On The Way Home
Here, right now, I am on the train. For the first time in my life, I take executive class. Hahaa if there was no promo I wouldn't take this train.
Kali ini saya naik kereta api Turangga yang saya pikir rutenya berakhir di Madiun. Jadilah saya cuma membeli tiket untuk turun di Madiun. Padahal dari madiun ke Kediri itu transportnya rada ribet. Kalau mau naik kereta, ada kahuripan tapi ongkosnya 90ribu rupiah, eman reeek. Kalaupun mau ngebis juga harus naik bis dua kali.
Saya mendapatkan tempat duduk di samping seorang petugas perkeretaapian yang kebetulan sepertinya sedang tidak bertugas dan akan pulang. Dari beliau saya tahu kalau pemberhentian terakhir kereta ini di stasiun Gubeng Surabaya. WOW! transport dari Surabaya ke Kediri itu jauh lebih gampang. Kalau beruntung saya bisa naik kereta lokal yang jadwalnya dekat jadwal kedatangan saya.
Karena tadi malam tidak bisa searching karena tak ada sinyal, akhirnya saya meminta banyak bala bantuan, teman-teman yang ada di Surabaya, Ellen, Chetrin, Elma hingga Wheland yang tak tahu apa-apa tentang Jawa Timur pun saya mintai tolong gyahahahaa. Akhirnya saya tahu ada kereta lokal jam setengah sembilan dari Surabaya ke Kediri, kereta Rapih Dhoho. Tepat sekali kereta yang saya naiki sampai di Surabaya pukul 8.12 tapi khawatir juga kalau waktunya tdak cukup untuk membeli tiket Rapih Dhoho mengingat sekarang sudah H-7 lebaran pasti stasiun rame banget. Hahahaa tapi ternyata ada alternatif lain, yaitu turun di Jombang trus nungguin kereta Rapih Dhoho atau naik bus.
Setelah searching ternyata kereta itu sampai di Jombang baru jam 10 sedangkan Turangga sampai di Jombang jam 7 -___- bisa tua 3 jam menunggu kereta. Setelah diskusi dan mencari info di grup (ceritanya tengah malam sudah sampai di area yang gampang sinyal), akhirnya saya memutuskan untuk naik bis dari Jombang saja. Hahaha. Yosh, sekarang tinggal nge-lobby biar dibolehin turun di Jombang.
(Setelah akhirnya sampai Jombang juga)
Pada akhirnya saya tidak perlu melobby petugas. Tidak ada orang yang naik dan duduk di kursi saya jadi saya santai saja. Kursi samping saya sempat diisi mbak-mbak yang iseng banget Madiun- Jombang naik kereta eksekutif hahahaa. Ternyata dia lulusan ITS. Banyak cerita yang saya dapat. Cerita yang cukup membuka pikiran saya. Bagaimana kehidupan dia dulu di kampus yang dekat dengan dosen, bagaimana pendapatnya terhadap pendidikan saat ini. Saya lebih banyak mendengarkan.
Tiba di Jombang kami turun bersama. Berpisah di stasiun. Dia menunggu jemputan, saya nunggu bus jurusan Tulungagung yang ternyata lewat depan stasiun banget. I took neither Harapan Jaya nor Pelita Indah like what my friends and my dad said. I took Baruna instead. Bus ini bus ekonomi AC. Saya yakin dulunya saat masih baru bus ini bagus. Saat saya tumpangi, bus ini sudah mirip seperti bus ekonomi yang lama.
Jika kalian ingin melihat bagaimana keadaan Indonesia maka kalian perlu naik kereta ekonomi atau bus ekonomi atau mendatangi pasar-pasar tradisional (that's what I thought). Di sana kalian akan melihat bagaimana kehidupan rakyat, bagaimana wajah Indonesia, ya karena negara itu tercermin dari orang-orangnya haha. Saya temui beberapa jenis pekerjaan yang "berkeliaran" di bus. Pengamen (saya sebal dengan pengamen yang tadi pakai gitar, bukan karena ngamennya, tapi kaosnya), mulai dari yang pakai gitar, karaoke hingga hanya menyanyikan nadzoman. Saya juga menemui banyak penjual makanan walaupun sekarang sedang bulan Ramadhan. Juga penjual tutup panci dan semacam alat jahit untuk sol, juga ada penjual buku.
(FYI)
Nadzoman : Semacam sajak yang dilagukan. Biasanya berisi ilmu pengetahuan. Ini adalah metode hafalan yang biasa digunakan di pendidikan ala pesantren.
Bus yang saya tumpangi sempat berhenti cukup lama. Sopir busnya istirahat. Kaget sekali selama perjalanan saya mengetahui ternyata banyak sekali orang yang tidak berpuasa. Ah, kalau memang udzur ya gimana, Nal?
