2016 part3 - ceritanya keterima exchange program

Yay sudah ketiga. Terakhir cerita tentang daftar exchange ya.

Semester lalu di tengah terpuruknya saya, saya membuat sebuah hipotesis bahwa saya baru akan bersemangat jika kegiatan selanjutnya sudah jelas. Karena saya memimpikan untuk exchange ke luar negeri sebelum lulus dari ITB, maka saya mencoba merealisasikan mimpi tersebut. Saya riset sejak bulan agustus. Saat itu saya masih belum memutuskan mau exchange ke mana. Waktu itu yang saya pikir, yang penting exchange, kemanapun, ga masalah. Nah akhirnya diri ini dipertemukan dengan drama Korea yang membuat saya dan teman sekamar telat puber. Saya jadi seneng sama Korea-an. JAdi tertarik sama South Korea. Gara-gara PYC nih. Dan tiba-tiba keinginan saya untuk exchangenya ke Jepang seperti tergeser. Jadi pengen ke South Korea. Pengen ketemu PYC.

Jadi saya nglirik juga tuh pengalaman temen seangkatan yang dulu pernah ikutan program ke Korea. Setelah sekian lama berpikir, menimbang ini dan itu, saya yakin bahwa saya beneran pengen exchange ke sana. Nama kampusnya 금오공과대학교 selanjutnya mari kita sebut KIT Saya sempat menghubungi kampus tsb via e-mail, tanya tanya. Ceritanya, waktu itu belum ada pengumuman apa-apa dari ITB (sebelumnya juga teman saya daftarnya langsung ke sana, ga lewat ITB). Namun e-mail saya tak kunjung dibalas. Dan ternyata periode ini pendaftarannya lewat IRO. Daftarlah saya ke sana.

Anyway, jika pembaca di sini ada yang anak ITB dan belum lulus, kalian harus tahu apa itu IRO. Terutama kalau kalian masih muda dan ingin memanfaatkan kesempatan internasional. IRO adalah kantor internasionalnya ITB. Kantornya di sebelah timur KKP depan parkiran sipil. Di sana kalian bisa menemukan berbagai kesempatan internasional seperti exchange, summer program, pelatihan bahasa, konferensi, dan juga melihat partner universitiesnya ITB. Websitenya ada di sini. Dan kalau kalian mau update terus, sangat direkomendasikan follow twitternya di @IRO_ITB atau kalian cukup sering-sering buka saja webnya.

Saya mantap hati mendaftar. Saya juga berhasil mempengaruhi seorang teman untuk daftar juga. Haha dia mau. Tunggu ditunggu akhirnya ada tiga orang dihubungi sama Mbak Ciptani, staff IRO, salah satunya saya. Wuoh bahagia banget hati ini. Teman saya, Ilma juga dihubungi, dan satu lagi Nadia dari Fisika Teknik. Semuanya 2012. Wew. Kami dihubungi untuk ditanyai apakah kami tetap akan mendaftar program ini karena tidak ada beasiswa untuk biaya hidup. Saya sih karena sudah mantap, ambil saja. Soalnya berdasarkan cerita teman yang sebelumnya di sana, hasil part-time job yang disediakan cukup untuk hidup di sana. Jadi karena saya sudah terlanjur pengen, saya iya iya saja. Waktu itu saya yakin, kalau saya mau, Allah pasti kasih jalan.

Berkas kami bertiga dikirim. Menunggu pengumuman selanjutnya lamaaaaa banget. Nah karena diterima di level ITB ini nih saya jadi ada sedikit semangat buat mengerjakan TA, yang saya bilang cuma bertahan tiga minggu di post sebelumnya. Ya karena itu. Tapi waktu itu saya mengerjakan tidak di lab. Saya masih takut ngelab. Takut ketemu orang-orang di lab.

