Posts

Showing posts from 2021

Belajar Ikhlas

Blog ini udah ga ada yang beneran baca selain diri sendiri kan ya? 

Jadi gini. Trigger curhatan ini muncul karena barusan saya mengalami penolakan. Simpel sebenernya tapi membekas.

Entah mengapa beberapa hari ini saya merasa kesepian. Di satu sisi, saya merasa kehilangan teman-teman dekat di kantor (maksudnya di divisi). Di sisi lain, saya beberapa hari tidak berjumpa geng baru saya. Dengan kondisi seperti ini, rasanya sepi. Kesepian lebih tepatnya. Kangen pun melanda.

Ada ajakan untuk makan bareng di kos saya. Saya setuju tapi satu orang lebih memilih nonton pertandingan sepak bola. Emyu. Ide makan bersama tadi dibatalkan.

Saya kecewa. Saya yang biasanya menahan-nahan untuk bergantung pada mereka sudah bilang kangen loh tapi ternyata teman saya satu ini lebih memilih nonton bola. Sepele memang tapi saya kecewa. Muncullah dalam hati, "Buat apa selama ini saya selalu mengusahakan ada saat mereka butuh kalau ternyata dalam kondisi saya kesepian begini mereka tidak lantas ada untuk saya? Padahal sering saya menunda mengerjakan sesuatu demi dapat menemani mereka. Memenuhi kebutuhan sosial (dan mungkin psikologis) mereka."

Setelah dipikir-pikir, kalau saya mikirnya gitu, berarti saya ga ikhlas dong membantu mereka. Kok pamrih gitu.

Ya harusnya kecewanya has nothing to do with what you have done for them, Nal. Kecewa boleh tapi ya kecewa aja gitu. Ga usah dikait-kaitkan dengan apa yang sudah dilakukan untuk mereka. Wajar kok kecewa karena harapan kita tidak terpenuhi. Makanya jangan menaruh harap pada manusia, Nal. Berharap sama Allah aja.

Memang cuma Allah yang paling ngerti. Allah yang Maha Lembut, Maha Teliti.

Lagipula orang lain juga perlu has their own time, Nal. Mungkin temanmu memang sedang butuh nonton bola demi kesehatan mentalnya.

Rupanya ikhlas itu ga gampang ya. Secara ga sadar ketidakikhlasan baru terlihat nanti-nanti bahkan dengan cara dan peristiwa sesimpel ini.

Hujan Pertama

Kemarin mendung seharian. Dari sekian panjang waktu mendung, hujan turun saat saya keluar kos. Inginnya sih belanja bulanan sambil jalan-jalan. Belum juga separuh jalan, rintik air sudah membumi. Senang juga rasanya merasakan rintik hujan yang tak begitu deras. Waktu cukup untuk berjalan hingga ATM center di pojok perempatan Jalan Pahlawan. Usai urusan di sana, baru hujan deras sekali. Hujan pertama yang begitu lebat.

Akhirnya setelah sekian lama, untuk pertama kalinya saya membaca buku (di hp) dengan tenang dan nyaman. Sambil menunggu hujan reda. Merasakan tempias air hujan yang tertiup angin. Ditambah aroma khas tanah. Duduk di depan ATM center bersama beberapa orang lainnya yang ngiyup jadi nikmat rasanya.

Entah mengapa hujan selalu spesial. Apalagi hujan pertama setelah kering yang sekian lama.

Jalan-jalan kemarin sungguh beyond expectation. Jalanan begitu apik usai tersiram hujan. Masih lengang, terlihat begitu bersih dan cerah, tanaman pun terlihat segar. Rain cleanses the earth

Duduk di pinggir jalan sambil makan es krim pun nikmat sekali rasanya. Rasanya sudah lama sekali saya tidak merasakan joy jalan-jalan sendiri seperti ini. Belakangan sepertinya memang saya lebih sering mengusahakan ada untuk orang lain. Untuk teman, untuk kerjaan, malah jarang menyelami diri dan memberinya nutrisi.

Hingga sepagi-sore hari ini, efek hujan masih belum hilang dari diri. Rasanya dia membawa rindu yang saya sendiri tak tahu kepada siapa ataupun apa. Mungkin terlalu banyak memori yang melibatkan hujan.

Warming Up

Hello, World! Nala here! Just letting you know that I still exist inside you.

