kelihatan banget gabut. Lagian yakin kesana ga ada temen? Entar merasa sendirian di tengah keramaian lagi. Trus sedih."
"Iya juga sih ya. Di sana mau ngapain coba? Takut juga ih kalau di sana ga ada yang ngajak ngobrol."
"Nah kaaaaaaaan. "
"Yaudah deh, mending di kamar, mencoba mengerjakan tugas. Kalaupun ga ngerjain tugas, yutuban atau nonton anime kalau sendirian kan ga malu-malu amat. wkwk"

Yah begitulah ceritanya tiap kali saya akan ke engca in the past.

Saya merasa, tawaran kerja di engca ini adalah jalan yang diberikan Allah untuk membantu saya. Kan kalau ada kerja di engca, saya jadi ada alasan ke engca. Saya jadi ada alasan buat main dan ngobrol-ngobrol dengan orang-orang di sana.

Dan seperti apa?

01 Juni 2017 adalah hari pertama saya bekerja di engca. Jadwal saya jam 10-11am dan 2-3pm. Namun, saya dimintai tolong Joha, teman dari Equador, untuk menggantikannya hari itu karena dia harus ke Seoul. Jadwal dia jam 12-2pm. Ada slot kosong sejam sih tapi nanggung. Jadilah hari pertama saya, saya 5 jam di engca. Serem? Ternyata engga sama sekali. Ya Allah, terima kasih^^ Ditambah lagi, kemarin atau dua hari yang lalunya gitu saya sempet main ke engca juga. Sempet kenalan sama beberapa orang baru meskipun lupa namanya.

Salah satu hal yang berkesan di hari pertama adalah ngobrol dengan pengunjung pertama, Cheol Suk namanya kalau saya ga salah ingat. Dia ambil Electronic Engineering. Trus dia sedang tugas akhir. Mengejar wisuda Februari nanti. Semangaaaat^^ Dia ke engca sebelum engca buka. Engca buka jam 10, dia datang setengah 9.

Hal yang paling berkesan adalah ngobrol bareng Hye Yeong. To be honest, saya cukup tertarik dengan Hye Yeong. Dia terlihat tertarik dan semangat banget belajar Bahasa Inggris. Waktu itu dia nyamperin saya sambil bawa buku bahasa inggris. Rupanya dia mau latihan ngobrol sesuai yang diajarin di buku. Kami juga ngobrol bareng dengan Liyana. Seru banget. Bahasa inggris saya masih cupaks sih, ga terlalu bisa membantu dia.




Tiba-tiba nih, tiba-tiba banget,saya penasaran apa yang dilakukan teman-teman yang ga beragama ketika mereka berbahagia atau bersedih. Trus kepikiran nanyain ini ke Hye Yeong. Semoga saja diberikan lebih akrab dan kesempatan sehingga bisa nanyain.

02 Juni 2017 saya kerja lagi di engca. 6-8pm. Tapi ini ga dihitung kerja, dihitung voluntary. Sempat ketemu Hye Yeong yang mampir sekitar 5 menit, katanya dia dari rumah. Trus dia nanya bahasa inggris yang saya ga tahu. Mungkin pembaca ada yang tahu (ada yang baca gitu?)

Jadi gini. kalau kita sedang di suatu tempat, sekre unit misalnya. Pas teman kita datang, biasanya kan kita tanya "Barusan darimana?" Nah, cara mengungkapkan ungkapan itu dalam bahasa inggris gimana ya? Let me know, please ...

Di hari kedua, saya agak canggung. Banyak waktu yang di engca saya ga akrab, ga kenal malah. Bahkan, sempat engca itu kosong momplong, isinya saya doang soalnya jam 6-7an gitu jam makan malam orang korea.


Tadi saya juga sempat ngobrol dikit dengan Taemin. Dia ternyata juga tingkat akhir. Sama kayak Cheol Suk (eh ternyata setelah kepo instagram untuk memastikan nama, namanya Cheol Hoon *mringis*) but somehow Taemin lebih terlihat dewasa hahaaaa.

Trus tadi saya juga ngebersihin engca di tengah keramaian canggung-ly. Tiba-tiba di tengah saya "ngevacum", seseorang yang saya dengar namanya Gio, ngasih saya thumb up. Kalau ga salah denger, Taemin juga sempat nggremeng "hardworking". Bukan apa-apa sih, heran aja. Ini kan emang salah satu tugas kerja di engca. Saya merasa agaknya ngebersihin engca dianggap sesuatu yang terlampau baik. Atau mereka ngegituin saya biar saya ga canggung ya? Hahaaa

Well, semoga saja di waktu yang tersisa ini, semuanya bisa terselesaikan dengan baik, semua target tercapai dengan baik dan lancar. Aamiin.

