Posts

Showing posts from December, 2020

Penutup Perjalanan ke Negeri yang Jauh

Postingan terakhir seri Separuh Hatiku Tertinggal di Lyss ternyata cukup ngomporin mas-mas untuk nostalgia. Memang tanggal-tanggal ini adalah hari-hari bersejarah untuk kami berempat.

Tepat setahun lalu, kami sedang melakukan perjalanan ke Swiss. Menempuh penerbangan sekitar 18 jam termasuk transit 3 jam. Mulai dari 07 Desember 2019 pukul 00 GMT+7, hinggal 07 Desember 2019 sekitar pukul 12.00 GMT+1. Hari itu berarti kami punya 30 jam dalam sehari hihihi. Perjalanan yang penuh excitement.

***

Kali ini saya akan melanjutkan cerita perjalanan pulang. Kami tiba di bandara sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Masih ada waktu 4 jam hingga boarding. Kami berencana berkeliling terlebih dahulu.

Capek bawa-bawa. Nitip koper dulu.

Bandara Zรผrich menyediakan beberapa titik penitipan barang. Penitipan yang disediakan berupa loker otomatis. Titik terdekat yang kami temui ada di dekat Check-in 3: Loker SBB. 


Cara menggunakan loker ini dimulai dengan memilih loker mana yang mau kita gunakan. Loker yang dapat digunakan memiliki indikator warna hijau. Ada beberapa ukuran yang tersedia. Kami memilih loker ukuran XXL untuk menampung koper kami berempat. Alhamdulillah cukup.

Yang bisa digunakan adalah yang indikatornya hijau (kurang kelihatan sih ya)

Selanjutnya, tutup loker. Loker tsb kondisinya belum terkunci. Untuk menguncinya, kita harus membayar ke mesin pembayaran. Pilih nomor loker yang kita gunakan, masukkan uang yang harus dibayar atau gunakan kartu yang dapat diakomodasi seperti VISA, Mastercard, dll, maka pintu loker akan terkunci dan kita mendapatkan struk. Struk ini sekaligus menjadi kunci pembuka jika kita mau mengambil barang sebelum batas waktu habis.

Loker SBB berukuran XXL dikenai tarif 12 CHF untuk penyimpanan selama sekitar 6 jam. Setelah itu, kunci akan dikenakan tarif khusus. Loker akan terus terkunci hingga tagihan itu dibayar (saya ga paham sih bayarnya ke loket atau pas nge-scan struk keluar tagihan). Jika tidak kunjung diambil hingga 96 jam, petugas akan mengosongkan loker. Kemudian barang harus diambil di loket disertai pelunasan pembayaran.

Untuk membuka kunci sebelum 6 jam habis, struk yang didapat saat pembayaran tadi tinggal dipindai di mesin pembayaran.

Bayar dulu euy

Struknya jangan sampai hilang

Kesimpelan sistem ini bikin amazed. Kok saya ga kepikir sistem sesimpel itu sama sekali.


Keliling Bandara

Kami memutuskan berkeliling terlebih dahulu. Awalnya saya mau ngajak ke ETH Zurich atau keliling Kota Zurich naik tram. Tapi mas-mas lebih memilih mencari tambahan oleh-oleh lagi. Luar biasa kan betapa kami peduli akan teman-teman di Indonesia wkwk.

Tadi kami sudah sempat keluar bandara, sudah akan jalan kaki ke tempat yang diduga menyediakan oleh-oleh yang kami cari. Namun, keputusan kami jatuh pada eksplorasi yang di bandara semaksimal mungkin saja. Takutnya kalau di luar nanti kami kesusu-susu.

Suasana sore di depan bandara. Di depan bandara langsung bisa ditemui bus dan tram. Oh sungguh perencanaannya bagus sekali.


Tak lama setelah masuk lagi, sembari menunggu hasil pencarian lokasi dan perencanaan rute, di kejauhan kami melihat dua orang yang kami duga adalah orang Indonesia. Mereka terlihat menuju bandara.

Ternyata benar. Mereka orang Indonesia. Ibu dan anaknya. Bu Esti namanya. Beliau asalnya dari Nganjuk. Sungguh dekat. Kami lupa tidak menanyakan nama anaknya.

Foto bareng Bu Esti. Semoga Bu Esti dan keluarga sehat dan sejahtera selalu.

