Posts

Showing posts from February, 2017

Is This Real?

Saat menulis ini, saya sedang ada di Soekarno Hatta Airport, menunggu ruang tunggu di gate E6 dibuka. Sekarang sudah jam 9 malam, tinggal 2 setengah jam lagi pesawatnya take off. Saatnya kembali menata hati dan niat untuk tetap di jalan yang benar selama di tempat tujuan nanti.

Kok ini berasa kayak orang update status ya -,-

Beberapa hari ini saya menghabiskan waktu dengan orang-orang sekitar sebelum saya berangkat ke Korea. Dua hari yang lalu, saya keluar bersama Fitri dan Rahmi untuk belanja sedikit keperluan (sebenernya yang dibeli makanan semua) buat di Korea. Hari itu adalah hari terakhir bertemu mereka sebelum berangkat. Kami juga ke kosan saya, Rahmi minta One Piece. Saya juga dapet hadiah dari Rahmi. Seneng. Seneeeeeeng banget dapet hadiah dari Rahmi. Dapet binder yang ... ah nanti lah ditambahin gambar, Nanti saya mau pakai itu buat kuliah yang serius-serius, biar inget Rahmi trus inget niat awal dateng jauh-jauh ke sana trus jadi semangat. Sementara buku buatan saya, saya pakai untuk kuliah bahasa Korea. Hari itu juga kami pergi ke Night at The Museum di Museum Geologi. Pertama kalinya saya ke museum malem-malem.

Esoknya, alias kemarin, tiba-tiba Punk ngajakin makan pizza karena dia dapet kupon buy 1 get 1 free. Jadilah saya makan pizza bareng Punk, Rully, dan Cici. Menyenangkan, kecuali mereka yang kekinian dan suka foto-foto dan update stories jadi orang-orang pada tahu. Kan mainstream. Pengennya tiba-tiba saya update sendiri pas udah di sana gitu lhoooo hahaha. Sama aja kali, Nal -_-

Dan hari ini, bagian dari Cici akan ikut saya ke sana. Dia memberikan sambel pecelnya buat persediaan saya di sana. Terima kasih, Cici. Kita baru sebentar kenal dan kamu sebaik itu padaku.

Tadi saya juga sempat bertemu Wheland untuk mengembalikan buku. Dia baru saya kasih tahu saat itu juga kalau hari ini saya berangkat. "Jangan lupakan aku ya." Masa iya saya nglupain dia, you're really a good friend of mine, Whel. Too good, too kind, too many positive sides of you to be forgotten.

Tadi cuma dianter Teh Ros sampai pool travel. Teh Ros nangis melepas kepergian saya. Yang pergi siapa, yang sedih siapa. Bu kos paling baik. Semoga suatu saat bisa mempertemukan orang tua dengan Teh Ros (orang tua saya pengen banget ketemu saking baiknya Teh Ros).

Seperti biasa (baru juga dua kali ini), SAYA SENDIRIAN. Tidak ada keluarga yang mengantar seperti beberapa teman yang ke luar negeri (trus update foto, makanya saya tahu). Yah beginilah. Sendiri juga bisa kok. Belakangan, saya mikir, antara strong dan kasian itu sepertinya beda-beda tipis.

Well, cerita terkait programnya nanti saja. Nanti saja pas di Korea. Ahahaaa

Btw, beberapa teman meminta saya untuk sering-sering update foto atau stories instagram gitu. Eum ... dipertimbangkan ya. Saya lebih suka cara sharing lewat blog karena ... paling tidak saya turut berperan serta meningkatkan minat baca anak Indonesia. Gilee pencitraan banget. Etapi beneran lho, menurut saya anak muda sekarang (karena memanfaatkan fasilitas yang ada) terlalu euforia dengan bentuk video. Sampek share hal yang (menurut saya) ga penting. It's mainstream, coy. Padahal baca kan juga seru.

Jangan gitu dong, Nal. Biasanya kasusmu itu senjata makan tuan. Sok-sok-an ngritik atau nasehtin trus selanjutnya yang dikritik kejadian ke diri sendiri. 

Jadi, ini beneran saya mau ke Korea? Serius? Doakan saya bisa survive di sana dan barokah apa yang saya lakukan.

Omku Keren

I am on the train right now, on my way home. Kali ini saya pulang membawa barang cukup banyak. Oleh karena itu, kali ini saya akan dijemput Om Ihsan. Om Ihsan adalah adik bungsu ibu saya.