It has been more than 4 months with no writings. No stories. No opinions. I think my agility in writing fades along with 4 months without it. I feel worried and confused at the same time. I want to write down some words but turns out no words are coming. I truly truly don't want the eager to write disappears.

So here I am! Try to write down some random sentences with no meaning at all. No topics nor stories. It is just a warm up. I hope it really is a warm up which means after this writings, I can easily turn  my thoughts to words and write it down here. Whether it is just a daily stories or kind of serious topic, is fine!

At last, let me tell you a sneak peek to the dominant feeling and thought I have. I "lost" friend in a side but at the same time life builds another friendship for me. I feel sad and happy at the same time. I hope things are going better.

Well, see you next time! 

Bising

Sebenarnya dari dulu sudah saya pahami bahwa dunia tidak semulus, sebaik, dan seideal yang saya bayangkan. Namun, melihat kenyataannya tetap saja membuat saya amazed sendiri. Manusia ternyata begitu kompleks.

Yang paling membuat saya terheran-heran adalah bagaimana manusia cenderung lebih memilih untuk berasumsi dan menaruh prasangka buruk. Mengapa kita tidak melihat sisi baik segala sesuatu saja? Mengapa malah memilih untuk menggunjingkan dan memberikan label miring atas banyak hal? Mengapa kita malah cenderung membisingkan dunia dengan prasangka dan cara melihat dunia yang merendahkan? Mengapa? Mengapa? Mengapa?

Tidak bisakah kita berfokus pada hal-hal baik? Mencari-cari kebaikan beyond the flaws. Bukankah dengan melihat kebaikan kita jadi lebih mudah menghargai? Kupikir menghargai jauh lebih hemat energi daripada sebaliknya. Mengapa kita sering ikut campur urusan orang lain? Kalaupun ikut campur, sepatutnya kita ikut campur dengan cara yang baik. Mengapa harus membuat bising space orang lain?

Sejujurnya saya merasa betapa saya begitu polos dan bego melihat kenyataan dunia yang seperti itu. Saya terlalu naif.

Rindu

Kosakata yang menyerang kepala tepat saat ini adalah Rindu. Rasanya ada yang kurang. Saya rindu beberapa bagian diri yang dulu. Saya rindu bagaimana dia bisa tenggelam dalam dunianya, merenungi dunia dalam pikirannya. Saya rindu bagaimana dia bisa bertahan dalam berbagai kesulitan, keterbatasan, dan ujian. Memang tetap banyak keluhan keluar darinya. Namun, dia dengan mudahnya kembali mendekat dan mengisi hatinya.

Saya rindu pada diri yang dari suatu sisi jauh lebih independen dibandingkan diri yang sekarang. Dulu dia mudah saja menyimpan banyak hal sendiri. Dia dulu relatif lebih mudah dalam mencari hal-hal yang membuatnya content. Tidak seperti sekarang yang seringnya dia harus mencari tempat sampah berbentuk manusia.

Satu hal lagi yang saya rindukan. Saya rindu teman dekat perempuan yang bisa saya ajak diskusi hal-hal yang bagi orang lain mungkin agak nyebelin. 

Sebenarnya dulu bapak sering mengingatkan untuk jangan merasa kesepian karena Allah selalu menemani. Tapi emang dasar ya manusia lemah. Rasanya tetap saja saya perlu teman dekat. Sayang sekali lingkungan saya mayoritas cowo. Saya rindu sentuhan wanita.

Marhaban Ya Ramadhan 1442 H

Kantor buru-buru sepi sore ini. Semua orang ingin segera pulang. Megengan, katanya. Jalanan pun ramai luar biasa. Lebih sibuk dan padat daripada biasanya. Mungkin orang-orang juga punya alasan yang sama: Megengan.

Hari ini memang spesial karena malamnya sudah masuk 1 Ramadhan 1442 H. Malam ini sudah boleh menunaikan ibadah sunnah sholat tarawih. Esok dini hari sudah disunnahkan untuk sahur.

Kali ini saya menyambut Ramadhan dalam sepi. Hanya seorang diri. Ibu kos sedang mengunjungi anaknya, Mbak Kos sedang pulang, sementara Alfio, seperti yang sudah saya sebut sebelumnya, memang sudah jarang sekali pulang ke kos. Antara setrong dan kasian beda tipis ya haha.

