AUS : Behind The Scene - Part 3
Behind the scene lagi *mringis*.
Sebelumnya sudah bercerita kisah sebelum berangkat. Sekarang mari kita lanjutkan.
Pengalaman waktu itu, semoga saja tak akan pernah terlupakan. It was my first time going to singapore, my first flight, even my first time doing processes in airport, and I did it by myself. Sejak sebelum naik travel ke bandara, saya sudah nervous. Saya khawatir kalau saya ga tahu apa yang harus saya lakukan, kemana saya harus pergi.
Saya sampai di bandara dua jam sebelum waktu check in. Saya santai-santai saja. Ke toilet, ngecas dan keliling-keliling. Sebelum jam 2, saya check in. Saya harus masuk ke gate D4. Saya masih santai saja. Sebenernya ga tahu harus ke mana. Akhirnya nanya2. Sebelum masuk gate, sebelum diperiksa barang2 kan ada tempat duduk tuh, saya dengan santainya duduk di sana, internetan selama sekitar 1,5 jam.
Saat itu, berkali-kali saya melihat di layar, maskapai yang saya gunakan ke singapur harus ke gate D7 tapi di boarding pass saya di D4. saya juga berkali-kali mendengar pengumuman tentang itu. Tapi saya berpikir ah mungkin ada dua jenis penerbangan yang ke singapur dalam waktu yang sama. Datanglah saya ke D4. Sepi banget. Panik deh. Udah kurang dari 30 menit sebelum keberangkatan. Saya menyesal, kenapa ga dari tadi aja masuknya. Dari petugas, saya tahu kalau ternyata pengumuman yang berkali-kali saya temui itu benar penerbangan saya. Untung belum terlambat.
It was my first flight. I am excited sekaligus nervous. Sayang sekali saya tidak mendapatkan tempat duduk tepat di samping jendela. Padahal pengen banget bisa lihat awan dari dekat. Mungkin hanya sugesti saya, saya merasa selama di atas, tangan kiri saya pegel dan lemes. Mungkin efek kondisi tubuh saya yang kalau saya lihat dari gejalanya selama ini, saya mungkin punya darah rendah.
Sore itu cerah, jadi tidak ada goncangan yang berarti. Tidak seperti saat pulang yang kebetulan cuacanya kurang bagus, berkali-kali pesawatnya bergoyang -- dan saya mbatin, oh ternyata naik pesawat rasanya bisa kayak naik truk di jalan berbatu to.
Sampai di Changi Airport, saya bingung harus kemana. Hanya mengikuti tulisan arrival. Pas saya bingung, ada mbak-mbak yang dari Indonesia bilang "mau kemana? lewat sini." Alhamdulillah, dipertemukan dengan orang baik,
Sampailah saya di antrian yang ngecek passport. Tiba giliran saya. Petugasnya judes banget. Dia nanya,
"are you a tourist?"
"yes"
"you have to fill the form there," sambil nunjuk ke suatu arah.
"Okay, thank you."
Saya balik arah. mengisi form. Saking nerveousnya kali ya. Saya salah melulu. Baru di form ketiga saya bener ngisinya. Di situlah saya ketemu sama mas-mas cukup cakep. Ga tau namanya, belum kenalan. Dia di Changi menunggu penerbangan selanjutnya ke Qatar, eh kemana ya? lupa euy. Pokoknya dia mau ke Jerman. Dia cuma mau ngambil barang dari bagasi, tapi harus melewati pengecekan paspor itu jadi harus ngisi form itu.
Ternyata itu juga pertama kalinya dia di bandara Changi. Kami memeutuskan untuk jalan bersama terlebih dahulu. I mean, selama di bandara, kami akan berusaha saling membantu kebutuhan satu sama lain. Dia mau nyari tempat pewe buat makan Indomie. Saya bilang saya perlu nyari simcard. Lalu kami berdua nyari simcard. Tapi harganya mahal buanget. Jadi saya pututskan saya beli di luar bandara saja seperti yang diinstruksikan teman. Lalu saya harus mencari stasiun MRT. Saya bilang ke dia. Nyari-nyari petunjuk, udah ketemu, Dari situ kami berpisah. Dia ke arah lain, saya ke arah stasiun MRT.