Bu Esti ini sudah lama tinggal di Swiss. Suaminya bekerja di sana. Anaknya pun sudah sejak kecil di Swiss. Waktu itu sudah sekolah setingkat SMP. Saya melihatnya ni bocah jadi terkesan keren gitu sih. Kan dia jadi harus menguasai banyak bahasa sejak kecil, minimal Bahasa Indonesia dan Bahasa Jerman. Tapi besar kemungkinan dia juga menguasai Bahasa Inggris, juga Bahasa Jawa. Kereeeen.

Setelah puas ngobrol, kami berpisah. Bu Esti dan anaknya mau jalan-jalan. Jalan-jalannya beliau memang sering ke bandara. Katanya jelas 24 jam buka. Kalau yang lain di luar fasilitas umum seperti bandara dan stasiun kan pas weekend biasanya tutup. Belanjanya beliau untuk sehari-hari juga di sini. Pantas saja di swalayan bandara ada yang jualan sayuran hahaha. 

Kami lanjut mencari swalayan yang diduga menyediakan apa yang kami cari. Kami menuju MIGROS.

Saya ga terlalu tertarik dengan oleh-oleh cokelat yang mainstream (ya meskipun beli juga sih wkwk). Di MIGROS saya dapat kalender, buku tulis, teh, dan mainan buat ponakan. Selebihnya saya beli kopi dan cokelat, urun dengan Mas Nugroho, sebagai oleh-oleh untuk teman-teman kantor.

Setelah itu, kami mengambil koper. Karena dirasa cukup, kami menukarkan sisa uang saku kami. Biar ga jajan lagi.

Ternyata ada satu lagi tempat yang perlu kami kunjungi: Toko Edelweiss. Kabarnya di sana menjual pernak-pernik. Sebenarnya ingin ke sana karena ada titipan yang belum didapat. 

Ternyata benar. Di sana saya mendapatkan gantungan kunci yang dicari di manapun sejak kemarin-kemarin tidak ketemu. Ada juga pisau lipat yang katanya khas Swiss, magnet kulkas, dll. Harganya memang epik hahaha tapi bagus.

Karena uang sudah ditukar (yang saya kira) semuanya (nyatanya ternyata ketinggalan 20 CHF belum ditukar), akhirnya saya menggunakan kartu debit Jenius untuk membayar di Edelweiss. Praktis. Mas-mas komen, "Kok ga dari kemarin bilang punya Jenius sih. Tau gitu ga usah tuker-tuker duit dan jatuhnya "hilang" cukup banyak kan."

Hahaha. Memang transaksi pakai debit Jenius tidak dipungut biaya admin meski di luar negeri asalkan melayani kartu VISA. Kalau yang lain kan biasanya kena biaya admin (setau saya 20rb rupiah per transaksi), akhirnya opsinya pakai kartu kredit. Kursnya Jenius pun sesuai dengan kurs saat itu. Jadi ga perlu tuker2 uang yang biasanya dipotong untuk jasa penukarannya. Kalau ke luar negeri, pakai Jenius ini asik sih. Yah promosi.

Semua sudah didapat. Tinggal check in dan santai menunggu. Kami sholat di pesawat saja biar ga pekewuh.

Untuk makan malam, kami hendak mengandalkan makanan berat di pesawat ๐Ÿ˜‚ Oleh karenanya, kami mengganjal perut dengan waffle yang saya beli di MIGROS tadi. Isinya 4, pas masing-masing satu. Dipadu dengan madu yang dibawa Mas Kridanto, rasanya mantap.

Rasanya badan capek sekali. Pagi-pagi belajar, langsung lanjut perjalanan dan berkeliling jauh. Kantuk mendera. Sambil menunggu, saya pamitan ke Pak Ferry. Kami bertemu di Bandara Zurich saat kami tiba di Swiss. Senang sekali saya didoakan suatu saat mendapatkan kesempatan belajar di Swiss lagi. Semoga Pak Ferry dan keluarga senantiasa diberikan kesehatan dan kesejahteraan.