Cepat sekali waktu berlalu. Saya bahkan seperti tak sadar akan datangnya bulan ini. Tidak ada gemreget penyambutannya. Namun demikian, saya sangat berharap Ramadhan ini akan menjadi bulan yang saya benar-benar maksimal ibadahnya, maksimal tobatnya, maksimal memperbaiki dirinya.

Sekian.

Wassalaamu 'alaikum

Lagi, Lagi, dan Lagi

Berkali-kali diri perlu diyakinkan

Diingatkan kembali

Bahwa Allah yang membawa ke sini

Bahwa Allah yang memberi semua ini

Maka Allah pasti sudah siapkan solusi

Apapun yang terjadi di kemudian hari

Sudah Allah atur

Sudah Allah takar

Karena Allah begitu peduli

Begitu lembut

Begitu pengasih

Allah pasti beri yang terbaik

Maka diri juga harus beri yang terbaik

Juga berbaik sangka

Dan tak pernah lupa

Lagi

Lagi

Dan lagi

Adapting

Jadi gini.

Belakangan saya merasakan gejala yang mirip dengan masa-masa kuliah tingkat 3-4. Kayaknya tingkat 3 deh. Tingkat 4 udah parah.

Jadi belakangan malas dan ogah-ogahan lebih mudah hinggap. Ketakutan akan ketidakmampuan juga sering hinggap. Takut sekaligus sebal karena menyadari bahwa ternyata tanggungan cukup banyak sehingga membuat waktu untuk diri sepertinya harus dikurangi juga sering hinggap.

Kondisi yang mengakuisisi ini tidak bisa dihindari. Mau tidak mau saya yang harus beradaptasi. Ohiya sebenarnya ini tentang kerjaan.

I think I need to shift, to change, how I see work even the life impacted by it.

Awalnya saya berpikir bahwa bekerja ya seperti sekolah saja. Dapat tugas, kerjakan, kumpulkan, selesai. Plus ke kantor bertemu teman-teman seperti halnya anak sekolahan. Habis-habisan pun gapapa. Ya kayak zaman main-main di PSTK dulu lho.

Later on, saya mulai menyadari bahwa waktu saya sedikit dan saya perlu melakukan hal yang saya perlukan di luar pekerjaan, seperti berolah raga, memasak (kalau pas perlu), dan waktu untuk mencerahkan pikiran atas hal-hal penting lainnya. Akhirnya saya pun mulai membatasi waktu habis-habisan ini dan mengkotak-kotakkan waktu kerja dan libur. Kerja ya kerja, libur ya libur. Begitu.

Melihat bekerja seperti bersekolah memang masih berlangsung. Hanya saja jadi lebih sadar waktu. Lebih sadar bahwa ada kebutuhan diri yang lain yang harus dipenuhi.

Mungkin karena sering mengkotak-kotakkan waktu kerja dan libur, saya jadi kadang sebal kalau waktu libur saya terganggu. Jadi sebal kalau kebutuhan diri yang lain jadi ikut terganggu. Sebenarnya selain itu, juga belakangan kadang saya sebal kalau dikasih kerjaan yang mengalihkan saya dari fokus atau urgensi utama, atau kerjaan yang menurut saya sebenernya harusnya dikerjakan pihak lain. Padahal kenyataannya sekarang pekerjaan saya sedang butuh sedikit habis-habisan tadi. Perlu waktu dan semangat tambahan. Juga perlu membuat hati lebih ikhlas dan tidak malas-malasan.

Nah akhirnya pikiran saya perlu adaptasi lagi untuk mengubah bagaimana dia melihat pekerjaan dan kehidupan pribadi. Agar lebih semangat dan ikhlas sehingga kerjanya bisa barokah.

Mohon doanya.

Selanjutnya muncul pertanyaan, caranya gimana? Hahaha

Terakhir, berikut adalah salah satu stiker WhatsApp favorit saya.



Bersepeda, Bertujuan

Halo! Hore saya bersepeda lagi. Saya sepedaan lagi ke area Dungus. Today was the farthest. Harus ditantang untuk lebih dari sebelumnya dong. Hehe. Btw tulisan ini agak lebay lho wkwk.

Pada mulanya, saya berniat sepedaan sampai Pasar Dungus saja kemudian langsung balik kanan pulang lewat rute yang berbeda. Saya mengonfirmasi bahwa rasa "lebih mudah" yang terasa sebelumnya saat bersepeda ke Monumen Kresek adalah karena adanya teman. Kali ini saya sendirian. Untuk sampai Pasar Dungus saja saya sempat, "Mana sih pasarnya? Kok ga nyampe-nyampe."