Jeng jeeeeeng. Di stasiun MRT, ga tau beli tiketnya gimana. Udah tahu sih bisa pakai standard ticket, belinya di mesin ticketing. Cuma ga tau cara menggunakan mesinnya gimana. Saya masukkan uang $10, saya masukkan tujuan saya, Buona Vista. Ternyata dia ga mau kalau kembaliannya lebih dari $4. Oke. Saya harus nuker uang. Melihat saya bingung, ada mbak-mbak cantik dan mungkin suaminya, nanya saya dalam bahasa melayu. Mungkin saya dikira orang malaysia. Saya jelaskan masalah sya dalam bahasa indonesia. Tapi dia tak mengerti. Baru saya jelaskan dengan meniru-niru bahasa melayu, hasil dari keseringan nonton Upin&Ipin. Dia mengerti, dan dia bersedia untuk menukar uang ke saya. Saya endapatkan 5 buah $2. AKhirnya saya beli tiket. Terima kasih, Ya Allah, sudah memberikan bantuan.
Saya sudah tahu bagaimana cara ke Stn Buona Vista. Saya harus naik East-West Line (hijau) dan ganti kereta di Stn Tanah Merah. Selama di MRT, saya (seperti) ditemani oleh dua orang yang tadi juga kesusahan membeli standard ticket MRT. Saya lupa yang satu dari mana, yang satunya lagi bapak-bapak tipe yang suka jalan-jalan ke daerah desa gitu, dia dari San Francisco dan itu juga pertama kalinya dia ke Singapura. Satu orang turun di City Hall (kalau ga salah), dan bapak San Francisco itu turun di Outram Park untuk ganti ke North-East Line (track warna ungu).
Tinggallah saya sendirian sampai ke Stn Buona Vista. Keretanya rame. Hampir selalu penuh. Saya saja sampai tak dapat tempat duduk. Sampai di Buona Vista, saya tanya2 orang untuk menemukan sebuah minimarket bernama Cheers untuk membeli sim card. Ternyata ada sim card khusus untuk turis yang disediakan di Singapur. Saya dimintai paspor, penjaga tokonya ramah. Setelah meminta saya menunggu dan melayani beberapa pelanggan, dia memasukkan data saya. Intinya saya tinggal pakai sim cardnya. Saya jadi terpikir, pendataan turisnya bagus ya. Kalau begitu, bisa tahu turis-turis sebenarnya berkeliaran di mana. Bisa jadi bahan pertimbangan untuk menentukan area market tuh.
Langkah selanjutnya adalah menghubungi teman yang mungkin untuk menjemput atau cukup memberikan instruksi kemana saya harus melangkah selanjutnya. Juga menghubungi mbak yang ternyata sudah diminta-minta bapak untuk menghubungi. Baterai hape saya sudah bobrok, ga bisa bertahan lama. Saya harus mencari tempat duduk untuk membuka laptop dan ngecas.
Saya menghubungi Nandhini dan dia bilang, kalau saya takut, dia akan menjemput saya di Buona Vista tapi saya harus ke Halte Opp Buona Vista. Dia akan menjemput saya dengan naik bus. Saya menemukan Halte, tapi namanya Buona Vista, bukan Opp Buona Vista. Saya bilang, "I think it's better if I wait for you to pick me up. Haha." Saya beri tahu posisi saya yang sudha berpindah ke dekat toko Cheers tadi. Dia memberikan instruksi untuk ke tempat ganti ke Circle Line dan dari sana ke halte. Saya hanya berjalan, menerka-nerka kalau itu benar. Saya tidak melihat hp selama berjalan dan saat saya sudah menemukan halte Opp Buona Vista, sudah ada beberapa pesan dari Nandhini, semuanya dengan caps lock. Dia beneran panik kayaknya. Maafkeun.
