Posts

Showing posts from April, 2017

Mengenang Masa MTs - Sholat Dhuha dan Yasin

Jika ditanya masa sekolah mana yang paling berkesan bagi saya, saya akan menjawab "saat MTs alias SMP". Ya memang berbeda dengan yang kebanyakan orang bilang, katanya masa yang paling indah itu masa SMA. bagi saya masa MTs kok. Mungkin karena di masa itu saya beralih ke teenager beneran, ga terlalu kecil kayak anak SD dan ga setua anak SMA yang menurut saya mulai beranjak ke level dewasa. Mungkin juga karena di masa itu saya masih sangat polos dibandingkan sekarang, namun tidak sepolos dan se-haha-hihi masa SD. Mungkin juga karena di masa MTs ada bumbu-bumbu asmara ala anak literally baru gede dalam kehidupan saya wkwkwk.

Ohiya, jika ada yang belum tahu, MTs itu singkatan Madrasah Tsanawiyah, sekolah setara SMP namun bernuansa islami. MTs dikelola oleh Departemen Agama (setahu saya), bukan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jika ditanya lebih detilnya, kelas berapa yang paling berkesan dan menyenangkan? Saya akan menjawab "kelas 8". Kenapa? Karena Itu bukan tahun pertama saya mengenal teman-teman. Kelas 9 saya diberikan teman sekelas yang baru jadi kelas 8 adalah satu-satunya kelas masa MTs yang hubungan saya dengan teman sekelas sudah lebih dari satu tahun. Di kelas 8 juga saya mengalami puber yang pertama hahahaa. Di kelas 8 juga saya mengalami yang tadi saya bilang bumbu-bumbu asmara wkwkwk. Dan teman-teman MTs yang paling srawung sampai saat ini adalah teman-teman kelas 8H. Mungkin ini implikasi dari kami yang satu kelas selama dua tahun : ikatan kami lebih erat dibandingkan teman sekelas kelas 9. Bahkan sepertinya saya sudah lupa beberapa nama dan wajah teman sekelas 9C. Mianhae.

Sebenarnya nostalgia ini dimulai karena saya mendengarkan murottal Surah Yasin. Surah Yasin membawa kenangan tersendiri dengan MTs. Dulu, di MTsN Bandar Kidul Kediri 1, setiap Jumat jam pelajaran pertama diisi dengan sholat dhuha berjama'ah. Semoga saja sampai saat ini dan seterusnya masih ada agenda seperti ini karena menurut saya ini adalah hal yang positif.

Kami satu sekolah sholat berjama'ah bersama, kecuali mereka-mereka yang berhalangan. Tak lupa Bapak dan Ibu guru juga. Kami tidak sholat di masjid karena MTs kami tidak punya masjid eh musholla yang cukup untuk menampung satu sekolah dalam waktu yang bersamaan. Kami sholat bersama di lapangan basket. Agenda setelah sholat dhuha berjama'ah adalah membaca Surah Yasin. Ya Surah Yasin. Di daerah saya, biasanya hari Jumat itu bacanya Surah Yasin, sekalian juga mengirim doa ke orang yang sudah meninggal. Baru setelah saya kuliah saya tahu bahwa ada juga yang bacanya Surah Al Kahfi. Apapun itu bacaannya, semuanya tetap Al-Qur'an kok. Diniati ibadah saja.

Mungkin ada pertanyaan kok sholat dhuha berjama'ah sih. Ya memang setahu saya sholat dhuha lebih afdhal dilaksanakan munfarid atau sendiri-sendiri tapi setahu saya juga, bukan hal yang salah untuk melakukannya secara berjama'ah. Lagipula, sebenarnya saya ingin menyoroti pendidikan moral yang ditanamkan di kegiatan simpel ini. Eh pendidikan moral atau apa ya, apapun namanya deh.

Membiasakan hal baik
Sholat Dhuha adalah sholat sunah yang sangat dianjurkan. Dan menurut saya, untuk dapat melakukannya tanpa keberatan, diperlukan pembiasaan sejak dini. Nah, di sini poin positif kegiatan simpel yang diwajibkan di MTs tempat saya menimba ilmu dahulu. Mereka membuat kami terbiasa Sholat Dhuha (walaupun karena kewajiban) paling tidak empat roka'at dalam seminggu. Apalagi ditambah sholatnya di luar ruangan, bersama alam. Sekarang saya ngebayanginnya kok indah ya. Sambil dzikir secara fisik, juga merenungi indahnya alam saat itu. Waaaa jadi pengen lagi.

