Idul Fitri 1436H

Allaahu Akbar Allaahu Akbar Allahu Akbar, Laa ilaaha illallaah, Huwallaahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillaahil Hamd ~

Alhamdulillah, hari ini sudah Idul Fitri. Sayang sekali harus meninggalkan Ramadhan. Pertanyaannya, sudahkah Ramadhan yang telah berlalu dimanfaatkan semaksimal mungkin?

Kali ini saya akan banyak bicara. Banyak sekali. Menceritakan apa yang ingin saya ceritakan di hari pertama Idul Fitri ini. Cerita, Pikiran, Renungan yang saya dapatkan di hari ini.

Sholat Ied
Pagi ini, untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya dapati keluarga saya sholat Ied. Walaupun belum seperti yang saya harapkan. Setelah beberapa kali membujuk ibu saya untuk ikut sholat Ied, tiba-tiba saja pagi tadi ibu saya mengiyakan. Menyenangkan sekali. Bersyukurlah kalian yang dari kecil sudah terbiasa sholat Ied, apalagi bersama keluarga. Pertama kali saya melaksanakan Sholat Ied adalah waktu saya masuk MTs, Sholat Idul Adha. Dan pertama kali saya sholat Idul Fitri adalah tahun lalu, ya, tahun lalu. Dari kecil saya tidak pernah diajak sholat Ied, saya hanya mempelajarinya di kelas, sangat kontras dengan adik saya. Saya pun belum pernah mendapati ibu saya ikut sholat Ied. Selama ini hanya bapak dan adik saya yang ke masjid. Tapi akhirnya kali ini saya berhasil mengajak ibu saya walaupun kami sholat ke langgar dekat rumah emak, bukan ke masjid yang sama tempat bapak dan adik saya sholat Ied. Tapi ini kemajuan. Semoga saja selanjutnya semakin baik, semoga selanjutnya kami sekeluarga benar-benar sholat Ied bersama, berangkat bersama, melaksanakan sholat di jamaah yang sama. Sekali lagi kawan, bersyukurlah jika kalian sudah merasakan nikmat kebersamaan Sholat Ied bersama keluarga, tidak semua orang bisa menikmatinya.

Tradisi Idul Fitri di Sekitar Rumah
Sholat Ied di sekitar rumah saya sebenarnya secara umum mirip-mirip saja dengan daerah lain. Yang unik adalah setiap keluarga membawa makanan. Lumayan banyak dan lengkap, (biasanya) nasi, mie, oseng2 tahu/tempe/kentang (kami menyebutnya sambal goreng), daging/telur (apapun, asalkan lauk), (ada juga yang menambahkan) sayuran yang diurap, buah (biasanya pisang), makanan penutup (biasanya apem, bahasa kerennya dorayaki jawa).

Usai sholat, seperti biasa ada ceramah, setelah itu biasanya ada halal bihalal, salam-salaman gitu. Nah, biasanya setelah ini orang-orang akan membentuk kelompok-kelompok, mengambil makanan yang sudah dibawa, satu kelompok satu wadah makanan (isinya sudah lengkap). Sebelum itu, makanan-makanan dalam wadah yang sudah dibawa ditukar. Setelah itu dilakukan doa bersama. Setelah itu orang-orang melakukan makan bersama. Di sinilah serunya. Kerukunan terasa sekali di sini. Senang sekali melihat orang-orang saling berbagi. Kalau masih sisa yaaa dibawa yang punya wadah, tapi dia tidak akan mendapatkan makanan yang dia bawa dari awal, dia akan mendapatkan makanan yang dimasak oleh orang lain. Di sini saya berpikir, mungkin maksud diadakannya budaya seperti ini selain untuk meningkatkan kebersamaan juga membuat kita saling berbagi dan menghargai.

Walaupun sudah melakukan halal bihalal di masjid, sepulang dari masjid kami akan berkeliling kampung, mendatangi rumah-rumah, memohon maaf satu sama lain. Tentunya sebelumnya sungkem dulu ke keluarga sendiri. Biasanya akan terbentuk blok-blok di sini, blok anak muda cewe, anak muda cowo, sekelompok orang tua yang rumahnya dekat dan sering berkumpul, blok geng anak-anak. Ah, ramai sekali dan semua orang memakai baju terbaik mereka yang setalah saya meyakinkan diri saya (karena saya kurang suka sesuatu yang kurang natural, orang-orang yang memakai baju tidak seperti biasanya terkesan tidak natural bagi saya) itu adalah upaya menghargai diri sendiri, orang lain, dan hari yang spesial ini. Kalau blok-blok itu bertemu di jalan maka jalan akan penuh karena semuanya saling menjabat tangan, memohon maaf. Sangat berbeda dengan lebaran yang sering saya saksikan di televisi, dimana lebaran hanya sungkem ke keluarga saja. Tradisi berkunjung ini punya dua nama sepanjang pengetahuan saya, nglencer dan sejarah.