Saat ada bus bernomor 196, saya melambaikan tangan. Nandhini dan Glennson keluar, meminta saya naik bus. Akhirnyaaaa. perlu $1.4 untuk sampai ke tujuan. Saya dibayarin Nandhini. Makasih makasih. Saat saya masuk, Glennson langsung bilang, "It's okay, you did the best.", wajahnya terlihat sedang menenangkan saya, seolah saya anak kecil yang sedang ketakutan karena tak tahu harus kemana. Saya pengen ketawa melihat ekspresinya Glennson. Hahahaaa
Sampai di University Town, kami turun. Ternyata, anak-anak ITB semuanya pada ada di bus bagian atas. Kurang ajar banget, ga turun buat menyambut. Hahaha. Mereka abis jalan-jalan. Dan kebetulan mereka juga naik bus 196 itu. Nandhini bilang saya beruntung karena waktunya pas banget sama waktu mereka pulang ke dorm.
Sejak di Buona Vista, setelah keluar dari nyamannya AC, saya baru sadar ternyata udaranya panas banget. Jauh lebih panas daripada di Kediri. Astagaaa, saya ga mau deh kalau disuruh tinggal di sana.
Sampai di dorm, saya menunggu panitia yang mengurus. Saya dipertemukan ke Raag oleh Andrea. Raag meminta syaa mengisi form dan memberikan saya sebuah kartu multifungsi untuk membuka kunci kamar, membuka kunci suit, membuka pintu dorm, dan naik lift. Selanjutnya Andrea yang memberikan tutorial ke saya bagaimana menggunakannya sekaligus mengantar saya ke kamar. Saya mendapat kamar di lantai 11, suit 100, kamar E. Semua orang di suit itu anak Indonesia. Kami ngobrol cukup lama di ruang kumpul sampai sekitar jam setengah 12 malam. Kata anak2 unair, hari itu hari mereka pulang paling awal : kurang dari jam 11. Biasanya pulang jam 1, jam 2. Omaigod, mereka main ke mana aja.
Kamarnya cukup nyaman. Harus selalu menyalakan kipas angin karena panas sekali dan saya memutuskan membuka jendela saat tidur karena melihat ruangannya yang seperti itu, saya takut saya tidurnya kebablasan karena kehabisan oksigen hihihi.
Sebelumnya sudah bercerita kisah sebelum berangkat. Sekarang mari kita lanjutkan.
Pengalaman waktu itu, semoga saja tak akan pernah terlupakan. It was my first time going to singapore, my first flight, even my first time doing processes in airport, and I did it by myself. Sejak sebelum naik travel ke bandara, saya sudah nervous. Saya khawatir kalau saya ga tahu apa yang harus saya lakukan, kemana saya harus pergi.
Saya sampai di bandara dua jam sebelum waktu check in. Saya santai-santai saja. Ke toilet, ngecas dan keliling-keliling. Sebelum jam 2, saya check in. Saya harus masuk ke gate D4. Saya masih santai saja. Sebenernya ga tahu harus ke mana. Akhirnya nanya2. Sebelum masuk gate, sebelum diperiksa barang2 kan ada tempat duduk tuh, saya dengan santainya duduk di sana, internetan selama sekitar 1,5 jam.
Saat itu, berkali-kali saya melihat di layar, maskapai yang saya gunakan ke singapur harus ke gate D7 tapi di boarding pass saya di D4. saya juga berkali-kali mendengar pengumuman tentang itu. Tapi saya berpikir ah mungkin ada dua jenis penerbangan yang ke singapur dalam waktu yang sama. Datanglah saya ke D4. Sepi banget. Panik deh. Udah kurang dari 30 menit sebelum keberangkatan. Saya menyesal, kenapa ga dari tadi aja masuknya. Dari petugas, saya tahu kalau ternyata pengumuman yang berkali-kali saya temui itu benar penerbangan saya. Untung belum terlambat.
It was my first flight. I am excited sekaligus nervous. Sayang sekali saya tidak mendapatkan tempat duduk tepat di samping jendela. Padahal pengen banget bisa lihat awan dari dekat. Mungkin hanya sugesti saya, saya merasa selama di atas, tangan kiri saya pegel dan lemes. Mungkin efek kondisi tubuh saya yang kalau saya lihat dari gejalanya selama ini, saya mungkin punya darah rendah.