Dan mungkin karena lingkungan dan kebiasaan itu, saya akui, saat di MTs adalah saat dimana saya paling sering sholat dhuha selama saya hidup hingga saat ini. Jam istirahat pertama, saya dan teman-teman biasanya berebut segera ke musholla agar mendapatkan mukena (biasanya kami ga bawa mukena sendiri wkwkwk). Bayangin coy, dulu saya dan teman-teman sesemangat itu buat sholat dhuha sekedar dua roka'at. Lha sekarang, Nal? Ngglele!

Mengajarkan Kejujuran
Terutama bagi yang cewe. Sering ada yang duduk bersama mereka yang berhalangan karena lupa tidak membawa mukena. Namun saat ditanya guru beneran berhalangan atau engga, bilangnya beneran berhalangan. Saya pun juga pernah begitu. Hahahaa.

Membuat Dekat dan Manusia itu Sama
Saya baru sadar sekarang ternyata agenda mingguan massal satu sekolah itu mengajarkan bahwa kami semua di hadapan Allah itu sama. Saat sholat, tak ada bedanya kami dan guru-guru. Semua sama. Yang cowo sama-sama pakai kopyah, yang cewe sama-sama pakai mukena. Saat membaca Surah Yasin bersama juga tak ada bedanya.

Saat sholat, Guru-guru membaur di antara kami para siswa-siswi. Saya baru sadar, hal ini sebenarnya seperti menghilangkan barrier antara guru dan murid. Secara tak sadar menjadi alat untuk mendekatkan guru dan murid. Keren kan kalau pas sholat sampingnya bapak kepala sekolah trus abis itu sempet ngobrol enteng dengan beliau.

Kesadaran Diri dan Gotong Royong
Kami tidak membawa sajadah untuk sholat di lapangan. Sekolah menyediakan banyak tikar untuk alas sholat. Setiap Jumat pagi, orang yang biasanya bersih-bersih sekolah juga menyiapkan tikar-tikar ini. Tidak sepenuhnya disiapkan. Hanya ditempatkan dalam keadaan masih tergulung berdasarkan perkiraan seberapa panjang itu bisa tergelar. Selanjutnya, jika akan digunakan, kami menggelarnya sendiri.

Seusainya, biasanya kami bergotong-royong menggulung kembali tikar dan mengumpulkannya jadi satu atau kadang sekalian dimasukkan ke karung kalau kami melihat karungnya. Semuanya berdasarkan kesadaran diri. Saya sih mikirnya ini salah satu media yang secara tidak langsung mengajarkan kepekaan sosial dan gotong royong.

Mungkin terkesan seperti dicari-cari pelajarannya dari hal sesepele itu. Tapi ya memang itu yang saya pikir dan rasakan sekarang.

Voluntary Activity part 1 - 김천신일초

Assalaamu'alaikum! 

Tanggal 21 April kemarin saya ke kota sebelah, namanya Gimcheon. Saya ke sana karena sebuah misi berjudul voluntary activity. Walaupun judulya begitu, motivasi awal saya sebenernya adalah karena uang. Ya kan di sini saya butuh uang untuk bertahan hidup.

Waktu itu saya ditugaskan ke 김천신일초 bersama Fadhil dan Agung. Tak lupa Pyeongju ada sebagai buddy kami. Dia yang menranslate segala perkataan kami sehingga dapat ditangkap oleh murid-murid di sana. Btw 김천신일초 itu kalau diartikan, SD Shin Il Gimcheon. Dan waktu itu kami bertiga kebagian present ke anak kelas 3.

Sebenarnya waktu itu jadwal saya jam 10.30 am kalau ga salah. Nah tapi kan buddy kami cuma satu orang buat bertiga. Jadi, better to go together kan. Daripada nyasar. Akhirnya kami menyesuaikan Fadhil yang jadwalnya jam 9 pagi. Kami sepakat naik kereta yang berangkat 7.45 am. Kami akan naik bus 57 yang katanya jadwalnya jam 7.07 dari kampus.