Cerita Saja (18)

Assalaamu'alaikum!

H-1 Ramadhan^^ Yeaaaaay!!!

Tak terasa, tinggal sekitar satu bulan lagi saya tinggal di sini. Masih beberapa hal yang saya inginkan namun belum dapat saya capai dalam program ini. InsyaAllah I'll not regret. Lebih banyak belajar hidup di sini instead of the "technical knowledge". Di bulan terakhir ini, saya sangat berharap dapat mencapai target getting along with everyone. Hahaa target macam apa itu?

Sebenarnya dari kemarin-kemarin ada beberapa hal yang ingin sekali ditulis namun entah kenapa sering muncul dna hilang dari kepala. Besides, setiap akan menulisnya bingung dan terbayang akan menjadi pembahasan yang sangat singkat, berakhir cetek dan nyinyir wkwk.

Anyway, saya keseringan pakai judul Cerita Saja ya haha. Saya bingung sih ngasih judul apa untuk tlisan yang tak jelas temanya.

Beberapa hari yang lalu, saya membaca blog seorang teman. Dia mengatakan bahwa dia itu bakat mencar. Dan itu membuat saya sadar, kok saya ternyata juga kayak gitu ya. Bakat mencar tuh maksudnya secara tidak sengaja keadaan yang menimpa diri membuat diri ini agaknya kehilangan kesempatan untuk berinteraksi, bersosial, hang out bareng teman-teman.

Hari pertama puasa ada event buka bersama bareng mas mbak di sini tapi ... sepertinya saya tak bis aikut. hiks

H-5 Ramadhan

Assalaamu'alaikum!

Ramadhan sebentar lagi. Ini adalah Ramadhan pertama saya di luar negeri (jika umur saya sampai). Saya tak bisa membayangkan akan seperti apa bulan Ramadhan saya. Ada satu keinginan untuk ikut sholat isya dan tarawih berjama'ah di masjid, paling tidak satu kali. Apakah memungkinkan? mengingat di sini sekarang isya saja sudah jam 9 dan masjid dapat dicapai sekitar 30-40 menit menggunakan bus. Pulang kemaleman kan ga baik wkwk.

Bagaimana saya akan melewati Ramadhan ini? Bagaimana suasana buka puasa akan pecah di dapur? Bagaimana suasana sahur di kamar yang sepi karena seua fasilitas umum sudah ditutup? Semoga saja menjadi Ramadhan yang terasa nikmat dan berkah.


Cerita Saja (17)

Hai! Apa kabar?

Rabu dan Kamis barusan ini saya seneng banget. Hari Rabu, saya ada kelas, sebut saja netpro. Setelah kelas, saya banyak ngobrol dengan Agung, mulai dari ngomongin agama, sampai utang orang-orang terkenal. Saat itu ada seorang cowo masuk ke kelas dan ternyata dia ketua proyek Smart Farm di kampus sini. Trus kami kenalan, ngobrol dikit walaupun sekarang saya lupa namanya. Maaf.

Lalu saat akan masuk gedung digital menuju kelas bahasa korea, teman-teman (James, Joha, Kamel, Darvish, dan Fabian) menyapa dari lantai 4. Rasanya seneng banget. Padahal sesimpel itu. Saat itu saya kembali sadar, hal simpel pun bisa bikin orang lain seneng ya. Pas saya sampai di lantai 4, saya hampiri mereka. Trus saya ditanyain Fabian, "udah ngerjain pr?" Seneng, Coy. Padahal cuma ditanyain gitu doang, dan mungkin itu basa-basi. Trus di kelas juga Joha tanya sekali atau dua kali gitu ke saya. Sepulang kelas, kami jalan bareng ke dorm. Beberapa menit kemudian mereka semua jalan ke festival. Saya pengen ikut, tapi saya bilang ke Joha, "I really want to but I need to wait for my prayer time so I will not skip." Dan yaaaa saya ga ikutan.

Selepas makan malam, saya jalan-jalan sendiri ke festival. Ketemu Juwel (bener ga ya?), Faisal, dan maaf, lupa namanya yang satu lagi. Trus saya ngobrol dikit dengan Juwel. Kami berpisah di area konser. Saya memutuskan jalan-jalan keluar kampus jam 8 malam itu, demi beli roti tawar yang saya sudah ngidam entah sejak kapan. Penjaga tokonya baik banget. Beruntung sekali beliau mengerti saya sekalian mau tukar uang 500an jadi lima uang 100an tanpa saya ngomong (ga tau ngomongnya gimana juga). Melihat keriuhan sekitar di malam hari menyenangkan juga. Saya senyam-senyum sendiri sambil jalan. Hari itu sangat membahagiakan karena saya merasa ada yang menganggap saya ada dan mau bersosial dengan saya. Jarang-jarang saya bisa merasa sebahagia ini di sini.