Sore itu cerah, jadi tidak ada goncangan yang berarti. Tidak seperti saat pulang yang kebetulan cuacanya kurang bagus, berkali-kali pesawatnya bergoyang -- dan saya mbatin, oh ternyata naik pesawat rasanya bisa kayak naik truk di jalan berbatu to.
Sampai di Changi Airport, saya bingung harus kemana. Hanya mengikuti tulisan arrival. Pas saya bingung, ada mbak-mbak yang dari Indonesia bilang "mau kemana? lewat sini." Alhamdulillah, dipertemukan dengan orang baik,
Sampailah saya di antrian yang ngecek passport. Tiba giliran saya. Petugasnya judes banget. Dia nanya,
"are you a tourist?"
"yes"
"you have to fill the form there," sambil nunjuk ke suatu arah.
"Okay, thank you."
Saya balik arah. mengisi form. Saking nerveousnya kali ya. Saya salah melulu. Baru di form ketiga saya bener ngisinya. Di situlah saya ketemu sama mas-mas cukup cakep. Ga tau namanya, belum kenalan. Dia di Changi menunggu penerbangan selanjutnya ke Qatar, eh kemana ya? lupa euy. Pokoknya dia mau ke Jerman. Dia cuma mau ngambil barang dari bagasi, tapi harus melewati pengecekan paspor itu jadi harus ngisi form itu.
Ternyata itu juga pertama kalinya dia di bandara Changi. Kami memeutuskan untuk jalan bersama terlebih dahulu. I mean, selama di bandara, kami akan berusaha saling membantu kebutuhan satu sama lain. Dia mau nyari tempat pewe buat makan Indomie. Saya bilang saya perlu nyari simcard. Lalu kami berdua nyari simcard. Tapi harganya mahal buanget. Jadi saya pututskan saya beli di luar bandara saja seperti yang diinstruksikan teman. Lalu saya harus mencari stasiun MRT. Saya bilang ke dia. Nyari-nyari petunjuk, udah ketemu, Dari situ kami berpisah. Dia ke arah lain, saya ke arah stasiun MRT.
Jeng jeeeeeng. Di stasiun MRT, ga tau beli tiketnya gimana. Udah tahu sih bisa pakai standard ticket, belinya di mesin ticketing. Cuma ga tau cara menggunakan mesinnya gimana. Saya masukkan uang $10, saya masukkan tujuan saya, Buona Vista. Ternyata dia ga mau kalau kembaliannya lebih dari $4. Oke. Saya harus nuker uang. Melihat saya bingung, ada mbak-mbak cantik dan mungkin suaminya, nanya saya dalam bahasa melayu. Mungkin saya dikira orang malaysia. Saya jelaskan masalah sya dalam bahasa indonesia. Tapi dia tak mengerti. Baru saya jelaskan dengan meniru-niru bahasa melayu, hasil dari keseringan nonton Upin&Ipin. Dia mengerti, dan dia bersedia untuk menukar uang ke saya. Saya endapatkan 5 buah $2. AKhirnya saya beli tiket. Terima kasih, Ya Allah, sudah memberikan bantuan.
Saya sudah tahu bagaimana cara ke Stn Buona Vista. Saya harus naik East-West Line (hijau) dan ganti kereta di Stn Tanah Merah. Selama di MRT, saya (seperti) ditemani oleh dua orang yang tadi juga kesusahan membeli standard ticket MRT. Saya lupa yang satu dari mana, yang satunya lagi bapak-bapak tipe yang suka jalan-jalan ke daerah desa gitu, dia dari San Francisco dan itu juga pertama kalinya dia ke Singapura. Satu orang turun di City Hall (kalau ga salah), dan bapak San Francisco itu turun di Outram Park untuk ganti ke North-East Line (track warna ungu).