Persiapan di rumah-rumah pun tak kalah. Sebelum hari raya orang-orang akan sibuk membersihkan rumah, mengelap jendela sampai kinclong, mengepel, menyapu halaman pagi-pagi buta, ada juga yang memberikan warna baru bagi rumahnya dalam rangka menyambut Idul Fitri. Menjelang Idul Fitri, banyak orang berjualan jajanan yang dijadikan suguhan. Jadi, tidak seperti di tempat lain yang saya tahu ada yang berkeliling hanya bersalaman, memohon maaf ke rumah-rumah atau malah ada yang menu khas nya makanan berat semacam opor ayam yang dinikmati bersama keluarga dan kerabat saja, di tempat saya kami diberikan berbagai macam suguhan saat kami berkunjung, umumnya makanan ringan semacam biskuit atau jenis kerupuk. Suguhan ini memang dibiarkan ada di ruang tamu terus selama lebaran. Saya sempat berimajinasi munculnya adat ini awalnya mungkin saat Idul Fitri dulunya orang hanya berkunjung satu sama lain, mungkin yang punya rumah juga belum ada persiapan apa-apa, ya seperti saat kita biasanya menerima tamu, tak tahu kalau hari ini ternyata ada tamu datang. Akhirnya mereka mengeluarkan suguhan. Karena yang bertamu banyak, maka dari awal suguhan tersebut sudah dipajang di ruang tamu. Hahaaa itu hanya imajinasi saya.

Bersyukur : pelajaran dari emak
Tadi saat saya di rumah emak untuk mengambil sepeda saya sempat istirahat sebentar. Lalu emak nyeletuk,

"Dina iki panas ya. Padahal wingi-wingi iyup. Apa merga dina iki wong-wong lagi seneng-seneng ya? paling kuwi welase Gusti Allah (saya lupa tepatnya kalimat ini gimana) Abdi-abdiKu lagi padha pasa, lagi pada tirakat, tak wehane iyup, adem."

Intinya, menurut emak saya, cuaca saat puasa yang lebih adem itu sengaja diberikan Allah sebagai bentuk kasihNya kepada hambaNya yang sedang bertirakat, sedang berpuasa, agar hambaNya tidak terlalu kehausan ataupun kelaparan. WOW. Bahkan saya tak terpikir akan hal sekecil itu. Saya mungkin tak pernah menyadari nikmat cuaca yang diberikan Allah selama ini.


Bersyukur : pelajaran dari bapak
Setelah maghrib, saya masih di rumah, menunggu ibu dan adik saya yang mau ngikut nglencer ke Mbesuk. sambil menunggu, tiba-tiba saja bapak nyeletuk. Intinya kurang lebih begini.

"Hari raya tuh longgar, La. Motor longgar, kita masih bisa jalan-jalan, masih bisa nglencer. Bersyukur. Masih bisa beli jajanan, masih bisa ngasih sangu ke anak-anak walaupun sedikit. Semuanya itu harus disyukuri.

Kalau dapat masalah juga gitu. Kalau yang dipikirkan cuma masalahnya saja ya pusing, ga selesai-selesai. Kuncinya jangan berputus asa dari rahmat Allah. Coba pikirkan nikmat yang lain. Masih banyak sekali nikmat dari Allah yang bisa kita syukuri. Ingat, La in syakartum la aziidannakum, itu harus jadi prinsip. Saat kita mensyukuri nikmat yang kita dapat, itu bisa membuka pintu keluar dari masalah yang dihadapi."

Pelajaran kehidupan dari orang tua teman
Barusan saya nglencer bersama om dan ibu saya ke dusun Mbesuk. Tujuannya ke rumah saudara-saudara dari pihak ibu. Kebanyakan di sana rumah embah-embah buyut saya yang kebanyakan mungkin tidak kenal saya saking jauhnya heuheu. Salah satu rumah yang kami kunjungi adalah rumah bu Kayah, entah bagaimana hubungan kekerabatan kami, saya belum tahu. Tapi anak bu Kayah ini teman sekolah saya dulu. Tadi bapak teman saya itu cerita tentang teman saya yang iseng banget tanya

"Pak, aku oleh pacaran?"
"Nek nurut agama ra oleh, nurut adat ya ra oleh, nurut bapak ya ra oleh. Ning nek mok lakoni ya rapopo. Toh mbesuk sing dipukuli malaikat awamu dewe, aku ra tanggung jawab. hahaa"

Cerita ini jadi memberikan pengetahuan cara mendidik anak. Hahaaa. Bisa menjadi salah satu alternatif mendidik anak nantinya, terutama kalau anaknya sudah gede, sudah bisa diajak mikir gitu. hihiii kok jadi ngelantur sampai sini.

Popular posts from this blog

Es Wawan