Jumat itu, saya sudah siap di bus stop kampus sejak jam 7 kurang tuh. Sebenernya pas sebelum nyampek bus stop saya sempet lihat bus 57 meninggalkan bus stop. Ya ga mungkin naik itu, masa saya ninggalin Agung sama Fadhil. Saya sih tenang saja soalnya setahu saya ada beberapa bus yang menuju stasiun Gumi. Pas Fadhil sudah datang, ada nih bus yang kayaknya akan ke gumi-yeog (stasiun gumi), eh entah kenapa waktu itu kami ga naik. Kalau ga salah sih kami masih mencari2 di papan, bus ini beneran ke gumi-yeog atau engga, kalau ga gitu waktu itu si Agung belum dateng -,- Udah deh waktu itu panik. Sampai sekitar 7.15 am takkunjung kami menemukan bus yang ke gumi-yeog. Begitulah. JANGAN PERCAYA JADWAL YANG DIBERIKAN APPS, kecuali kayak SG yang menyuguhkan gps busnya sekalian. Setelah mengalami kegalauan, akhirnya kami memutuskan untuk naik taksi. Waktu itu terlalu pagi, tak ada taksi di tempat parkiran taksi kampus. Duh, makin panik. Saya sih telat trus tiket kereta hangus gapapa. Lhah ini masalahnya Pyeongju udah nungguin di sana. Ga enaknya sama Pyeongjunya, bukan sama tiket keretanya.

"Kayaknya kita harus ke perempatan depan kampus sih."

Jalanlah kami ke sana. Baru saja keluar gerbang kampus, kami melihat ada bus 195 di kejauhan hendak menuju kampus.

"Coy, itu 195."
"Buru-buru ke halte depan aja!"

Harapan terakhir nih sebelum pilihan naik taksi yang jatohnya lebih mahal. Larilah kami bertiga. Si Fadhil sugoi banget, larinya keliatan enteng banget coy. Saya ... baru berapa meter udah ngos-ngosan. Dan terima kasih Voluntary Activity part 1, saya jadi tersadarkan, saya sangat kurang olah raga. Waktu itu pas lah. Busnya nyampe pas saya nyampe halte. Eeeeh pas nanya Ahjussi,

"Gumi-yeog?"
Isyarat tangan yang artinya engga.

Buset. Udah lari-lari, ngos-ngosan, kayak orang kehabisan nafas, eeeeeh yang dikejar tenyata bukan yang dicari. Beruntung waktu itu ada taksi yang baru datang menurunkan penumpang di perempatan samping halte situ. Satu-satunya taksi yang ada. Langsung sambar ...

"Gumiyoeg juseyo."

Kami sampai di stasiun sekitar 10-15 menit sebelum kereta berangkat.Pyeongju sudah menunggu di puncak tangga masuk-keluar. Lalu kami membeli tiket untuk Fadhil yang kami kira sudah beli tiket dari kapan hari, ternyata belom. Di sana kami ketemu Kevin, anak Bangladesh (lupa namanya), dan buddy mereka. Mereka juga ke Gimcheon namun beda sekolah dengan kami. Beruntung masih keburu. Tak terlalu mengecewakan hati buddy lah.

Btw hari itu baru hari kedua setelah hari sebelumnya saya berinteraksi degan Pyeongju. Dan kesan sejak hari pertama pun adalah "Buset ni orang baik banget sih. Santai juga gitu pembawaannya." Iya dia baik banget dan for me, he is an easygoing person.

Well, sekolahnya memaksa untuk olahraga di pagi hari karena jalannya naik banget. Viewnya lumayan bagus. Sepanjang jalan, kami diliatin anak SD yang lewat nih. Haha. Anyway, menurut saya, kota Gimcheon lebih manusiawi, lebih terlihat ada kehidupan dibandingkan Gumi, tempat numpang saya sekarang. Ya mungkin karena di Gumi, saya keluarnya pas jam kerja. Hahaa


Anyway, ternyata sekolah SD di Korea rata-rata ga pakai seragam. Kata Pyeongju, biasanya yang pakai seragam itu sekolah yang elit dan bagus gitu. Trus seperti di tivi-tivi, sekolah di sini pakai sendal khusus di sekolah. Sepatu yang dibawa dari rumah disimpan di loker. Sekolahnya bagus banget. Jauh jauh jauh lebih bagus daripada SD saya dulu. Ya iya lah Nal. Ngebandiginnya sama sekolah berbangunan bagus di kota gedhe lah.

Waktu itu kami akhirnya masuk kelas bareng-bareng saja. Key personnya presentasi, dua yang lainnya lihat doang sama ngefoto-foto. Dari ketiga kelas tersebut, kami berempat mendapatkan kesimpulan : keaktifan kelas bergantung dari wali kelasnya. Kalau wali kelasnya cewe cenderung lebih aktif, lebih hidup dibandingkan dengan yang wali kelasnya cowo. Sayangnya, saya dapet yang kelas berwali kelas cowo. Seharusnya ini kelasnya Agung tapi karena Agung memperbaiki presentasinya dan tak ada waktu lagi, ya gitu deh, jadinya saya yang ngisi. Mungkin juga efek saya yang ga easygoing untuk mereka jadi kelasnya kurang aktif.