Beberapa malam yang lalu, saya menghubungi Om via SMS.
“Om, kalau aku pulang Kediri trus nyampe sana jam setengah 10 pagi gitu, Om bisa jemput ga?”
“Lha kapan?”
“Rabu atau Kamis ini.”
"Kalau mau pulang woro-woro ya. Aku tak gak usah kerja.”
“Lhah, rapopo? Aku nyari kereta yang lebih mahal tapi nyampe Kediri subuh deh.”
“Podho wae. Tetep wae aku ga kerja senajan subuh. Golek rambane pora yo kawanen hayo. Awan gapapa kok.”
“Yowis deh. Hahaa aku bawa koper sih jadi ga tega nyuruh Mbak Pah yang jemput.”

Ada hal yang “jleb” banget. “Podho wae. Tetep wae aku ga kerja senajan subuh. Golek rambane pora yo kawanen hayo. Awan gapapa kok.” Omaigod, lihat, Nal, apa yang dilakukan keluargamu di sana! Mereka bekerja keras!

SMSnya waktu itu membuat saya mengingat lebih jauh tentang Om Ihsan. He is a hard worker. I admit it. Saat ini, Om Ihsan belum punya pekerjaan tetap. Setau saya, sekarang beliau bekerja sebagai kuli bangunan yang dalam pikiran saya, pasti sangat amat melelahkan, dengan upah yang menurut saya tak seberapa. Maklum lah, Kediri kota yang belum besar, begitu pula standar upahnya. Dan hari ini saya membuat beliau tidak masuk kerja yang berarti saya membuat beliau kehilangan income untuk hari ini. Maafkan aku, Om. Semoga niat ikhlasmu dibayar jauh lebih banyak daripada apa yang kau korbankan.

Om Ihsan hanya lulusan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) yang di tempat saya disebut SMP Terbuka. SMP Terbuka bukanlah sekolah negeri, itu sekolah swasta. Di daerah saya, sekolah swasta kecil seperti ini dinilai tidak lebih baik dibandingkan sekolah negeri di daerah yang sama. Ya kecuali sekolah swasta yang sudah membuktikan prestasinya lah ya, tapi itu kan namanya bukan sekolah kecil lagi. Saat itu, SMP Terbuka hanya bersekolah dari jam 1 siang hingga jam 4 atau 5 sore, DAN TIDAK SETIAP HARI. Belum lagi lingkungan yang didapat, eum … untung saja Om Ihsan punya filter yang cukup baik. Dapat kalian bayangkan seberapa kurang layaknya pendidikan formal yang didapatkan Om Ihsan.

Beliau bekerja apapun yang bisa beliau kerjakan, kebanyakan beliau “menjual” tenaganya, kadang juga sedikit keahlian dari pengetahuannya. Mulai dari kuli bangunan, buruh tani, jualan, ngebenerin alat elektronik, ngebenerin bagian rumah yang rusak. Belum lagi mengurus sawah milik keluarga dan golek ramban buat makanan kambing.


Saya yakin, Om Ihsan pasti sering memikirkan kehidupan beliau : tentang pekerjaannya, tentang pendidikannya, atau mungkin yang lainnya. Beliau beberapa kali curhat ke saya, suka sama cewe tapi juga sekaligus nanya, si cewe yang notabene anak yang sekolah, apa iya mau sama dia yang ga sekolah tinggi, sekolah yang buat ngaji juga enggak (maksudnya sekolah ngajinya anak pondok). Ternyata masa lalunya mempengaruhi mental pencarian jodohnya.


Om Ihsan adalah orang yang, berdasarkan pengamatan saya, senang belajar. Beliau senang mengotak-atik barang. Beliau sering bertanya pada saya, misal rangkaian ini buat apa, kalau bikin rangkaian buat gini, saya bisa atau engga. Yah saya mah masih cupaks, ga ngerti apa-apa. Sepanjang hidupnya sampai saat ini, I guess, he never interact with computer. Terkadang beliau bertanya pada saya tentang bagaimana menggunakan facebook, gimana cara menggunakan komputer. Tapi ya, jahatnya, saya tidak memberikan semaksimal yang saya mampu.