Jarang-jarang jalanan ini dipake tempat parkir mobil 


 Tempat parkirnya dijadiin stand nongkrong sih. Dipake makan dan minum-minum.


Pengen deh makan ayam di Mom's Touch 

Orang Jualan Ayam 



Nih di tempat parkir standnya banyak kan

Sampai di kamar, saya makan roti tawarnya. Habis beberapa potong. Saya pikir, paling baru habis sekitar lima hari kemudian. Ternyata setelah dicek, tanggal kadaluarsanya adalah hari esoknya. Penyesalan melanda. Kenapa ga dicek dulu sebelumnya. Akhirnya saya makan dua atau tiga potong sambil nonton. Juga berencana untuk mengolah roti itu esok pagi agar paling tidak nanti kalau harus dibuang, ga terlalu banyak gitu. Asumsi saya, kadaluarsa hari itu tuh, hari itu masih cukup oke untuk dikonsumsi, kalau hari itu sudah habis baru mungkin bermasalah kalau dimakan. Dan ternyata saat saya memandangi roti tawar itu, sadarlah ada keterangan bahwa roti itu diproses dengan mesin yang sama untuk memroses daging babi. Ngek ngooook. Dilema melanda. Satu sisi bilang harus dibuang, satu sisi bilang sayang, masih banyak. Dan akhirnya diputuskan untuk dibuang. Mungkin Allah sengaja kasih yang kadaluarsanya esok hari agar lebih ga sayang buat ngebuang. Hahahaaa kok jadi ngomongin makanan.



Kamis, entah kenapa ada sesuatu dalam diri saya yang ngajak keluar. Kepikiran buat ke English Cafe, temat yang selama ini saya pengen banget nongkrong di sana tapi belum cukup berani ke sana. Sama kayak ke sekre baru gitu lhooo. Perlu ada temen kalau mau ke sana. Akhirnya saya jalan-jalan ke festival sendirian. Aneh banget jalan-jalan ke festival sendirian. Akhirnya saya jalan-jalan sambil ngefoto-foto. Setelah selesai, saya agak memaksa diri ke English cafe. Ternyata ke English Cafe sendirian kala itu tak semenyeramkan yang saya bayangkan. Beruntung ada Joha di sana. Ada teman lah.






Ga tau ini orang-orang lagi ngapain. Mungkin guess star nya artis idolanya dan mereka nungguin. 



Itu soda kok

Saya bantuin Joha menyiapkan tools untuk dia presentasi tentang Ekuador ke anak sekolah. Trus saya mengantar dia beli permen cokelat. Kami juga mampir ke festival, lihat-lihat doang. Sepanjang jalan, kami banyak ngobrol. Dia cerita tentang malam sebelumnya dia dan teman-teman berakhir minum-minum tapi dia ga minum banyak. Dan dia baru balik jam 5 pagi. Trus dia juga cerita kalau Kamel dan Fabian ternyata punya pacar yang baru ketemu di Korea ini. Cerita juga kalau saat mereka minum-minum itu ada pacarnya fabian, dan mereka sempat ciuman di sana. Katanya seru dan crazy sangat lah malam itu

Senang. Seneng banget bisa tahu cerita mereka.

Selanjutnya kami kembali ke English Cafe. Lalu saya beralih ke Liyana. Kami ngobrol banyaaak banget tentang Islam. Mungkin juga banyak ghibah. Dan hari itu saya juga ngobrol dikit, bukan ngobrol banget sih soalnya itu obrolan dengan peserta siapapun yang ada dan mau terlibat gitu wkwkw. Ya sok ngakrab gitu dengan beberapa orang di English Cafe. Belum kenalan properly sih tapi seneng banget.

Ohiya, dalam tiga hari festival itu, ada beberapa artis kpop yang jadi guess star di sini. Dan spring festival tidak hanya di sini, di kampus lain juga ada. Dan kemarin ada Mamamo, Psy, dan ga tahu apa lagi di Gumi University. Di sini, yang saya tahu, ada Lee Hi (bacanya yihai), Gugudan, entah apa lagi. Btw saya sempet menikmati konser Lee Hi beberapa saat. Saya suka suaranya. Haha. Dan akhirnya saya tahu, musim spring festival, artis korea banyak duit wkwkwk.

Ya gitu deh. Saya merasa dua hari itu Allah memberikan banyak kebahagiaan (yang sebenarnya simpel) untuk saya. Terima kasih, Allah.