Log Pose

Assalaamu’alaikum …

Selamat hari raya idul fitri 1438H, teman-teman^^ Saya mohon maaf atas segala salah-salah yang saya lakukan, terutama melalui tulisan di blog ini. Kali aja tulisan di blog ini terlalu nyinyir atau menyebalkan atau segala sifat buruk lainnya.

Sebenarnya cukup banyak hal yang masih berhubungan dengan perantauan saya di Korea Selatan yang ingin saya tuliskan. Namun, belum ada waktu nih hehehee. Memunculkan feelnya kembali juga agak susah gitu. Trus sudah tertumpuk dengan “ide” bahan tulisan lainnya.

Ohiya, saat ini, saya sudah di Kediri. Menghabiskan beberapa waktu dengan keluarga. Mungkin akan menjadi liburan summer yang paling panjang yang saya habiskan di rumah. Sekitar 3 minggu lah. Hehehe

Akhirnya kehidupan satu semester di KIT beneran sudah selesai. Sejujurnya, sudah sejak lama log-pose* diri saya belum tegas menentukan destinasi selanjutnya. Saya masih terombang-ambing dalam lautan luas. Masih bingung akan apa yang akan saya lakukan selanjutnya. Segalanya tiba-tiba saja menjadi buram. Mimpi-mimpi yang dulu melejut-lejut, tiba-tiba saja hilang denyutnya, mungkin masih terluka menghadapi realita hahaaa. Jika dulu biasanya saya hampir selalu punya rencana ini itu sebelum suatu “pekerjaan” berakhir, kali ini tak ada sama sekali. Tak ada keinginan apa-apa. Seperti mati. Tak ada mimpi, tak ada rencana, tak ada keinginan apapun. Hampa.

*Log pose is a compass-like navigational device – One Piece

Jadilah saya pulang dengan hati yang bingung. Tak tahu arah. Ketahuilah, kawan, tak punya tujuan adalah hal paling menyebalkan dalam hidup karena tanpanya, agaknya kita tak akan punya prinsip, mungkin juga akan kurang bagaimana kita menikmati hidup, seperti tak ada pencapaian karena capaiannya tak jelas seperti apa.

Kesebalan itu bertambah karena di rumah, saya temukan ekspektasi ini dan itu. Disuruh kerja lah, kerja di luar negeri lah, kuliah lagi lah, kerja sambil kuliah lah, kuliah tapi bilang ke ibu kalau kerja lah. Pusing dan sebal saya dibuatnya. Ah, paling tidak, ocehan-ocehan itu ga ditambah tentang pernikahan yang katanya sering ditanyakan ke anak yang akan atau barusan lulus kuliah wkwk. Seperti yang pernah saya celotehkan di twitter, ekspektasi itu dilematis. Dia bisa jadi motivator tapi di sisi lain juga bisa menjadi “beban” pikiran yang diekspektasi. Dan ekspektasi-ekspektasi yang muncul ini, saya lebih melihatnya sebagai yang kedua daripada yang pertama. Saya melihatnya seperti sebuah tuntuan. Saya benci ekspektasi-ekspektasi itu. Rasanya seperti disuruh sekolah ke sekolah yang tidak saya inginkan.

Ditambah dengan omelan-omelan khas rumah, semuanya sukses bikin saya tak betah di rumah hingga beberapa waktu yang lalu. Tapi kalau omelan memang selalu begitu setiap saya balik dari rantau sih hahaa. Seperti semacam re-adapt dengan kehidupan rumah setelah rantau sedikit mengubah saya.

Yang saya inginkan adalah, saya ingin menjalani hidup saya sesuai geraknya hati saya karena ini menyangkut kehidupan saya selanjutnya, saya yang menjalani. Kalaupun nanti keinginan hati saya pas dengan keinginan mereka yang berkespektasi, ya Alhamdulillah. Tapi kalau tak pas bagaimana? Mana bisa saya menjalani hidup dengan tenang tanpa ridho mereka. Satu yang kurang disini. Log pose saya belum jelas arahnya ke mana sehingga saya tak bisa berargumen apalagi meyakinkan semua orang bahwa saya ingin ini dan itu dan saya yakin itu yang terbaik. Hal ini membuat saya hanya bisa memberontak dalam hati yang pada akhirnya tercermin juga dalam tingkah laku saya. Membuat ibu saya semakin banyak ngoceh dan membuat hati semakin sebal.

Pelajaran hidup kali ini : tentukanlah langkah selanjutnya, yakinkan diri seyakin-yakinnya, sebelum lulus kuliah.

Tapi sekarang agaknya keruwetan ekspektasi-log pose itu cukup mereda karena ibu saya tahu saya sebenarnya diam-diam telah mengambil langkah (yang sebenarnya saya tak yakin) yang sesuai dengan ekspektasinya. Ditambah lagi ada suatu-hal-urusan-orang-dewasa yang terjadi yang membuat saya semakin memikirkan log pose hidup saya.

Comments

Popular posts from this blog

Es Wawan