Om Ihsan adalah orang yang kreatif. Dulu beliau pernah mengotak-atik radio rusak dan akhirnya bisa digunakan. Karena tidak punya casing untuk radionya (tinggal rangkaiannya doang), dibungkuslah rangkaian-rangkaian itu dengan triplek. Itu adalah radio ber-casing kayu triplek pertama yang saya pernah lihat. Beliau juga merakit alat sederhana untuk membantu orang-orang nggeblog pari*. It was simple, memanfaatkan barang-barang yang ada di rumahnya tapi manfaat dari barang simpel rakitannya dapat dirasakan hampir semua orang di sekitarnya. Di pasaran, mungkin sebenarnya sudah ada mesin untuk nggeblog ini tapi sepertinya cukup mahal. Usaha Om Ihsan yang hanya memanfaatkan barang-barang yang ada di rumah menurut saya hal yang keren. Lagian saya kan mau menggambarkan Om Ihsan yang kreatif. Selain itu, untuk mengurangi beban kerja emak (emak itu nenek saya), beliau mengubah sanyo** menjadi mesin untuk memarut. Ah saya cuma ingat itu.


*nggeblog pari adalah kegiatan memukul-mukulkan padi pada suatu alat yang saya lupa namanya untuk memisahkan padi dari pohonnya. Alat yang saya maskudkan masih meminta manuisa untuk memukulnya. Nah, Om Ihsan bikin alat buat nggeblog yang memanfaatkan putaran mesih diesel gitu jadi ga bikin capek. Saya belum lihat penggunaan alatnya secara langsung sih.
**mesin pompa air listrik di tempat saya lebih beken dengan sanyo. Ya semacem air minum kemasan yang lebih beken dengan Akua)

Melihat semua itu, saya yakin jika Om Ihsan diberikan kesempatan untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi, dia akan lebih hebat dibandingkan saya yang bocahnya kayak gini. Bayangkan saja, kombinasi hard worker, curious, dan kreatif. Bukankah hal yang hebat? Cukup berbeda dengan saya yang seperti ini.

Belakangan ini, sepertinya beliau ingin membuka usaha. Beliau tanya-tanya ke saya enaknya jualan apa. Tapi sayang sekali saya belum punya sense untuk bisnis. Kami juga terkendala modal. Tapi kata teman, kalau business plannya sudah jelas, modal akan datang sendiri. Ya karena sensenya belum ada, business plannya juga ga kebayang. Andai saja … Ah andai saja beliau diberikan kesempatan untuk belajar lebih tinggi, mungkin saat kuliah beliau sudah memulai bisnis seperti yang sudah beberapa teman saya lakukan.

Ah andai saja, andai saja …

Terkadang, bahkan saat saya kecil (pas Mbak saya SMA, brati saya masih SD), saya memikirkan bagaimana ya perasaan beliau melihat Mbak saya dapat sekolah di SMA Negeri di kota bahkan bisa kuliah sementara dia tidak. Saya sedih ketika memikirkan itu. Oleh karenanya (entah kenapa) saya merasa bersalah.

Om, maafkan keluargaku yang saat itu tak membantumu menuju pintu kesempatan untuk menikmati indahnya sekolah. Aku yakin, kau akan menjadi orang yang jauh lebih baik daripada sekarang in many ways, jika saja kesempatan itu datang. Aku tak tahu, apakah kau tidak melanjutkan sekolah karena masalah biaya atau memang kau tak mau. Tapi aku yakin alasan pertama lah masalahnya. Aku juga tak tahu, apakah saat itu keluargaku memang tak dapat membantumu atau tidak. Saat itu memang ekonomi kami sangat buruk, tapi kupikir seharusnya kami bisa mengusahakan untuk membantumu, bagaimanapun caranya. Seperti bagaimana bapakku memperjuangkan aku, mbakku dan adikku bagaimanapun caranya asal halal. Karena setelah kupikirkan di saat aku sudah di umur sekarang, saat itu harusnya ibu dan bapakku juga punya andil di sana. Oleh karena itu, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk membalasnya, izinkan suatu saat nanti aku membantu menyekolahkan anak-anakmu nanti.

Kau mungkin tak akan pernah membaca tulisan ini tapi … biar saja. Aku sedang ingin.