Sekitar satu jam perjalanan akhirnya saya sampai di tempat pemberhentian yang saya inginkan. Tiga kilometer lagi dari rumah. Hahaaa
Kali ini saya naik kereta api Turangga yang saya pikir rutenya berakhir di Madiun. Jadilah saya cuma membeli tiket untuk turun di Madiun. Padahal dari madiun ke Kediri itu transportnya rada ribet. Kalau mau naik kereta, ada kahuripan tapi ongkosnya 90ribu rupiah, eman reeek. Kalaupun mau ngebis juga harus naik bis dua kali.
Saya mendapatkan tempat duduk di samping seorang petugas perkeretaapian yang kebetulan sepertinya sedang tidak bertugas dan akan pulang. Dari beliau saya tahu kalau pemberhentian terakhir kereta ini di stasiun Gubeng Surabaya. WOW! transport dari Surabaya ke Kediri itu jauh lebih gampang. Kalau beruntung saya bisa naik kereta lokal yang jadwalnya dekat jadwal kedatangan saya.
Karena tadi malam tidak bisa searching karena tak ada sinyal, akhirnya saya meminta banyak bala bantuan, teman-teman yang ada di Surabaya, Ellen, Chetrin, Elma hingga Wheland yang tak tahu apa-apa tentang Jawa Timur pun saya mintai tolong gyahahahaa. Akhirnya saya tahu ada kereta lokal jam setengah sembilan dari Surabaya ke Kediri, kereta Rapih Dhoho. Tepat sekali kereta yang saya naiki sampai di Surabaya pukul 8.12 tapi khawatir juga kalau waktunya tdak cukup untuk membeli tiket Rapih Dhoho mengingat sekarang sudah H-7 lebaran pasti stasiun rame banget. Hahahaa tapi ternyata ada alternatif lain, yaitu turun di Jombang trus nungguin kereta Rapih Dhoho atau naik bus.
Setelah searching ternyata kereta itu sampai di Jombang baru jam 10 sedangkan Turangga sampai di Jombang jam 7 -___- bisa tua 3 jam menunggu kereta. Setelah diskusi dan mencari info di grup (ceritanya tengah malam sudah sampai di area yang gampang sinyal), akhirnya saya memutuskan untuk naik bis dari Jombang saja. Hahaha. Yosh, sekarang tinggal nge-lobby biar dibolehin turun di Jombang.
(Setelah akhirnya sampai Jombang juga)
Pada akhirnya saya tidak perlu melobby petugas. Tidak ada orang yang naik dan duduk di kursi saya jadi saya santai saja. Kursi samping saya sempat diisi mbak-mbak yang iseng banget Madiun- Jombang naik kereta eksekutif hahahaa. Ternyata dia lulusan ITS. Banyak cerita yang saya dapat. Cerita yang cukup membuka pikiran saya. Bagaimana kehidupan dia dulu di kampus yang dekat dengan dosen, bagaimana pendapatnya terhadap pendidikan saat ini. Saya lebih banyak mendengarkan.
Tiba di Jombang kami turun bersama. Berpisah di stasiun. Dia menunggu jemputan, saya nunggu bus jurusan Tulungagung yang ternyata lewat depan stasiun banget. I took neither Harapan Jaya nor Pelita Indah like what my friends and my dad said. I took Baruna instead. Bus ini bus ekonomi AC. Saya yakin dulunya saat masih baru bus ini bagus. Saat saya tumpangi, bus ini sudah mirip seperti bus ekonomi yang lama.
Jika kalian ingin melihat bagaimana keadaan Indonesia maka kalian perlu naik kereta ekonomi atau bus ekonomi atau mendatangi pasar-pasar tradisional (that's what I thought). Di sana kalian akan melihat bagaimana kehidupan rakyat, bagaimana wajah Indonesia, ya karena negara itu tercermin dari orang-orangnya haha. Saya temui beberapa jenis pekerjaan yang "berkeliaran" di bus. Pengamen (saya sebal dengan pengamen yang tadi pakai gitar, bukan karena ngamennya, tapi kaosnya), mulai dari yang pakai gitar, karaoke hingga hanya menyanyikan nadzoman. Saya juga menemui banyak penjual makanan walaupun sekarang sedang bulan Ramadhan. Juga penjual tutup panci dan semacam alat jahit untuk sol, juga ada penjual buku.
(FYI)
Nadzoman : Semacam sajak yang dilagukan. Biasanya berisi ilmu pengetahuan. Ini adalah metode hafalan yang biasa digunakan di pendidikan ala pesantren.
Bus yang saya tumpangi sempat berhenti cukup lama. Sopir busnya istirahat. Kaget sekali selama perjalanan saya mengetahui ternyata banyak sekali orang yang tidak berpuasa. Ah, kalau memang udzur ya gimana, Nal?
Sekitar satu jam perjalanan akhirnya saya sampai di tempat pemberhentian yang saya inginkan. Tiga kilometer lagi dari rumah. Hahaaa