But overall, that was really really fun. Di kelas ketiga, ada anak yang kayaknya penasaran sama saya gitu. Kayaknya sih. Ge er doang kali ya.


Bangku di foto itu tuh yang kelihatan penasaran sama saya. Mereka berkali kali ngelihatin saya. Trus ngajakin ngobrol yang sebenernya saya juga ga ngerti.

Waktu itu, saking mereka seneng dan penasarannya sama kami kali ya, setelah kami keluar dari kelas terakhir, akan menuju basecamp, "bye-bye" seperti tanpa henti. Beberapa dari mereka nengok ke basecamp kami trus bilang "bye". Trus pas kami lewat, akan ke tempat makan, dari ketiga kelas yang kami masuki banyak yang nengok keluar kelas bilang "bye" seperti tanpa henti. Hahahaa Seneng bangeeeeeet.

Hari itu kami beruntung sekali, kami diberi makan siang, dan menunya bisa saya dan fadhil makan. Hari itu menunya nasi dicampur jamur sama daging sapi, fishcake, buah pear, dan tentunya kimchi. Alhamdulillaah. Sesudah itu, kami diantar langsung oleh kepala sekolah ke stasiun gimcheon. Langsung naik mobil bagus beliau. Ahahaaa. Baik banget dah. Benar-benar ngajeni tamu.

Saat pulang, kami masih satu kereta. Kami berpisah dengan Pyeongju di Gumi Station karena Pyeongju langsung lanjut ke Busan. Ada meeting penting katanya. Wah terima kasih banyak Pyeongju. Kamu baik sekali. Hari itu sangat menyenangkan. Senang berteman denganmu.

Well, pokoknya hari itu sangat-sangat-sangat menyenangkan. Sangat seru. Terima kasih Allah, memberikan kesempatan sedemikian menyenangkan.

Anyway, foto-foto voluntary activity dapat dilihat disini.

Fear

Saya ga tahu apakah ini pantas untuk dipost atau tidak. Saya sedang takut. Takut akan apa yang telah dan sedang saya lakukan. Takut jika yang saya lakukan sekarang ini maupun yang sudah-sudah hanya untuk menuruti hawa nafsu. Takut yang saya lakukan tidak berfaedah, tak memiliki nilai, tak ada artinya. Apakah saat ini saya melakukan hal yang benar? Saya tak tahu. Saya takut selama ini saya hanya memaksakan kehendak saya pada Tuhan. Saya benar-benar takut jika memang benar begitu adanya. Karena jika ya, jika itu memang hanya kehendak yang saya paksakan, bukankah belum tentu itu memang terbaik untuk saya? Tapi, bukankah, Allah itu Iradah, bukan Karahah?

Lagu Unyu :3

Nemu lagu unyu. Lagunya cewe banget ternyata. Tumben, Nal. Setelah tahu arti liriknya, sampek kepikiran, "Wah lagu buat suami nih. Apa nanti pas nikah nyanyi ini buat suami ya? wkwkwk". Udah sok mikirin nikah aja lu, Nal -,-

Judul lagunya Torisetsu. Dinyanyiin Kana Nishino. Kalau kata gugel translate, torisetsu artinya instruksi manual. Ya emang lagunya isinya instruksi manual bagaimana men-treat cewe sih. Agak-agak bikin geli gitu sih liriknya hahaha. Sepertinya music videonya tidak dishare freely. Hahaha adanya video konser wkwkwk




Music videonya ga bagus-bagus amat sih menurut saya. Nemu video clipnya malah dari blog orang wkwkwk. Kalau mau lihat, disini. Uuuu lagunya kedengeran unyu

Ngomongin Bawang-Bawangan

Dari kecil, saya tidak suka segala jenis bawang. Mulai dari bawang merah dan bawang putih yang biasa digunakan ibu saya, bawang bombay, hingga daun bawang. Ohiya, ada juga bawang merah segedhe bawang bombay. Saya belum pernah nyobain tapi sepertinya akan sama saja : ga suka. Saya baru tahu jenis bawang itu saja.