Meski begitu, sesampainya di Pasar Dungus saya malah menolak rencana pulang.

"Masa udah sih? Coba naik lagi lah. Coba lihat kuatnya sampai mana."

Pertigaan menuju Monumen Kresek pun terlampaui. Ternyata jalanan yang telah terlewati selama ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan jalanan sesudah pertigaan ini. Tanjakan sepanjang jalan. Namun, ujian itu diimbangi dengan indahnya alam sekitar. Kanan-kiri jalanan masih seperti hutan. Bukan belantara. Mungkin lebih tepat disebut kebun karena masih diurus oleh pemiliknya.

Di beberapa titik terlihat petani di kebunnya. Ada yang sedang mencangkul, ada pula yang sedang istirahat bersama teman-temannya di bawah rindang pepohonan jati. Sebagian besar jalanan yang saya lalui begitu rindang, terkena efek dari kebun sekitar. Udaranya pun segar dan cukup dingin meski pada akhirnya kalah dengan tingginya suhu tubuh karena berolah raga.

Rasanya sudah cukup jauh saya mengayuh sepeda namun batas kekuatan dan ketahanan saya belum muncul.

"Kalau tidak menetapkan batas, menetapkan tujuan, jadinya begini ya? Tanpa arah yang jelas. Melakukan sesuatu yang ujungnya ga tahu di mana. Kalau begini bisa saja ga ada habisnya."

"Benar juga. Baiklah. Mari kita tentukan tujuan."

"Gimana kalau kita batasi sampai LLO"

"OK. Call!"

Ada yang tahu apa itu LLO? Lori Listrik Otomatis (kalau search lebih baik dimulai dengan kata kunci Lori Tambang saja). Tempat kerja punya prototipenya di sebuah workshop di Desa Kuwiran, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Yay. Akhirnya tujuan saya jelas.

Dengan sabar saya titi jalanan. Berganti gir berkali-kali. Paling sering menggunakan gir belakang nomor 1 (gir depannya ga diganti-ganti). Rasanya lama sekali saya mengayuh. Kaki mulai berkurang kekuatan kayuhnya. Terkadang, saya sedikit membungkuk. Logika saya berpikir itu akan mengurangi running resistance. Ga tau sih bener atau engga nyahahaa. Tapi memang posisi bersepeda agak membungkuk membuat kayuhan lebih ringan. Dugaan saya, it's either the aerodynamics (running resistance) or just the body positioning, seperti bagaimana ilmu tuas digunakan. Halah Nala bacot.

Rupanya target LLO ini beyond my expectation. Rasanya saya sudah sampai batas kekuatan saat itu tapi titik akhir tak kunjung terlihat. Perut yang belum diberi sesajen berkali-kali berkokok. Namun, enggan saya mampir ke warung. Pantang makan sebelum perjalanan kembali.

Sepanjang perjalanan, yang ada di pikiran saya adalah,

"Ini LLO nya mana sih? Kok ga nyampe-nyampe?"

"Ayo! Push yourself a little more! A little more! A little more! Ayo. Bisa!"

Akhirnya saya melewati gerbang masuk Desa Kuwiran. Optimisme naik. Sebentar lagi sampai. Kayuh lagi. Namun, rasanya kayuhan saya tidak juga kunjung menemukan tujuan akhir. Saya memutuskan berhenti di dekat sebuah pos kamling. Minum air putih yang sudah di batas-batas akhir. Di sana saya berpikir untuk berhenti saja, putar balik.

Hampir menyerah

"Shall I quit?"

"NO! Sudah sejauh ini. Ayo! NO QUITTING!"

Perjalanan dilanjutkan. Kaki rasanya sudah cukup lemas. Kayuh sekuatnya, sebisanya. Akhirnya kabar bahagia datang. LLO terlihat! Rupanya LLO sudah tidak jauh dari pos kamling tadi. Mungkin tidak lebih dari 300 meter jaraknya. 

Puas rasanya mampu mencapai target diri. Apalagi target yang ternyata di luar zona nyaman. Saya tuntun sepeda ke seberang LLO. Mengabadikan pencapaian.

Mantap, Nala! Love you!

