Modernisasi Uang

Halo! Entah sudah sejak kapan saya mulai memikirkan tentang modernisasi uang. Sekarang adalah saat dimana dunia sedikit demi sedikit mengurangi bentuk uang fisik, mengubahnya menjadi bentuk angka saja.

Mungkin semua ini berawal dari zaman sebelum teknologi Internet Of Things menjadi trend of the day. Dulu, uang nonfisik yang saya tahu hanyalah pulsa telepon. Kita membeli voucher di counter-counter terdekat untuk meningkatkan nilai pulsa yang tertera di layar hp kita. Hal yang sebenarnya dilakukan ternyata (dalam imajinasi saya) adalah kita semacam memberikan uang sewa kepada penyedia jasa telepon, menyewa jasanya selama beberapa waktu. Ya sebenarnya kita menyewa tenaga dan teknologi mereka. Namun yang terasa oleh penggunanya adalah layaknya membeli beras yang sedikit demi sedikit digunakan dan suatu hari akan habis dan perlu membeli lagi.

Nah, zaman sekarang, uang nonfisik itu bertebaran di mana-mana. Ada yang dalam bentuk kartu seperti kartu transportasi. Namun di Indonesia, setau saya sih untuk membayar transportasi umum di Jakarta,ada alternatif digunakannya kartu khusus yang dikeluarkan oleh bank. Kartunya juga dapat digunakan untuk membayar tol dan belanja di outlet-outlet tertentu seperti Indomaret. Hal ini bikin saya mikir, kenapa ga dibikin simpel dengan menggunakan atm langsung ya -_- Selain bentuk kartu, juga dalam bentuk saldo DI BERBAGAI TEMPAT, seperti online shops, Paypal (Paypal tuh apa ya?), online transport hailing, dan lain-lain. Tetap saja saya berpikir, kenapa ga dibikin simpel langsung dipotong dari rekening bank.

Saya membayangkan kedua bentuk uang nonfisik yang bertebaran ini cukup mengganggu. Bayangkan kita punya banyak kartu di dompet: kartu buat transport, kartu buat belanja ini-itu, kartu buat bayar tol. Dan terpikir, kenapa ga dibikin jelas satu kartu gitu lho. Misal kartu transportasi. Yaudah, orang Indonesia pakainya jenis kartu itu aja buat transportasi. Kayak yang di Singapura gitu. Saya sampai di pemikiran, mungkin kalau dilakukan begitu, bakal ada monopoli sementara Indonesia ga menganut sistem itu.

Trus uang kita bertebaran di berbagai tempat, di saldo olshop ini, olshop itu, pemberi jasa ini, dan itu. Memang sih setahu saya bisa ditarik atau dimasukkan kembali ke rekening, tapi saya tebak, akan ada minimum amount yang dapat ditarik atau ditransfer, atau paling tidak, kita jadi malas misal saldo di sana tinggal sedikit, misal 1234 rupiah.

Sebenernya rekening bank juga mungkin ada saldo yang ga dikasih saat menutup rekening(iya ga sih?), masa iya 123rupiah nanti juga dikasih? Tapi paling juga sedikit sih orang menutup rekening bank, soalnya banyak yang perlu.

Setelah saya berpikir lebih lanjut, kenapa sih mereka memberikan fasilitas uang nonfisik ini? Jawaban yang saya temukan adalah lebih mudahnya dapet 'investasi' dari pengguna. Gini. Misal bentuknya kartu transport-tol-belanja nih (macem Flash BCA dan teman-temannya), kemungkinan besar akan ada uang sisa yang ga bisa digunakan, misal 1000 rupiah. Nah, kebanyakan kartu ini kan kemungkinan penggunanya orang Jakarta. Tahun 2015, penduduk jakarta 10,2 juta. Berdasarkan penglihatan kasar di sumber ini, usia produktif (yang mungkin pakai kan kebanyakan usia produktif) sekitar 5 juta. Jika seperempatnya (seperempat dari mana, saya ga tahu, asal saja. ga ada survey sih) pakai kartu beginian, total 1000rupiah x 1.25juta = 1.25 miliar. Uang yang mungkin cukup untuk perusahaan beli jajan.

Nah kalau olshop lebih besar lagi coy. Pengguna Tokopedia kata tempo, sekitar 12 juta. Jika diambil contoh sama, 25% konsumennya punya sisa saldo tokopedia rata-rata 1000rupiah, maka total uang numpuk di sana ya 3 miliar. buanyak. Apalagi kalau konsumen males gamau mengirim itu ke rekening sendiri, atau memang mungkin ga bisa karena ga nyampe minimum amount, maka uang sebanyak itu diberikan kepada perusahaan bukan?

Tapi setelah searching lagi (beneran ini nulis ga persiapan banget, risetnya baru pas nulis), saldo olshop ini berguna buat penjual. Biar perusahaan ga ribet ngirim satu per satu uang transaksi ke rekening penjual. Kalau ini saya setuju sih. Saya juga ga mau ribet.

Ya jadi begitulah hasil pemikiran tentang modernisasi uang.

Sebenarnya ada hal lebih lanjut sih. Jika suatu saat hampir semua transaksi dilakukan dengan uang nonfisik, berarti bentuk uang berubah menjadi data-data angka yang tersimpan di cloud sana? Kita hanya punya angka? Barang-barang yang dijual itu ditukar dengan perubahan data di cloud sana yang hanya butuh sebuah perintah oleh komputer? yang bisa saja na'udzubillah dimanipulasi oleh penjahat-penjahat pintar? Ga tau sih ya. Mungkin perlu baca-baca gimana kata orang-orang ekonomi yang lebih ngerti.

Comments

  1. Kalo tertarik ama hal kayak gini plis plis banget baca The Circle, baca yaa bukan nonton. dan baca Hujan karangan Tere Liye. Kalo uda baca bakal ngerti kenapa aku suruh. Masih di Bandung kan? Bisa ke pitimoss buat pinjem buku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo uda baca ayo diskusi. Tinggal tunggu waktu aja sih sampe terjadi.

      Delete
    2. waaah baru inget ada pitimoss. baguslah belakangan bosan dengan buku-buku di kamar

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Es Wawan