Sebagai orang Jawa tulen, mayoritas makanan asin yang saya ketahui adalah yang bumbu utamanya bawang-bawangan. Sepertinya memang bawang-bawangan adalah bumbu utama segala jenis makanan asin, di samping garam. Aneh kan, gimana saya bisa makan sementara yang membuat makanan terasa enak adalah bawang-bawangan itu. Saya akui itu, tak sedap masakan tanpa bawang-bawangan. Tapi saya cuma ga suka kalau bawang-bawangannya masih terlihat wujudnya oleh mata saya. Oleh karena itu, ibu saya selalu mengulek bumbu-bumbu selama itu memungkinkan (yang ga mungkin kayak sayur bening tuh). Ga tau sih itu karena kebiasaan saja atau biar saya ga repot makannya. Kalau masakan yang menurut orang lain akan lebih sedap jika ditambah bawang goreng, maka ibu saya akan menyisihkan bawang goreng itu. Yang mau pakai bawang goreng ya silakan tambahin sendiri di piringnya. Hahaaa kalau saya makan masakan yang cara masaknya bawang2nya diiris2, saya akan dengan sabar menyisihkan bawang2 itu satu per satu sambil makan. Ya tak jarang kemakan satu atau dua gitu. Kalau sudah begini, kalau rasa raw bawang2annya masih terasa, saya bisa langsung muntah. Bukan muntah yang kayak muntah efek masuk angin gitu sih (ya walaupun sebenernya juga pernah), cuma kerongkongan mengembalikan sesendok yang baru saja saya makan dan meninggalkan rasa mual karena aroma bawang-bawangan yang masih tersisa. Men-dissappear-kan appetite lah. That's why saya menghindari makan bawang2an yang masih terlihat cukup utuh.

Nah, di sini, saya dipaksa untuk masak sendiri. Pertama, biar hemat (ini ga yakin sih). Kedua, relatif jauh lebih aman masalah halal engganya dibandingkan beli atau makan dorm meal. Nah, di sini ga ada ulekan, coy. Ga enek lemper, gak enek uleg-uleg. Akhirnya saya selalu mencacah eh mencincang bawang sekecil yang saya bisa. Selama ini saya merasa fine-fine saja dengan ini. Saya pun berpikir, "Kayaknya ketidaksukaan terhadap bawang sudah hilang. Yes. Lebih enak kalau makan-makan." Eeeeh ternyata tadi saya makan sambil agak tersiksa, hingga mau muntah. Masakan saya tadi berkuah, bawangnya ga dioseng sampe kecokelatan (niatnya biar warnanya lebih bening gitu lhooo). Hal itu membuat masakan saya tadi rasanya ... beuh ... ada banyak rasa bawang raw-nya. Bawangnya saya cacah eh cincang lagi. Nyisihinnya susah.

In the end, ternyata inti postingan ini adalah cerita saya tadi hampir muntah-muntah karena bawang di masakan saya sendiri. Ya gitu deh

Urusan Makanan di Negeri Ginseng

Halo! Sudah lama saya ingin menulis tentang ini tapi wacana terus hingga barusan saya mendapatkan dorongan untuk segera menulis.



Well, menjadi muslim di negeri yang mayoritas non-muslim memang perlu sedikit ribet. Mulai dari ibadah, pakaian, hingga urusan yang sangat sangat primer : makanan. Yaaa sudah sudah menjadi pengetahuan umum bahwa bagi kebanyakan orang non-muslim, daging paling enak adalah yang diharamkan untuk kami muslimin : daging babi. Ya alasan gampangnya karena AL-Quran told us to do so. Namun, lebih dalam lagi, itu karena babi najis dan najis tidak boleh dimakan. Lebih jauh lagi, saya sempat baca artikel bahwa babi itu membawa banyak penyakit. Belum riset lebih jauh. Namun mengetahui bahwa dia omnivora, pemakan segala, termasuk kotoran dan bangkai, hal ini sangat mungkin terjadi. Mungkin karena itu lah Islam mengharamkan semua bagian dari babi : daging, tulang, darah, lendir, kotoran (ya siapa yang mau makan). Dan saya juga pernah dengar penyakit, bakteri atau entah apa hal buruk yang dibawa babi dapat dinetralkan dengan tanah. Mungkin karena itu Islam memberikan tata cara mensucikan najis dari babi dengan tujuh kali basuhan air bersih dan salah satunya dicampur tanah. Besides all of those stuffs, membayangkan penampakan babi saja bisa mengurangi nafsu makan saya. Ya gimana, dia pas hidup saja kelihatan berlemak-lemak, wajahnya ga ada unyu2nya, even versi gambarnya yang dibuat unyu seperti kartun, dan boneka pun juga ga unyu buat saya.