Saatnya beristirahat. Dengan kaki masih lemas, saya tuntun sepeda naik ke area bangunan pemilik LLO. Di samping area LLO sebenarnya ada masjid unik, Masjid Ussisa Ala Taqwa namanya, yang lebih ajib untuk tempat istirahat. Namun, saya urung. Di sana ada beberapa bapak-bapak yang sedang bersih-bersih tamannya. Saya memilih duduk di belakang gedung area LLO saja. Sendirian.

Perjalanan menuju LLO tadi membuat saya berpikir bagaimana jika tadi saya benar-benar memutuskan untuk putar balik? Saya tidak akan tahu bahwa ternyata tinggal sedikit lagi tujuan sudah di depan mata. Saya tidak akan tahu bahwa diri saya mampu melebihi batas diri hingga bisa sampai di tujuan.

Menilik hidup saya yang lebih banyak dalam mode "jalan saja", dari sini saya tersadarkan bahwa punya tujuan atau target itu ada pentingnya juga. Tidak hanya agar tidak melakukan suatu seperti tiada habisnya tapi juga ada alasan memaksa diri to push it a little more.

Pukul 8.45 WIB saya beranjak putar balik. Saatnya pulang. Pikiran yang terus bermunculan selanjutnya adalah, "Lapar! Makan di mana ini sendirian begini?"

Capaian baru: 40,3 km. Gradiennya ga tahu berapa 😁


24/7

Jadi gini. Belakangan saya merasa waktu sempit sekali. Rasanya kegiatan saya begitu-begitu saja tapi kok rasanya tiba-tiba malam. Waktu untuk diri sendiri terasa kurang.

Ingat postingan ini? Mirip seperti itulah yang saya rasakan belakangan ini. Rasanya waktu untuk "belajar" dan "berbincang" jadi kurang. Saya semakin sadar bahwa waktu kerja 8 jam sehari (atau paling mentok 9-9,5 jam kalau ditambah istirahat) adalah hal yang "Ya memang lumrahnya segitu. Kalau kamu lembur-lembur, itu ga lumrah."

Saya juga membayangkan misal saya udah berkeluarga nanti trus kegiatan saya kayak begini kok kayaknya rumah jadi kayak monoton amat. Kalau tetep kayak gitu, waktu buat keluarganya kapan? Tapi saya kayaknya gamau menghilangkan rutinitas workout saya eheheee. Seru tau.

Wah gara-gara ini saya jadi tersadarkan kenapa orang-orang yang sudah nikah biasanya sulit buat diajakin main. Selain karena urusan "menjaga hati" atau sekadar "ya lumrahnya kan begitu", ternyata waktu yang terbatas ini berpengaruh besar.

Urusan duniawi ini begitu banyaknya ya. Sampai-sampai waktu 86.400 detik itu tak cukup. EH 86.400 DETIK??? Kok ternyata sehari memang singkat. 

Makin Tua Makin Ribet

Saya ga tahu ini beneran atau engga. Saya perhatikan, semakin bertambah usia, hidup jadi makin ribet. Banyak hal yang kalau anak-anak atau remaja yang melakukan ya santai aja tapi kalau orang dewasa jadi lebih banyak dipikir gitu.

Semakin bertambah usia memang semakin banyak bias dalam hati dan pikiran. Untuk berbaik hati saja harus mempertimbangkan ini-itu. Bisa dikira ada perasaan sama seseorang, bisa dikira cari perhatian, bisa dikira selingkuh, bisa dikira macam-macam. Padahal bisa saja kan ya memang sudah sangat dekat seperti keluarga sendiri, bisa saja kan orang itu memang melakukan tanpa ada embel-embel apapun. Tidak adakah yang percaya bahwa kemurnian hati itu ada di dunia ini?

Sumber gambar: Best Health Magazine

Curhat sedikit. Menyebalkan sekali ketika ingin berteman dengan seseorang kemudian (sepertinya) disalahartikan oleh yang bersangkutan. Jika dia tidak setuju dengan gagasan orang tsb menyukainya, akhirnya tembok tak kasat mata tumbuh dengan alasan yang tidak masuk akal sama sekali: kesalahpahaman.

Sedikit lagi. Menyebalkan sekali melihat adanya fakta omongan di belakang oleh suatu kaum terhadap kaum yang lain. Berbagai asumsi dan kalimat (mungkin) iri atau tidak terima dimunculkan oleh kaum yang pertama tanpa mengetahui bagaimana kondisi kaum kedua yang sebenarnya. Tanpa mengetahui bahwa kaum kedua merasakan sakit hati yang begitu dalam hanya karena mengetahui fakta adanya omongan di belakang. Tidak adakah sebersit pikiran yang mampu mengalihkan asumsi buruk menjadi asumsi yang baik? 