"InsyaAllah lain waktu semoga ada kesempatan lagi belajar di Swiss".
Waktu chatnya sudah ganti jadi waktu Indonesia wkwk. Selisih 6 jam, jadi saat itu 18 Des 2019, pukul 21.00 waktu setempat. Ternyata flight-nya 21.55 ya ๐Ÿ˜… Lupa


Terima kasih, Allah. Atas kesempatan dan segala kebaikan yang sudah diberi. Semoga membawa manfaat bagi kami berempat dan orang-orang di sekitar kami, bahkan kalau bisa seluruh umat manusia. Hihihi. Semoga pengalaman itu menambah syukur kami.

Saatnya pergi. Tidak dapat tempat duduk di samping jendela.

***
Singkat cerita, perjalanan kami selanjutnya naik maskapai Emirates lagi. Transit di Dubai sekitar 3 jam. Lalu lanjut ke Indonesia. Total 18 jam perjalanan. Kami tiba di Indonesia sekitar pukul 22.00. Kalau dianggap pukul 21.55-00.00 berjalan normal, maka 19 Desember 2019 kami ada 16 jam + 2 jam menuju 00.00. Kami hanya punya 18 jam pada 19 Desember 2019 ๐Ÿ˜ฌ

Leren dhisik ning Dubai, Bosque

Semakin bersemangat untuk pulang. Tak dapat tempat duduk samping jendela lagi.

Demikian cerita perjalanan kami. Setibanya di Jakarta, setelah menaruh barang-barang di mess, kami mencari makan malam. Kelaparan. Akhirnya cerita perjalanan ini selesai ditulis tepat pada tanggal yang sama dengan keberangkatan kami dulu. 

Sudah setahun. Petualangan 10 hari yang menyenangkan dan tak terlupakan. Alhamdulillah.

Akhirnya makan ada daging ayamnya meski sedikit ๐Ÿ˜† Sudah ganti hari. 20 Desember 2020, 00.30. Obrolan tentang Swiss masih sangat hangat.



Separuh Hatiku Tertinggal di Lyss - Hari terakhir

Pelatihan saya dan mas-mas sebenarnya dijadwalkan berakhir pada hari Selasa, 17 Desember 2019. Namun, sungguh waktu pelatihan yang hanya seminggu dengan materi yang padat merayap, ditambah memang kami benar-benar datang dengan tanpa background sama sekali membuat kepala kami overflow. Kami perlu waktu tambahan.

Oleh karenanya, hari Rabunya, yang harusnya kami bisa main-main karena flight masih pukul 21.00, kami meminta kolega kami merelakan setengah hari mereka sebagai waktu tambahan mengajari kami. Baik sekali mereka mau. Itu pun kami masih dikasih makan siang yang lezat: masakan Amanda yang dikhususkan untuk kami karena yang lain menunya pakai daging sedangkan kami ga mau makan daging sana ๐Ÿ˜

Sejak Selasa malam, saya sudah merasakan perasaan yang tidak bisa saya deskripsikan. Rasanya sangat mirip dengan saat akan meninggalkan Bandung. Ada rasa tak ingin pergi. Kali ini, hanya saya yang emosional seperti ini. Mas-mas begitu bahagia akan pulang.

Pagi-pagi, saya mengambil beberapa gambar sudut-sudut yang saya ingin kenang. Yang paling utama adalah halaman parkir dan rumah yang terlihat dari balkon kamar. Suasana berangkat kerja juga rasanya ... aha sepertinya saya ingat nama rasanya ... sendu.

Obrolan dalam Bahasa Jerman dari halaman parkir yang terdengar sampai balkon kamar bikin tempat ini kesannya spesial di hati

Saya membayangkan bisa say hi sama penghuni rumah itu ๐Ÿ˜…

Sarapan terakhir di Swiss kala itu. Terpaksa pakai meja yang tidak biasanya karena yang biasanya sedang digunakan orang lain ๐Ÿ˜ถ

Perjalanan menuju tempat pelatihan pada hari terakhir. Sendu.

Setengah hari belajar, setelah makan kami diantar Mas Schwab ke hotel untuk mengambil barang untuk kemudian dia mengantar kami mencari oleh-oleh sebentar. Tempat membeli oleh-oleh di sana yang direkomendasikan oleh Mas Schwab adalah Kambly. Di sana dijual berbagai jenis snack ala Swiss. Saya sendiri membeli Bretzeli, sejenis biskuit yang seingat saya ada rasa jahenya. Selain itu, saya juga beli cokelat dan pernak-pernik (tentu saja keduanya tidak dibeli di Kambly) yang sebagian urunan dengan mas-mas sebagai oleh-oleh untuk teman-teman kantor.