Lamaaa banget nungguin pengumuman dari KIT. Saya sama Ilma sampek gantian nanyain ke Mbak Ciptani. Hingga pertengahan bulan Desember saya baru mendapatkan kabar resmi bahwa saya dan Ilma diterima program exchange di KIT.  Seneng? BANGET. Nadia karena sesuatu dan lain hal di prodinya, aplikasinya di withdraw. Sayang sekali :(



Selanjutnya saya e-mail2an sama Ms Lee buat nanya-nanya. Kami nanya banyak banget. Tentang kesempatan beasiswa dan detail program. Karena ga ada beasiswa, kami menyiapkan proposal (awalnya sponsorship) permohonan bantuan dana ke prodi dan perusahaan-perusahaan. Jadi waktu itu bukannya ngerjain TA biar cepet kelar, saya mikirin itu dulu. Hahahaa.

Ternyata kepikiran ga punya duit itu bikin stress juga wkwkwk. Waktu itu rencananya saya ga pulang pas liburan akhir tahun, namun ternyata ga kuat. Ditambah ternyata Ilma mengundurkan diri. Beuh kehilangan teman berjuang. Masih juga kepikiran TA belum kelar. Saya rapuh. down. ga kuat. saya pulang mendadak di tanggal 31 Desember 2016.

Cuma lima hari di rumah tapi worth it sanget. Bapak saya tahu, masalah utama saya sebenarnya adalah ketakutan dalam diri saya. Saya terlalu rapuh. Sebelum saya kembali lagi ke rantau, bapak saya ngomong (seperti biasa, bukan ngobrol yang kami duduk bareng. Waktu itu saya lagi bikin teh, beliau barusan dari kamar mandi),

"La, nanti kalau udah balik, kalau sendirian jangan takut ya. Kancane Gusti Allah. Nanti kalau ke lab juga jangan takut lagi. Kancamu Gusti Allah. Ga usah peduli orang di sana. Sama Allah aja. Hatinya diisi Gusti Allah"

Saya hampir mbrebes ndenger itu. Nyess banget. Jleb jleb jleb. "Kancamu Gusti Allah.". Sebelum balik, saya punya keinginan, SAYA HARUS KEMBALI HIDUP SEBELUM SAYA BERANGKAT KE KOREA. HARUS.

Saat saya balik, tiba-tiba saya dihubungi dosbing, nanyain TA. Langsung stres mau gimana. Soalnya beliau menghubungi saya karena beliau dihubungi kaprodi. Beuh langsung stress. Hari itu juga saya ketemu dosbings. Pikiran saya penuh awan kegelapan. Saya takut. Takut banget. Selama ini, jangankan ke labtek 8 lantai 2, labtek 8 saja udah serem buat saya selama satu semester.

Hari itu pertama kalinya saya memaksa diri saya untuk mengunjungi labtek 8 lantai 2 setelah terpuruk sekian lama. Takut banget. Sepanjang jalan, mata saya pedas, bekas nangis yang juga masih pengen nangis. Sepanjang jalan, saya bilang ke diri saya, "tenang, Nal. Kancamu Gusti Allah. Kancamu Gusti Allah. Ga ada yang perlu dikhawatirkan." Saya tak tahu kenapa ketakutan saya terhadap labtek 8 lantai 2 separah itu padahal kalau dipikir-pikir, sebenernya saya tinggal dateng, duduk, ngerjain. Yah, orang lain mungkin bisa tapi psikologis saya waktu itu belum bisa.

Saya ketemu dosbings dengan pikiran berkecamuk. Muka saya pasti sangat muram. Saya banyak menunduk. Saya bingung menjawab pertanyaan dosbing selama ini saya ngapain aja. Saya ceritakan bahwa masalah saya yang utama adalah masalah psikologi dan kontrol diri. Responnya ... Haha. Hari itu juga saya menyadari bahwa di dunia ini tidak ada orang yang peduli bagaimana keadaan saya. hanya Allah yang mengerti saya. Hanya Allah yang peduli saya. Orang terdekat seperti keluarga memang peduli namun mereka tidak bisa peduli secara real-time seperti Allah. Iya. Hari itu saya mendapatkan pelajaran yang berharga.