Ribetnya apa lagi? kayaknya banyak. 

Gendut

Kemarin saya mengikuti pemeriksaan kesehatan yang merupakan rangkaian dari proses rekrutmen karyawan tetap di tempat kerja. Ada beberapa item yang dicek. Mulai dari darah, urin, jantung, paru-paru, dan fisik. Nah, untuk yang terakhir ini beberapa di antaranya ada pengukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar perut. Pemeriksaan fisik ini agak sensitif, terutama untuk cewe, karena berurusan langsung dengan gendut tidaknya seseorang.

Obrolan pengecekan fisik ini mengundang cewe di sebelah saya menyatakan bahwa dia gendut. Cewe lain di sisi sebelahnya lagi juga berkomentar demikian. Padahal saya lihat mereka gendut juga kagak. Saya coba yakinkan bahwa dia ga gendut. Kalau dia termasuk gendut, apalagi saya, demikian saya bilang. Dia bilang saya ga gendut. Saya sebut berat badan saya aja 57,2 kg. Komentarnya, saya kan tinggi jadi ga gendut.  

Dari yang saya perhatikan, mayoritas cewe ya kayak yang barusan saya ceritakan, berpikiran bahwa dirinya gendut. Padahal orang lain ngelihatnya lho biasa saja. Diyakinkan bahwa dia ga gendut pun juga ga akan bisa. Udah wis. Jangan meyakinkan cewe yang merasa gendut bahwa dia ga gendut. Ga akan bisa!

Sumber gambar: Reddit

Saya bingung sih menentukan apakah pola pikir seperti ini baik atau buruk. Buruknya jadi berkesan ga berterima kasih atas apa yang dipunya gitu. Selain itu, misal seorang cewe mengatakan bahwa dia gendut di dekat orang yang secara fisik mau dilihat dari sisi manapun memang lebih gendut daripada dia, gimana perasaan orang yang lebih gendut itu? Bisa bayangin ga? Bisa aja kan trus dia jadi baper dan ga pede karena omongan orang lain yang sebenernya ga ditujukan ke dia.

Sisi baiknya mungkin membuat cewe jadi mengatur-atur makannya. Biar sopan dan terkendali hahaha. Pun kemungkinan untuk memilih diet sehat jadi lebih besar.

Haha saat ini berat badan saya 57,2 kg dengan tinggi badan 161 cm. Kebanyakan waktu sih secara garis besar saya tidak mempermasalahkan badan saya. Yang sering tu merasa ada bagian yang perlu dikendalikan agar proporsional dengan bagian yang lain tapi kebanyakan orang mungkin sebenernya ga ngeh dengan yang saya "permasalahkan" ini. Jadi saya menganggap diri saya gendut ga? wkwk

2020 in Summary

Tahun 2020 sudah lewat. Cepat sekali waktu berlalu. Padahal rasanya baru sebentar saya ketemu Hujan eh, sama main-main di Swiss. Kok ternyata itu sudah setahun yang lalu.

Banyak hal terjadi selama 366 hari ke belakang. Namun, saya yakin kesan pertama seluruh umat manusia untuk tahun 2020 adalah sama: Corona Virus Disesase (COVID-19) Pandemy

***

Jika diminta memilih satu kata untuk sepanjang tahun lalu, maka kata yang saya pilih adalah 'Pertemanan'.

Saya merasa ada berkah yang diberikan Allah untuk saya melalui pandemi ini. Gara-gara ga bisa pulang atau tepatnya takut untuk pulang karena berbagai aturan dan kondisi pandemi, mau tidak mau saya yang biasanya seminggu sekali pulang harus menetap di Madiun hingga 5-6 bulan. Semenjak itu, saya sering diajak keluar bareng teman-teman muda di tempat kerja. Kadang lari pagi, atau nongki, atau hanya sekadar makan bersama lalu langsung balik.

Tentu saja hal ini membuat saya merasa lebih dekat dengan mereka. Lingkaran teman dekat yang awalnya hanya Mas Nugroho, Sugandi, dan Zazuli pun melebar, paling tidak hingga Youth Group, itu nama grup kami. Secara tak sadar sifat-sifat absurd saya bisa keluar di hadapan mereka. Betapa bahagianya saya ada manusia-manusia yang mau menerima diri ini. Bahkan saya rasa tidak berlebihan kalau saya bilang bahwa saya punya geng di tempat kerja, namanya Youth Group.

