Penasaran

Saya berusan jadi penasaran nih ...

Hihi, gini. Semua berawal dari impresi yang saya rasakan. Dalam agama saya terdapat beberapa (sebut saja) ungkapan dalam Bahasa Arab untuk mengungkapkan (bisa dibilang) ekspresi sesuai situasi tertentu. Mari ambil contoh Alhamdulillah dan Astaghfirullahaladziim.

Dua kata tsb memberikan impresi yang berbeda. Kalimat Alhamdulillah diucapkan sebagai ungkapan syukur, yang artinya besar kemungkinan kalimat ini diungkapkan dalam suasana bahagia. Sedangkan kalimat Astaghfirullahaladziim adalah ungkapan permohonan ampun. Kalimat ini berkaitan dengan pengalaman atau hal buruk dan biasa diucapkan dalam rangka penyesalan.

Nah, saya menemukan sesuatu beberapa waktu yang lalu nih. Beberapa hari yang lalu saya sedang "kurang bener". Woh negative thoughts came to my mind laaa. Lalu saya mengucapkan Astaghfirullahaladziim berkali-kali. Ceritanya menyesal dan sedih banget -- meratapi nasib kali ya. Cukup lama, ga ilang-ilang rasanya. Lalu saya ingat pernah disuruh untuk membiasakan mengucap Hamdalah walaupun hatinya belum ikut. Jadi saya coba tuh. Cuma mengucap hamdalah tanpa meresapi artinya. Rasanya sedikit tenang. Lalu saya coba lebih dalami, setiap mengucap hamdalah, saya coba mengingat satu nikmat. Semakin lega.

Nah dari situlah saya berpikir. Jika impresi itu terjadi pada subyek-yang-sudah-mengerti-maksud-kalimat-tsb hanya dengan mengucapkannya meskipun hatinya belum ikut, maka apakah hal yang sama akan terjadi pada orang yang belum mengerti sama sekali apa maksud kalimat tsb?

Comments

Popular posts from this blog

Es Wawan