Sebenarnya yang membuat agak susah bukan hanya itu. Memang kami muslimin boleh makan daging (yang lumrah dimakan) selain daging babi, tapi masalah yang selanjutnya muncul adalah urusan halal. Ya, babi haram bukan berarti yang lain ototmatis halal. Daging yang halal adalah daging yang diproses sesuai aturan Islam. Harus disembelih dengan menyebut asma Allah, dengan menggunakan pisau yang tajam, disembelih oleh orang Islam (karena ya yang nyebut asma Allah dengan maksud yang benar lak yo wong Islam to), menyembelihnya di leher hewan (bukan disembelih kaki dulu, misal. Emang ada ya orang yang gitu?), dan mungkin beberapa detil lain yang saya belum tahu. Ya memang agak strict. Dengan kemungkinan bahwa menyembelih di leher dengan pisau yang tajam adalah pengetahuan umum yang diaplikasikan semua penyembelih, perbedaan utama hanyalah penyebutan asma Allah dan penyembelih yang muslim. Hanya dengan perbedaan itu, harga daging halal di negeri non-muslim bisa melambung jauh di atas daging biasa. Setelah saya pikir-pikir, kenapa saya baru concern beginian setelah di sini? Di negeri saya sendiri, Indonesia, yang notabene mayoritas Islam, saya juga harusnya memikirkan masalah ini saat makan ayam. Namun, selama ini saya merasa aman-aman saja. Mungkin karena mayoritas orang Islam gitu ya sehingga kemungkinan daging itu halal cukup tinggi. Apalagi kalau beli dagingnya langsung ke penjual muslim.

Bagi orang-orang yang strict, urusan daging ini menjadi masalah ribet, apalagi kalau orangnya tidak suka sayuran. Itu baru urusan daging doang. Masalahnya adalah, hampir setiap resto yang menyajikan daging menyajikan daging babi. Kegalauan melanda. "Ya ini sebenarnya boleh-boleh aja sih dimakan. Isinya sayuran semua. Lha tapi kan ini jadi alat-alatnya bau babi semua."  Di samping itu, penggunaan minuman beralkohol sebagai bumbu tambahan sepertinya menjadi hal yang lumrah di negeri seperti ini. Saya sendiri, menurut saya, adalah golongan yang so-so. Sebisa mungkin saya menghindari makan daging di resto atau sejenisnya. Namun, kalau kasusnya adalah saya dikasih, maksudnya saya harus makan bersama, atau memang kepepet, misal dalam perjalanan, ya saya makan-makan saja. Saya belum sampai tahap di mana saya mampu menjelaskan kepada sang pemberi bahwa saya menghindari makan itu sementara sebenarnya saya boleh makan daging jenis itu, belum lagi orang di negeri yang sekarang saya tumpangi menganggap menolak pemberian adalah hal yang sangat tidak sopan. Kalau masak sendiri, harus yang halal.

Oleh karena itu,mencari makanan di negeri non-muslim harus mau agak ribet kalau menjadi orang yang strict.

Masalah lebih rumit muncul seiring dengan banyaknya produk siap makan yang diproses dengan mesin yang juga digunakan untuk memroses pork. Entah sudah berapa kali saya terlanjur makan dan minum yang seperti itu. Apalagi saat belum bisa baca tulisan Korea selancar sekarang. Dulu, saat masih pertama di sini, awalnya saya sok merhatiin tulisan-tulisan di belakang kemasan. Tapi percuma. Tulisannya banyak, ga tahu yang komposisi yang mana. Lihatnya saja sudah pusing kepala. Jadi waktu itu saya hanya beli dan makan-minum yang sekiranya memang biasa saya makan dan minum.

Hingga suatu hari, akhirnya setelah akrab dengan orang yang ngerti dan sefaham dengan saya, dia memberi tahu saya bahwa setiap makanan di Korea ini akan memberikan highlight kandungan2 yang perlu diperhatikan, misal : tepung, telur, susu, pork, dll. Ini ditujukan untuk memudahkan orang-orang yang tidak boleh makan hal-hal tersebut. Biar mereka ga harus melototin semua komposisi, apalagi bagi foreigner. Semenjak itu, saya memperhatikan highlight itu. Saya membeli makanan dan minuman yang di highlightnya tidak ada pork.