Biskuit di pojok itu adalah Bretzeli. Oleh-oleh favorit saya.

Masih bersama Mas Schwab, kami diantar hingga Stasiun Lyss. Agak terburu-buru karena kami tiba mepet jadwal keberangkatan. Kami berpamitan dengan Mas Schwab dengan singkat. Ditutup dengan janji Mas Schwab untuk mengunjungi Indonesia.

Sambil menggeret-geret koper, kami lari-lari menuju kereta. Sempat berpapasan dan menyapa seorang penjaga toko di convenience store stasiun, kalau tidak salah namanya Ahmad, dari Afghanistan. Kami kenalan beberapa hari yang lalu saat kami ke tokonya mencari oleh-oleh. 

Kereta kami berangkat sekitar pukul 14.00. Akan menempuh perjalanan kira-kira 3 jam menuju Zรผrich tapi transit di Bern dulu. Rasanya masih sendu. 

Kota ini, bahkan negaranya begitu ramah. Dulu saya disambut di negara ini dengan senyum dari petugas imigrasi yang kalau di tempat lain garangnya minta ampun. Selain itu diperlakukan dengan baik pula oleh orang-orang sana. Ya sempet kena sengak sih: oleh sopir bus dan petugas ticketing and information kereta di bandara tapi kesan besarnya, kota ini adem ayem kalem dan romantis. Apalagi di Swiss lingkungannya bersih dan bentang alamnya bagus banget (meski ga jalan-jalan jauh tapi kan kayak Grindelwald, Eiger gitu bagus banget. Lyss aja udah rapi apik gitu ๐Ÿ˜Š). Gampang banget bikin betah.

Saya ingin mengingat betapa selimut menyelamatkan diri dari dinginnya malam setelah heater mati. Heater di sana dimatikan setelah tengah malam. Mungkin asumsinya orang-orang sudah di bawah selimut jadi dimatikan saja.

Selimut penyelamat. Ke Swiss bawa 'Pergi' nya Tere Liye. Baru berapa hari udah habis dibaca.

Juga ingin mengingat berangkat ke tempat training serasa masih subuh. Tak lupa hiasan-hiasan suasana menjelang Natal. Natal sepertinya begitu meriah di sana. Pun betapa ramahnya kolega kami, lezatnya masakan Amanda, salju lebat hari Jumat, serunya berpetualang bersama mas-mas yang rasa-rasanya membuat pertemanan kami menjadi lebih lekat.

Persimpangan jalan dekat hotel, 18 Des 2019, 07:55:59 am

Meriahnya Natal menghadirkan ditebang dan dijualnya pohon sejenis spruce untuk pohon natal. (Potongan) Pohon yang tingginya mungkin tidak lebih dari 1,5 meter ini harganya lebih dari 1 juta rupiah.

Perjalanan kereta saat itu menjadi momen terakhir yang patut dikenang. Suasana hening dalam kereta yang terkadang diselingi suara obrolan - yang terdengar hangat - dalam Bahasa Jerman terkenang dengan apik. Suara kereta yang terdengar di peron stasiun juga demikian ngangenin.

Belakangan saya sering nonton video dari channel Youtube yang kreatornya tinggal di Swiss. Tiap melihat landscape-nya, saya diterpa rindu. Teriring doa, Ya Allah saya ingin ke sana lagi, semoga ada kesempatan ke sana lagi.

***

Sampai sini, kami sudah meninggalkan Lyss maka ga pas kalau cerita selanjutnya masih bertajuk hal yang sama. Jadi seri Separuh Hatiku Tertinggal di Lyss saya hentikan di sini.

Kali aja ada yang mau langsung nge-link ke tulisan Separuh Hatiku Tertinggal di Lyss lainnya, saya persilakan dengan senang hati.

Penginapan

Makanan

ุงู„ุซู„ุฌ

Itinerary

Aarberg und Biel

Bern Bagian 1

Bern Bagian 2

Wow! termasuk postingan ini ada 8 bagian dari Separuh Hatiku Tertinggal di Lyss. Semoga bermanfaat dan menghibur ๐Ÿ˜