Namun, saya rasa efek dari pertemanan yang melebar ini tidak hanya sebatas memperluas lingkar pertemanan. I think it affects my personality. Somehow saya merasa saya lebih terbuka, lebih mudah sok akrab ke orang lain dibandingkan sebelumnya. Selain itu, kantor jadi terasa lebih menyenangkan karena saya bisa saja tiba-tiba ngejailin Septi, Himdani, Fajri, atau lainnya. Tidak lagi hanya Mas Nugroho, Sugandi, atau Zazuli. 

I love them. Ga kebayang betapa hampa hidup saya tanpa mereka. Kadang mereka bisa jadi tempat sampah sehingga menurunkan potensi down atau edan 😅 Punten untuk keperluan nostalgia saya taruh banyak foto ya haha.

Kayaknya ini perdana saya ikutan main saat akhir pekan dengan Youth Group

Tak disangka video dadakan karya kami dihargai Juara 1. Salut untuk konseptor, sutradara, talent, dan segenap kru yang bertugas (padahal yang bertugas ya kami-kami aja wkwk).

Sarangan, 19 September 2020. Hujan berkunjung kala itu 😊

Oktober 2020, Zazuli menikah. Single kami berkurang.

Tidak lama setelah Zazuli menikah, Mas Widodo menyusul menikah. Single kami berkurang lagi.

Desember 2020, selepas makan bersama di kontrakan Sugandi

Desember 2020, Nongko Ijo surprise untuk Septi


Ditinggal pas sayang-sayange

Tahun 2020 saya ditinggal tiga teman sekaligus. Yang pertama adalah Afada Mantap, dia pergi pada bulan Agustus.

Yang kedua, baru banget, 31 Desember 2020 kemarin Septi resign dari tempat kerja. Dia diterima sebagai Aparat Sipil Negara. Septi ini satu-satunya temen cewe "muda" di divisi tempat kerja. Semenjak kami dipersatukan dalam Youth Group, saya seneng banget bisa punya temen cewe yang cukup dekat.

Yang ketiga namanya Ningsih, dia anak magang. Keren sekali dia hanya dalam beberapa bulan bisa menggaet hati saya sehingga saya yang awalnya illfeel sama dia sampe bisa mengeluarkan segala jenis ekspresi dan cerita ke dia. Masa magang Ningsih berakhir tepat bebarengan dengan berakhirnya masa kerja Septi di tempat kerja.

Tapi ya bagaimana lagi. Life must go on. Cita-cita harus diusahakan. Semuanya demi masa depan mereka kan. Semoga hidup mereka senantiasa diberikan hidayah dan barokah. Amin. Ohiya kami masih punya janji main bersama ke Jogja nanti. Semoga dapat terealisasi.

Btw selanjutnya kalau main sama Youth Group masa saya cewe sendiri? Padahal baru juga ngrasain "akhirnyaaa temen mainku ada cewenya" eh lha kok ...

Sarangan. Jalan-jalan pagi berdua sama Septi. Dihadang monyet tapi trus Hujan berkunjung. Eh wkwk.

Biar kelihatan saya pernah dandan cewe sekali. Kalau ga ada Septi mungkin ga begini sih wkwk.

Membuat memori jalan-jalan ke bagian belakang tempat kerja bersama Septi dan Ningsih

Olahraga menjadi hal yang disuka

Sejak Januari 2020, secara tidak sengaja saya menemukan rutinitas baru: home workout. Yang awalnya cuma yaudah olahraga saja, niatnya jadi bergeser pengen mbentuk badan, pengen abs-nya kelihatan wkwk, tapi lama-lama niatnya bergeser lagi jadi rutinitas menyenangkan yang sangat berguna untuk rilis stress.

Kesenangan olahraga kemudian merambah ke bidang yang lain. Terkadang saya juga lari. Awalnya hanya sebatas sampai Pasar Besar, kemudian belanja lalu pulang jalan kaki. Namun, lama-lama ada keinginan lari untuk mengeksplor tempat-tempat yang belum diketahui. Jaraknya pun meningkat. Rekor terjauh saya adalah rute ke barat mengikuti pinggiran jalan kereta api yang kemudian tanpa direncanakan ternyata sampai kecamatan Jiwan, yang ternyata total perjalanannya mencapai 10 km. Percaya? Jangan percaya larinya, itu banyak jalan kakinya wkwkwk. 