Berkomunikasi denganNya


Sering saya berandai-andai untuk berkomunikasi dengan Allah. Sebenarnya sudah ada sholat yang seharusnya menjawab keinginan saya. Saya ingin berkomunikasi dengan Allah “in my way”. Padahal seharusnya bacaan-bacaan dalam sholat dapat mewakili segala yang ingin saya curahkan. Namun, jujur saja, saya masih belum sampai pada level dimana saya dapat menjiwai sholat dengan sepenuhnya. Saya ingin curhat pada-Nya seperti saya curhat pada teman saya. Makanya, terkadang saya masih berandai-andai, terutama ketika saya merasa mendapatkan sesuatu yang berat, jika saja ada aplikasi chat dengan Tuhan.

Misal saja seperti ini, ingin rasanya bertanya langsung pada-Nya. “Allah, sebenarnya Engkau meridhoi aku melakukan ini atau tidak?”

Atau mungkin “protes” padaNya (“protes” ini boleh ga sih?), “Ya Allah, kenapa tidak Kau berikan padaku? Aku rasa, aku jauuuh lebih membutuhkan daripada dia. Lalu selanjutnya bagaimana? Kupikir, Engkau harus bertanggung jawab atas keputusan membuatku masuk di sana."

Terkadang, di saat yang lain, ingin juga membujuk Dia, “Allah, mau jadi temanku? Tolong jadilah temanku agar aku lebih dekat denganMu.”

Atau mungkin berkomunikasi untuk memujiNya, “Subhanallah. Menakjubkan rasanya membayangkan berbagai hal menakjubkan yang terpikir, seperti : level waktu, atau mungkin hembusan angin dari negeri nun jauh di sana. Ah Allah, Engkau keren dan romantis sekali.”

Namun sebenarnya, dI saat yang sama saat saya berpikir demikian, saya juga mikir, saya dosa ga ya mikir begini?

Cerita Saja (12)

Hai. TA GUE KELAR, MAAAAN!!! Yeah.

Setelah TA beres, beberapa hari ini malah disibukkan beberes kosan biar nanti pas akan meninggalkan tidak terlalu repot. Sebenarnya masih ada tanggungan bikin paper. Hahahaa



anyway, gambar di atas tulisannya "open when u've graduated" tapi maksudnya sih bukan wisuda

Sudah jam segini. Belum juga bisa tidur. Dari kemarin pikiran saya melayang. Masih ga percaya kalau saya udah lulus TA. Aneh rasanya. Gara-gara postingan renungan tentang perumpaan seperti puasa, saya jadi sadar, ini rasanya mirip kayak lebaran, ada yang aneh setelah sekian lama puasa. Ahaaaaa .... Trus kepikiran abis ini mau ngapain. Kepikiran ternyata jadi murid itu enak banget. Hahahaa

BTW nanti saya mau ke Jakarta untuk pertama kalinya. Sendirian. Saya mau mengurus visa ke Korsel. Harus mandi dini hari. Kepikiran bangun dini hari, mandi dini hari dan berangkat dini hari membuat teringat akan Bapak. Ah sudah bertahun-tahun berlalu semenjak saat-saat dimana Bapak mengantar saya ke Surabaya atau hanya sampai rumah Bu Agus dan selanjutnya saya ke Surabaya bareng Bu Agus dkk. Ah masa lalu memang terlihat indah jika sedang feeling nostalgic. Dan ternyata pikiran saya tidak berhenti sampai di sana. Dia mengajak saya kembali ke masa kecil. Ah siapa yang menyangka kalau saya yang masih kecil itu akan punya adik, padahal biasanya kalau njenguk orang abis nglahirin sering diledekin , "Adek bayinya kamu bawa pulang aja po?". Siapa yang sangka saya yang masih kecil itu akhirnya harus pergi jauh dari rumah. Siapa yang sangka ternyata saya bakal jadi anak kosan. Siapa yang sangka kalau sekarang saya akan ke Ibukota negara untuk pertama kalinya dan sendirian. Siapa yang menyangka ... Ah Tuhan romantis sekali, membuat mekanisme nostalgia seromantis yang ada di pikran saya saat ini.

Allah, Thank you for the good life I have.

Belakangan ini saya barengan Fitri melulu -_- sampek bosen. Sepertinya semenjak abis balik kemarin saya hampir selalu makan bareng Fitri. Saya kan waktu itu makan sehari sekali jadi tiap makan bareng Fitri dong -_- Sebentar lagi dia akan sidang nih. Semoga saja persiapan dan sidangnya lancar.


The Path


And no one really feels the path I seek, and
No one's going to care as much as me, and
No one seems to know our history, and
Stories are told for the world to see!


-- The Path By Raef