Cerita Balik Rantau 28 Juli 2015
Alhamdulillah, akhirnya saya diijinkan kembali ke rantau oleh Allah. Saya yang awalnya berniat kembali ke Bandung tanggal 28 Juli kemarin pun sempat terbujuk oleh rayuan mbak saya untuk di rumah lebih lama. Namun rencana memang tinggal rencana, mungkin Allah tahu kalau saya akan sedikit setengah hati jika harus kembali lebih telat lagi. Saat saya ke stasiun untuk membatalkan tiket kereta keberangkatan 28 Juli itu, mbak-mbak petugasnya bilang kalau tiket saya tidak bisa dibatalkan karena memang kebetulan saya beruntung dapat kerete eksekutif yang lagi promo. Jadilah saya kembali ke Bandung tanggal 28 Juli kemarin, sesuai dengan niat awal.
Berbeda dengan mudik yang sebelum-sebelumnya kemarin saya harus menempuh perjalanan bersama bapak ke Madiun sebelum naik kereta. Salah saya sih, tidak mengecek kalau kereta yang saya tumpangi ternyata bermula di Surabaya dan saya bisa naik di stasiun lain yang lebih dekat dari rumah. Tapi tak apa, I was happy having that trip. Only two of us, me and my father. Bagi kami, perjalanan ini benar-benar menjadi pertama kalinya. That's what makes this special.
Secara keseluruhan kami menghabiskan waktu 2,5 jam untuk mencapai stasiun termasuk istirahat sholat ashar di masjid sekitar setengah jam.
Sebelum berangkat, bapak lihat peta dulu di buku Atlas Dunia. Beliau yang awalnya mengira Madiun itu jauh dari Kediri, mengira bahwa Madiun itu ada di baratnya Ngawi, akhirnya tahu kalau Madiun itu dekat. Tak sejauh perjalanan ke Surabaya yang bapak saya sudah biasa melakukannya. Saya yang sebelumnya tahu karena sudah browsing diam saja hihihi.
Berbekal baca peta sebelum berangkat, pengetahuan tentang daerah Nganjuk (daerah yang harus dilalui sebelum menginjakkan kaki di Madiun), dan petunjuk jalan, bapak saya mengantar saya. Untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke Madiun naik motor. Kami banyak diam selama perjalanan, mungkin pegal membuat kami diam hihi. Hingga kami akhirnya kami bisa menghilangkan pegal karena istirahat sebentar. Kami diminta sekelompok polisi untuk minggir. Ternyata lampu motor kami masih mati. Mungkin sempat dimatikan adik saya hahaa.
Sampai di Madiun, tanya sana-sini. set set set. Akhirnya kami menemukan stasiun yang dicari. Hampir bapak saya mengambil jalan masuk yang salah karena mengira jalan masuk motor itu ditutup. Padahal itu palang yang biasanya ada di parkiran yang otomatis membuka ketika kita sudah mengambil karcis parkir. Akhirnya saya bilang memang jalannya lewat situ. Dan itu menjadi pengalaman pertama bagi bapak saya menggunakan sistem parkir seperti itu. "Hahaa Orang desa" dalih bapak saya.
Kereta saya berangkat pukul 19.15 sedangkan kami sampai di stasiun 17.36. Akhirnya kami menunggu maghrib. Lalu sholat bergantian. Bukannya membiarkan bapak saya pulang, saya malah meminta untuk ditunggui sampai setengah tujuh. Ibu-ibu di samping saya sampai bilang "Udah, bapaknya biar pulang, entar kemaleman, kan jauh." Kata bapak saya "Pun, mboten napa-napa, tasik pengen ditunggoni, bocahe tasik kangen." Still, you are the best dad ever.
Berbeda dengan mudik yang sebelum-sebelumnya kemarin saya harus menempuh perjalanan bersama bapak ke Madiun sebelum naik kereta. Salah saya sih, tidak mengecek kalau kereta yang saya tumpangi ternyata bermula di Surabaya dan saya bisa naik di stasiun lain yang lebih dekat dari rumah. Tapi tak apa, I was happy having that trip. Only two of us, me and my father. Bagi kami, perjalanan ini benar-benar menjadi pertama kalinya. That's what makes this special.
Secara keseluruhan kami menghabiskan waktu 2,5 jam untuk mencapai stasiun termasuk istirahat sholat ashar di masjid sekitar setengah jam.
Sebelum berangkat, bapak lihat peta dulu di buku Atlas Dunia. Beliau yang awalnya mengira Madiun itu jauh dari Kediri, mengira bahwa Madiun itu ada di baratnya Ngawi, akhirnya tahu kalau Madiun itu dekat. Tak sejauh perjalanan ke Surabaya yang bapak saya sudah biasa melakukannya. Saya yang sebelumnya tahu karena sudah browsing diam saja hihihi.
Berbekal baca peta sebelum berangkat, pengetahuan tentang daerah Nganjuk (daerah yang harus dilalui sebelum menginjakkan kaki di Madiun), dan petunjuk jalan, bapak saya mengantar saya. Untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke Madiun naik motor. Kami banyak diam selama perjalanan, mungkin pegal membuat kami diam hihi. Hingga kami akhirnya kami bisa menghilangkan pegal karena istirahat sebentar. Kami diminta sekelompok polisi untuk minggir. Ternyata lampu motor kami masih mati. Mungkin sempat dimatikan adik saya hahaa.
Sampai di Madiun, tanya sana-sini. set set set. Akhirnya kami menemukan stasiun yang dicari. Hampir bapak saya mengambil jalan masuk yang salah karena mengira jalan masuk motor itu ditutup. Padahal itu palang yang biasanya ada di parkiran yang otomatis membuka ketika kita sudah mengambil karcis parkir. Akhirnya saya bilang memang jalannya lewat situ. Dan itu menjadi pengalaman pertama bagi bapak saya menggunakan sistem parkir seperti itu. "Hahaa Orang desa" dalih bapak saya.
Kereta saya berangkat pukul 19.15 sedangkan kami sampai di stasiun 17.36. Akhirnya kami menunggu maghrib. Lalu sholat bergantian. Bukannya membiarkan bapak saya pulang, saya malah meminta untuk ditunggui sampai setengah tujuh. Ibu-ibu di samping saya sampai bilang "Udah, bapaknya biar pulang, entar kemaleman, kan jauh." Kata bapak saya "Pun, mboten napa-napa, tasik pengen ditunggoni, bocahe tasik kangen." Still, you are the best dad ever.