Kadang saya juga sepedaan. Tapi paling juga belum ada sepuluh kali dalam setahun kemarin. Soalnya saya belum punya sepeda. Status sepedanya selama ini pinjeman. Sungkan dong kalau sering-sering 😂

Seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya, rekor sepedaan terjauh saya sampai saat ini adalah dari Pahlawan Street Center ke Monumen Kresek. Saat itu spesial sekali saya sepedaan bersama teman baru bernama Septian. Semoga bisa sepedaan lagi 😄 Semoga Nala punya sepeda sendiri biar sering-sering sepedaan 😁 

Idk if this really happen, I think exercising improves my mentality. Despite the stress release, kebiasaan 'memaksa' diri untuk bertahan dalam 'tersiksa'nya diri selama workout terbawa juga dalam kehidupan. Jadi lebih mudah untuk bilang pada diri, "Sabar. Kamu mampu kok. Kamu bisa. Ayo sedikit lagi." Tapi kadang juga memberikan maklum pada diri, "Gapapa kamu skip beberapa detik, you know your limit."

Ohiya, sebenarnya saya pengen berbagi bahwa ada dua cewe yang cukup berpengaruh pada hidup sehat saya: Pamela Reif dan Sadia Badiei. Keduanya Youtuber. Mbak Pam workoutnya asik jadi ga bosen buat ngikutin. Sementara Mbak Sadia selalu meng-encourage saya untuk makan makanan sehat. Ya meski semua resepnya ga pernah saya coba sih tapi tiap abis nonton Mbak Sadia masak, saya jadi semangat untuk menjaga makan biar makanannya beneran makanan sehat. Selain itu, Mbak Sadia bikin saya punya kepengenan punya dapur yang ajib wkwkwkwk.

***

Proyek The Navigator

Tahun 2020 lalu, saya punya proyek iseng buat hiburan. Baru saja selesai. Sebenarnya ini kegiatan iseng saja: baca novel berbahasa inggris keras-keras.

Proyek ini dilatarbelakangi oleh kebiasaan saya baca tulisan keras-keras kalau lagi mumet. Kebiasaan ini sudah sejak lama sih. Dulu saat masih sekolah gitu saya sering di kamar tiba-tiba baca buku keras-keras sampe kadang keluarga ada yang komen, "Itu Nala ngapain sih?" 😅

Kali ini, selain karena mumet, sebenernya juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk maintain, syukur-syukur improve, English pronounciation. Tak lupa, alasan lainnya adalah keinginan untuk bisa membacakan cerita. Podcast audiobook Harry Potter and The Sorcerer Stone (sekarang sudah dihapus) memotivasi keinginan terakhir ini.

Seru sekali mengerjakan proyek ini karena saya mengerjakannya saat perlu hiburan saja 😅 Saya merekam seluruh bab dalam buku The Navigator karya Clive Cussler. Sekali baca cuma satu bab. Sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya 55 bab usai.

Banyak di antaranya yang pengucapan dan penjedaannya ga pas sehingga kalau didengarkan sulit dipahami. But who cares! I did it just for fun.

I think I improve quite lot. YaaaaySini saya bagi bagaimana performa saya di awal proyek (Chapter 1) kemudian mari bandingkan dengan akhir proyek (Chapter 55). Anyway, pardon my voice and bad reading 😄



***

Duh cerita apa lagi ya? 

Karena bingung cerita apa lagi (lagi kurang mood nulis), saya mau nulis beberapa hal yang saya ingin lakukan. Paling tidak sebagai target bulan baru biar jadi habit seterusnya:

1. Sholat 5 waktu no bolong-bolong 

2. Bangun pagi (mohon maaf penulis masih punya isu lama yang belum kunjung mampu diselesaikan)

3. Istiqomah olahraga masih berlanjut

4. Membatasi "bising" yang dikonsumsi

5. Mengurangi atau bahkan tidak membuat "bising" sama sekali

Sudah jangan banyak-banyak. Semoga terkabul. Aamiin.


***

Btw sebenernya postingan ini sudah di-draft sejak Desember 2020 loh. Kemudian dilakukan penyesuaian pada awal Januari 2020, serta tambahan lebih lanjut hingga baru diposting sekarang 😅