Tinggallah saya sendirian sampai ke Stn Buona Vista. Keretanya rame. Hampir selalu penuh. Saya saja sampai tak dapat tempat duduk. Sampai di Buona Vista, saya tanya2 orang untuk menemukan sebuah minimarket bernama Cheers untuk membeli sim card. Ternyata ada sim card khusus untuk turis yang disediakan di Singapur. Saya dimintai paspor, penjaga tokonya ramah. Setelah meminta saya menunggu dan melayani beberapa pelanggan, dia memasukkan data saya. Intinya saya tinggal pakai sim cardnya. Saya jadi terpikir, pendataan turisnya bagus ya. Kalau begitu, bisa tahu turis-turis sebenarnya berkeliaran di mana. Bisa jadi bahan pertimbangan untuk menentukan area market tuh.
Langkah selanjutnya adalah menghubungi teman yang mungkin untuk menjemput atau cukup memberikan instruksi kemana saya harus melangkah selanjutnya. Juga menghubungi mbak yang ternyata sudah diminta-minta bapak untuk menghubungi. Baterai hape saya sudah bobrok, ga bisa bertahan lama. Saya harus mencari tempat duduk untuk membuka laptop dan ngecas.
Saya menghubungi Nandhini dan dia bilang, kalau saya takut, dia akan menjemput saya di Buona Vista tapi saya harus ke Halte Opp Buona Vista. Dia akan menjemput saya dengan naik bus. Saya menemukan Halte, tapi namanya Buona Vista, bukan Opp Buona Vista. Saya bilang, "I think it's better if I wait for you to pick me up. Haha." Saya beri tahu posisi saya yang sudha berpindah ke dekat toko Cheers tadi. Dia memberikan instruksi untuk ke tempat ganti ke Circle Line dan dari sana ke halte. Saya hanya berjalan, menerka-nerka kalau itu benar. Saya tidak melihat hp selama berjalan dan saat saya sudah menemukan halte Opp Buona Vista, sudah ada beberapa pesan dari Nandhini, semuanya dengan caps lock. Dia beneran panik kayaknya. Maafkeun.
Saat ada bus bernomor 196, saya melambaikan tangan. Nandhini dan Glennson keluar, meminta saya naik bus. Akhirnyaaaa. perlu $1.4 untuk sampai ke tujuan. Saya dibayarin Nandhini. Makasih makasih. Saat saya masuk, Glennson langsung bilang, "It's okay, you did the best.", wajahnya terlihat sedang menenangkan saya, seolah saya anak kecil yang sedang ketakutan karena tak tahu harus kemana. Saya pengen ketawa melihat ekspresinya Glennson. Hahahaaa
Sampai di University Town, kami turun. Ternyata, anak-anak ITB semuanya pada ada di bus bagian atas. Kurang ajar banget, ga turun buat menyambut. Hahaha. Mereka abis jalan-jalan. Dan kebetulan mereka juga naik bus 196 itu. Nandhini bilang saya beruntung karena waktunya pas banget sama waktu mereka pulang ke dorm.
Sejak di Buona Vista, setelah keluar dari nyamannya AC, saya baru sadar ternyata udaranya panas banget. Jauh lebih panas daripada di Kediri. Astagaaa, saya ga mau deh kalau disuruh tinggal di sana.
Sampai di dorm, saya menunggu panitia yang mengurus. Saya dipertemukan ke Raag oleh Andrea. Raag meminta syaa mengisi form dan memberikan saya sebuah kartu multifungsi untuk membuka kunci kamar, membuka kunci suit, membuka pintu dorm, dan naik lift. Selanjutnya Andrea yang memberikan tutorial ke saya bagaimana menggunakannya sekaligus mengantar saya ke kamar. Saya mendapat kamar di lantai 11, suit 100, kamar E. Semua orang di suit itu anak Indonesia. Kami ngobrol cukup lama di ruang kumpul sampai sekitar jam setengah 12 malam. Kata anak2 unair, hari itu hari mereka pulang paling awal : kurang dari jam 11. Biasanya pulang jam 1, jam 2. Omaigod, mereka main ke mana aja.
Kamarnya cukup nyaman. Harus selalu menyalakan kipas angin karena panas sekali dan saya memutuskan membuka jendela saat tidur karena melihat ruangannya yang seperti itu, saya takut saya tidurnya kebablasan karena kehabisan oksigen hihihi.
Comments
Post a Comment