Posts

Showing posts from February, 2021

Bersepeda, Bertujuan

Halo! Hore saya bersepeda lagi. Saya sepedaan lagi ke area Dungus. Today was the farthest. Harus ditantang untuk lebih dari sebelumnya dong. Hehe. Btw tulisan ini agak lebay lho wkwk.

Pada mulanya, saya berniat sepedaan sampai Pasar Dungus saja kemudian langsung balik kanan pulang lewat rute yang berbeda. Saya mengonfirmasi bahwa rasa "lebih mudah" yang terasa sebelumnya saat bersepeda ke Monumen Kresek adalah karena adanya teman. Kali ini saya sendirian. Untuk sampai Pasar Dungus saja saya sempat, "Mana sih pasarnya? Kok ga nyampe-nyampe."

Meski begitu, sesampainya di Pasar Dungus saya malah menolak rencana pulang.

"Masa udah sih? Coba naik lagi lah. Coba lihat kuatnya sampai mana."

Pertigaan menuju Monumen Kresek pun terlampaui. Ternyata jalanan yang telah terlewati selama ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan jalanan sesudah pertigaan ini. Tanjakan sepanjang jalan. Namun, ujian itu diimbangi dengan indahnya alam sekitar. Kanan-kiri jalanan masih seperti hutan. Bukan belantara. Mungkin lebih tepat disebut kebun karena masih diurus oleh pemiliknya.

Di beberapa titik terlihat petani di kebunnya. Ada yang sedang mencangkul, ada pula yang sedang istirahat bersama teman-temannya di bawah rindang pepohonan jati. Sebagian besar jalanan yang saya lalui begitu rindang, terkena efek dari kebun sekitar. Udaranya pun segar dan cukup dingin meski pada akhirnya kalah dengan tingginya suhu tubuh karena berolah raga.

Rasanya sudah cukup jauh saya mengayuh sepeda namun batas kekuatan dan ketahanan saya belum muncul.

"Kalau tidak menetapkan batas, menetapkan tujuan, jadinya begini ya? Tanpa arah yang jelas. Melakukan sesuatu yang ujungnya ga tahu di mana. Kalau begini bisa saja ga ada habisnya."

"Benar juga. Baiklah. Mari kita tentukan tujuan."

"Gimana kalau kita batasi sampai LLO"

"OK. Call!"

Ada yang tahu apa itu LLO? Lori Listrik Otomatis (kalau search lebih baik dimulai dengan kata kunci Lori Tambang saja). Tempat kerja punya prototipenya di sebuah workshop di Desa Kuwiran, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Yay. Akhirnya tujuan saya jelas.

Dengan sabar saya titi jalanan. Berganti gir berkali-kali. Paling sering menggunakan gir belakang nomor 1 (gir depannya ga diganti-ganti). Rasanya lama sekali saya mengayuh. Kaki mulai berkurang kekuatan kayuhnya. Terkadang, saya sedikit membungkuk. Logika saya berpikir itu akan mengurangi running resistance. Ga tau sih bener atau engga nyahahaa. Tapi memang posisi bersepeda agak membungkuk membuat kayuhan lebih ringan. Dugaan saya, it's either the aerodynamics (running resistance) or just the body positioning, seperti bagaimana ilmu tuas digunakan. Halah Nala bacot.

Rupanya target LLO ini beyond my expectation. Rasanya saya sudah sampai batas kekuatan saat itu tapi titik akhir tak kunjung terlihat. Perut yang belum diberi sesajen berkali-kali berkokok. Namun, enggan saya mampir ke warung. Pantang makan sebelum perjalanan kembali.

Sepanjang perjalanan, yang ada di pikiran saya adalah,

"Ini LLO nya mana sih? Kok ga nyampe-nyampe?"

"Ayo! Push yourself a little more! A little more! A little more! Ayo. Bisa!"

Akhirnya saya melewati gerbang masuk Desa Kuwiran. Optimisme naik. Sebentar lagi sampai. Kayuh lagi. Namun, rasanya kayuhan saya tidak juga kunjung menemukan tujuan akhir. Saya memutuskan berhenti di dekat sebuah pos kamling. Minum air putih yang sudah di batas-batas akhir. Di sana saya berpikir untuk berhenti saja, putar balik.

Hampir menyerah

"Shall I quit?"

"NO! Sudah sejauh ini. Ayo! NO QUITTING!"

Perjalanan dilanjutkan. Kaki rasanya sudah cukup lemas. Kayuh sekuatnya, sebisanya. Akhirnya kabar bahagia datang. LLO terlihat! Rupanya LLO sudah tidak jauh dari pos kamling tadi. Mungkin tidak lebih dari 300 meter jaraknya. 

Puas rasanya mampu mencapai target diri. Apalagi target yang ternyata di luar zona nyaman. Saya tuntun sepeda ke seberang LLO. Mengabadikan pencapaian.