Semuanya fine2 saja hingga suatu hari saya menemukan kata  dweji gogi (pork dalam Hangug-o) di bagian non-highlight. Bagian yang tidak saya perhatikan selama ini. Setelah nanya gugel translate ternyata artinya, "produk ini diproses dengan mesin yang sama untuk memroses : bla bla bla." Dan ada dweji gogi di sana. Oh man! Untuk masalah ini, saya berprinsip, yang sebelumnya ya sudahlah. Tapi kalau sudah jelas-jelas tahu bahwa itu bercampur dengan mesin untuk memroses babi, dan babi itu najis, berarti mesinnya masih najis selama belum kena banyak air dan diberi tanah. Mungkin ini terlihat sepele. Sempat muncul pikiran, "Ah kan cuma pakai mesin yang sama. Kena tepung, atau bahan-bahan yang lain harusnya "bau" babinya bisa diabaikan lah" tapi setelah saya pikir lebih lanjut, kalau sudah ada peringatannya, kenapa tidak dihindari saja. Kesadaran akan hal ini membuat sedih karena banyak jajan yang saya sukai ternyata masuk kategori bagian ini.

Sampai saat ini, saya kadang masih agak skip bagian mesin-mesin ini karena memelototi tulisan untuk nyari kata I jaephumun bla bla bla, menguras kesabaran dan membuat saya mengambil keputusan "Udah deh, beli aja dulu. Kelamaan. Ga enak di sini kelamaan. Dibaca entar aja." Sudah dua biji jajan saya sumbangkan ke teman karena terlanjur beli, dan tiga biji saya buang karena sudah terlanjur saya konsumsi separuh dan baru sadar ada tulisan itu -,-

Ya kalau jajan-jajan asin gitu pantes lah ya kalau "bau" daging-daging gitu. Lhah, barusan saya nemu di minuman kalengan, coy. Saya sudah habis separuh, trus baru nemu itu tulisan I jaephumun .... ADA DWEJI GOGI. Karena itu brandnya sama dengan kopi yang saya konsumsi beberapa menit sebelumnya, saya cek lah si kaleng kopi. ADA JUGA COY. Kopinya udah abis lagi. Siapa yang nyangka sih itu minuman manis diolah pakai mesin buat ngolah daging yang notabene harusnya buat mroses benda padat dan mayoritas asin -,-

Setelah menyadari terlalu banyak jajanan yang saya ga bisa makan, saya nggremeng, "Trus jajan apa dong? Kalau ga ada tulisan tentang mesin pemroses, bisa makan banyak jajan sih. Ah ditulis sih. Coba ga ditulis"  Dasar ya, orang suka makan -,- Tapi bukankah itu sangat mendukung untuk menghemat, Nal?? 

Agak ribet kan? Ya buat saya sih gitu. Beda orang, beda prinsip. Paling aman ya masak sendiri, ga usah jajan. Sekalian bisa nabung lebih banyak.

Namun, di sini saya kagum juga dengan informasi di bungkus makanan. Lengkap, Coy. Ada jumlah kalori yang mencolok di bagian depan. Orang Korea sangat memperhatikan kalori makanannya, mungkin ini implikasi dari stereotip yang beredar : Orang Korea sangat memperhatikan penampilan (ga tahu beneran atau engga tapi kayaknya iya banget). Trus di bagian komposisi, mereka memberikan detail hingga bahan ini produk negara mana. Ada highlight kandungan yang umumnya beberapa orang ga bisa makan. Setelah di depan ada jumlah total kalori, di belakang ada lebih detail lagi, semacam persen AKG di produk Indonesia. Dan juga info tentang produk tersebut diproses dengan mesin yang digunakan bersama bahan apa saja. Ya. Cukup lengkap.


Ada keterangan kalori total, coy.



Keterangan :
1. Komposisi, Detil sampek disebutin asal negara bahannya. ...san itu artinya dari negara ...
2. Highlight kandungan yang biasanya orang ga boleh makan. Di gambar ini ada uyu = susu.
3. Keterangan produknya diproses dengan mesin bersama bahan apa. Sudah habis diminum, ternyata ada tulisan dweji gogi nya. Hiks. Ga bisa minum ini dong :(
4. Keterangan AKG

Random

AWAS! Ini random dan dikit banget.

Saya baru sadar, ternyata orang yang saya harapkan dapat mengenal dan mengerti saya, belum mengenal saya sepenuhnya. I think, he just know until a layer after the cover, whereas there are still many layers to get to the neutron. Ya. Harapan tinggallah harapan tanpa restu Sang Pencipta.

Kangen

Saya kangen pertemanan di Indonesia dulu. Sedikit (mungkin) patah hati yang bingung untuk dibagi kepada siapa menambah kangen. Teman-teman apa kabar? Apakah nanti saat aku kembali aku akan sendiri? Kalian sudah banyak yang pergi.