Saat bertemu dosbing, saya punya dugaan beliau menduga saya mahasiswa yang dari dulu-dulunya gagal, perangainya buruk, prestasinya sangat kurang. Soalnya beliau juga menanyakan IP saya. Hahaa. Saya berdalih, "Saya ga inget, Pak". Saya juga ditanyain, kira-kira bisa ga ini selesai dalam dua minggu. State negatif memang sangat menyebalkan. Jawaban yang saya utarakan, "Saya tidak berani menjanjikan bahwa saya bisa." Saya menjawab sambil melihat meja, bukannya eye-contact dengan beliau. Saya tahu beliau kecewa. Mau gimana lagi, saat itu saya sedang negatif, itu yang muncul di pikiran saya dan keluar begitu saja. Akhirnya saya keluar ruangan beliau dengan murung, wajah tertunduk.  Intinya kerjakan saja sebisanya sampai akhir Januari. Harus selesai akhir Januari karena kalau sampai waktu PRS nilai saya belum berubah, nilai TA 2 saya jadi E which is saya ga lulus dan harus ngulang. Kalau jadi ke Korea bakal terbelenggu beban lagi tuh kalau sampai E.

Ternyata salah satu penyumbang state negatif saya adalah PMS -_- Esoknya, sudah terasa lebih baik. Mulai hari itu saya ke lab. Masih sepi karena belum masuk jadwal perkuliahan. hari pertama itu, saat berangkat, sepanjang jalan saya kembali meyakinkan diri saya, "kancamu Gusti Allah. Tenang. Gak perlu wedi. Kancamu Gusti Allah." dan hari itu sepanjang di lab, karena masih pertama (lagi), ketakutannya masih sering muncul. Tiap kali muncul, kembali saya menenangkan diri dengan "kancamu Gusti Allah." dan juga segera ngechat teman sekamar apa yang saya rasakan, bahkan isi chatnya seolah saya sedang menasehati diri saya sendiri. Begitu pula hingga berhari-hari berikutnya. Sampai saat ini saya merasa lebih biasa saja untuk datang ke lab. Hari itu saya belajar menyembuhkan ketakutan saya kepada lab.

Kalau ga salah hari kedua, ada Mas Hendy. Waktu itu saya sedih banget selama ada beliau. Saya tahu, cara beliau melihat saya adalah pandangan kasihan. Saya tak suka dikasihani dan saya tidak nyaman dengan itu. Tapi saya harus maklum sih, keadaan saya memang sangat memprihatinkan. Jadi hari itu saya belajar menerima kenyataan bahwa orang lain mengasihani saya. Perlahan saya mulai biasa dengan itu. Saya pikir, kalau saya bisa biasa saja menghadapi ini, mereka juga akan biasa saja melihat saya.

Pernah saat ke lab, udah ada partner di sana. Kami cuma berdua. Ketakutan saya masih belum hilang. Apa yang terjadi? TIGA JAM SAYA GA NGAPA-NGAPAIN. Saya takut ngerjain TA karena ada dia. Astagaaa. Tapi selanjutnya saya memaksa diri dan berakhir saya ngerjain selama satu jam. Lumayan. Pulangnya, saya pamitan juga sama partner. Dan saya bilang ke diri saya, "Dia ga ngapa-ngapain, Nal. Apa yang ditakutin?" Saat itu juga, saat saya pamit ke partner, secara tak sadar saya memulai belajar overcome ketakutan saya pada partner.

Dan sekarang? barusan saya ke lab. Ada partner. Dan rasanya biasa saja. Saat ini, saya sedang stuck ngerjain. Tolong doakan saya. Tinggal beberapa hari lagi :(

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Es Wawan