Mantap, Nala! Love you!

Saatnya beristirahat. Dengan kaki masih lemas, saya tuntun sepeda naik ke area bangunan pemilik LLO. Di samping area LLO sebenarnya ada masjid unik, Masjid Ussisa Ala Taqwa namanya, yang lebih ajib untuk tempat istirahat. Namun, saya urung. Di sana ada beberapa bapak-bapak yang sedang bersih-bersih tamannya. Saya memilih duduk di belakang gedung area LLO saja. Sendirian.

Perjalanan menuju LLO tadi membuat saya berpikir bagaimana jika tadi saya benar-benar memutuskan untuk putar balik? Saya tidak akan tahu bahwa ternyata tinggal sedikit lagi tujuan sudah di depan mata. Saya tidak akan tahu bahwa diri saya mampu melebihi batas diri hingga bisa sampai di tujuan.

Menilik hidup saya yang lebih banyak dalam mode "jalan saja", dari sini saya tersadarkan bahwa punya tujuan atau target itu ada pentingnya juga. Tidak hanya agar tidak melakukan suatu seperti tiada habisnya tapi juga ada alasan memaksa diri to push it a little more.

Pukul 8.45 WIB saya beranjak putar balik. Saatnya pulang. Pikiran yang terus bermunculan selanjutnya adalah, "Lapar! Makan di mana ini sendirian begini?"

Capaian baru: 40,3 km. Gradiennya ga tahu berapa 😁


24/7

Jadi gini. Belakangan saya merasa waktu sempit sekali. Rasanya kegiatan saya begitu-begitu saja tapi kok rasanya tiba-tiba malam. Waktu untuk diri sendiri terasa kurang.

Ingat postingan ini? Mirip seperti itulah yang saya rasakan belakangan ini. Rasanya waktu untuk "belajar" dan "berbincang" jadi kurang. Saya semakin sadar bahwa waktu kerja 8 jam sehari (atau paling mentok 9-9,5 jam kalau ditambah istirahat) adalah hal yang "Ya memang lumrahnya segitu. Kalau kamu lembur-lembur, itu ga lumrah."

Saya juga membayangkan misal saya udah berkeluarga nanti trus kegiatan saya kayak begini kok kayaknya rumah jadi kayak monoton amat. Kalau tetep kayak gitu, waktu buat keluarganya kapan? Tapi saya kayaknya gamau menghilangkan rutinitas workout saya eheheee. Seru tau.

Wah gara-gara ini saya jadi tersadarkan kenapa orang-orang yang sudah nikah biasanya sulit buat diajakin main. Selain karena urusan "menjaga hati" atau sekadar "ya lumrahnya kan begitu", ternyata waktu yang terbatas ini berpengaruh besar.

Urusan duniawi ini begitu banyaknya ya. Sampai-sampai waktu 86.400 detik itu tak cukup. EH 86.400 DETIK??? Kok ternyata sehari memang singkat. 

Makin Tua Makin Ribet

Saya ga tahu ini beneran atau engga. Saya perhatikan, semakin bertambah usia, hidup jadi makin ribet. Banyak hal yang kalau anak-anak atau remaja yang melakukan ya santai aja tapi kalau orang dewasa jadi lebih banyak dipikir gitu.

Semakin bertambah usia memang semakin banyak bias dalam hati dan pikiran. Untuk berbaik hati saja harus mempertimbangkan ini-itu. Bisa dikira ada perasaan sama seseorang, bisa dikira cari perhatian, bisa dikira selingkuh, bisa dikira macam-macam. Padahal bisa saja kan ya memang sudah sangat dekat seperti keluarga sendiri, bisa saja kan orang itu memang melakukan tanpa ada embel-embel apapun. Tidak adakah yang percaya bahwa kemurnian hati itu ada di dunia ini?

Sumber gambar: Best Health Magazine

Curhat sedikit. Menyebalkan sekali ketika ingin berteman dengan seseorang kemudian (sepertinya) disalahartikan oleh yang bersangkutan. Jika dia tidak setuju dengan gagasan orang tsb menyukainya, akhirnya tembok tak kasat mata tumbuh dengan alasan yang tidak masuk akal sama sekali: kesalahpahaman.

Sedikit lagi. Menyebalkan sekali melihat adanya fakta omongan di belakang oleh suatu kaum terhadap kaum yang lain. Berbagai asumsi dan kalimat (mungkin) iri atau tidak terima dimunculkan oleh kaum yang pertama tanpa mengetahui bagaimana kondisi kaum kedua yang sebenarnya. Tanpa mengetahui bahwa kaum kedua merasakan sakit hati yang begitu dalam hanya karena mengetahui fakta adanya omongan di belakang. Tidak adakah sebersit pikiran yang mampu mengalihkan asumsi buruk menjadi asumsi yang baik? 

Ribetnya apa lagi? kayaknya banyak.