Mengindra dengan Hati

I just watched "Filosofi Kopi". It was astonishing. I enjoyed the characters and "falling in love" with the character of Ben. Saya suka karakternya yang melihat hal yang "sepele" lebih dalam. Saya suka karakternya yang tidak hanya melihat sisi wealth. Saya suka karakternya yang filosofis.

Ngomongin filosofis, saya tertarik dengan kata itu. Saya tertarik dengan berpikir secara filosofis. Namun, saya sendiri sebenarnya tak tahu berpikir filosofis sebenarnya seperti apa. Dalam pikiran saya, berpikir filosofis itu melihat sesuatu dengan lebih dalam. Melihat makna, esensi, ataupun nilai yang dikandungnya lebih dalam. Entah itu benar berpikir filosofis atau bukan, atau itu namanya berpikir esensial. Entahlah. Whatever.

Sebenarnya saya bingung namanya apa. Sebut saja mengindra dengan hati.

Saya senang mengamati kehidupan di perjalanan saya. Baik kehidupan manusianya, ataupun suasana kehidupan non-manusianya. Kehidupan manusia yang tidak sedang berinteraksi dengan saya secara langsung. Saya senang melihat bagaimana orang-orang melakukan aktivitasnya. Mendapatkan pesan bahwa yang mereka lakukan sesepele apapun itu, sangat bernilai. Membayangkan untuk siapa dia melakukan itu. Kalau kehidupan yang berhubungan dengan saya secara langsung sih, saya ga peka, kadang juga ga ngerti.

Menikmati indahnya alam sekitar. Bukan hanya sekedar menjadi fasilitator photogenic. Mungkin menikmati kicauan burung, rindangnya pohon, indahnya langit yang terabaikan oleh kesibukan kehidupan lainnya.

Kadang ada waktu dimana saya menyadari bahwa saya sering makan atau minum tanpa benar-benar menikmati. Ga tau sih ya yang lain gimana, tapi ketika beneran menikmati, aroma teh yang biasanya pun jadi tercium lebih harum. Rasa khas teh juga lebih terasa. Dan mungkin ini yang dimiliki orang-orang penikmat makanan, entah segala jenis atau hanya jenis makanan atau minuman tertentu. Literally penikmat, bukan orang doyan doang.

Lebih dalam lagi, mungkin melihat tatanan makanan/minumannya, merasakan rasanya, kita bisa terbayang seberapa banyak cinta yang ada di sana. Hahahaa apaan sih.

Pun begitu dengan musik. Saya sering menebak-nebak suasana, apa yang ingin disampaikan pembuatnya melalui musik itu. Terutama musik doang atau lagu yang saya ga tau liriknya, atau tau liriknya tapi ga tau artinya. Mungkin itulah kenapa saya sukanya sama musik yang "bisa membawa saya hanyut". Ikutan ngrasain isinya. Kalau tahu liriknya, biasanya saya lebih menikmati yang makna kalimatnya dalam. Cukup puitis kali ya maksud saya. Kalau cuma ngedengerin, saya oke saja sih mendengarkan yang enak didengar. Kalau suka, beda sih.

Anyway, awalnya saya berpikir bahwa semua orang bisa merasakan perasaan yang tertuang di musiknya, terutama musik yang ga ada liriknya atau ga tahu liriknya. Ternyata tidak. Tidak semua orang bisa merasakan perasaan musik. Saya tahu itu ketika bertanya pada teman sekamar saya, apakah dia bisa merasakan isi pesan sebuah musik yang menyentuh hati saya, dia bilang ga bisa. Dia ga tahu dan selama ini pun dia tidak pernah melakukan seperti yang saya lakukan.

In the end, menikmati, meresapi segala sesuatu, mengindra dengan hati, berakhir dengan kekaguman. Kagum pada Yang Maha Menciptakan. Kadang merasa amazed bahwa sebegitu banyak makhluk terabaikan bertasbih padaNya, sementara banyak manusia hanya terpaku pada kesibukan. Merasa amazed bagaimana Tuhan mencetak muka yang bisa beda-beda padahal kontennya sama semua : mata, hidung, pipi, jidat, dll. Merasa amazed akan kebaikan Tuhan mau membuat bumi menghasilkan segala sesuatu yang kita konsumsi. Merasa amazed dengan kreativitas yang diciptakan Tuhan sehingga ada musik yang indah, padahal nadanya ya cuma itu kan. Merasa amazed dengan kecerdasan yang diberikan Tuhan sehingga peradaban ini ada. In the end, mengindra dengan hati membantu kita mengagumi Yang Menciptakan Segalanya. Lebih jauh lagi, bisa membuat lebih dekat denganNya.