Posts

Showing posts from August, 2016

Mahasiswa

Ehm ... Saya memang masih mahasiswi sih. Tapi sudah di penghujung begini. Nah, entah kenapa saya menyebut posisi saya (yang harusnya bisa lulus kemarin Juli kalau mau usaha lebih) sebagai posisi transisi dari mahasiswa ke bukan mahasiswa -- manusia biasa. HAHAHA

Di suatu sore beberapa hari yang lalu, saya berjalan akan pulang dari kampus. Saya melihat sekeliling. Salah satu impresi yang saya rasakan : ramai. Namun ramainya menyenangkan. Dan saya baru sadar, dengan kacamata seseorang yang (semoga) akan menjadi manusia biasa ini, ternyata masa mahasiswa itu menyenangkan. Kalau saya lihat sih semenyenangkan main pas zaman kecil gitu lhooo. Ternyata mahasiswa itu semangat -- semangat masa muda. Beda banget lah sama manusia biasa meskipun dia mantan mahasiswa. Dan saya melihat semangat "paling unyu" itu di mahasiswa "tingkat muda". Iya. Semangat dan impresi mahasiswa di setiap tingkatnya memang berbeda hahaha.

Dan impresi yang sama saya rasakan pagi-pagi tadi saat saya dengan isengnya berangkat ke kampus meskipun ga ada kuliah. Melihat mereka yang berlari-lari, ada yang naik angkot juga, hahaha seneng ngelihatnya. Semangat sekali ...

Penasaran

Saya berusan jadi penasaran nih ...

Hihi, gini. Semua berawal dari impresi yang saya rasakan. Dalam agama saya terdapat beberapa (sebut saja) ungkapan dalam Bahasa Arab untuk mengungkapkan (bisa dibilang) ekspresi sesuai situasi tertentu. Mari ambil contoh Alhamdulillah dan Astaghfirullahaladziim.

Dua kata tsb memberikan impresi yang berbeda. Kalimat Alhamdulillah diucapkan sebagai ungkapan syukur, yang artinya besar kemungkinan kalimat ini diungkapkan dalam suasana bahagia. Sedangkan kalimat Astaghfirullahaladziim adalah ungkapan permohonan ampun. Kalimat ini berkaitan dengan pengalaman atau hal buruk dan biasa diucapkan dalam rangka penyesalan.

Nah, saya menemukan sesuatu beberapa waktu yang lalu nih. Beberapa hari yang lalu saya sedang "kurang bener". Woh negative thoughts came to my mind laaa. Lalu saya mengucapkan Astaghfirullahaladziim berkali-kali. Ceritanya menyesal dan sedih banget -- meratapi nasib kali ya. Cukup lama, ga ilang-ilang rasanya. Lalu saya ingat pernah disuruh untuk membiasakan mengucap Hamdalah walaupun hatinya belum ikut. Jadi saya coba tuh. Cuma mengucap hamdalah tanpa meresapi artinya. Rasanya sedikit tenang. Lalu saya coba lebih dalami, setiap mengucap hamdalah, saya coba mengingat satu nikmat. Semakin lega.

Nah dari situlah saya berpikir. Jika impresi itu terjadi pada subyek-yang-sudah-mengerti-maksud-kalimat-tsb hanya dengan mengucapkannya meskipun hatinya belum ikut, maka apakah hal yang sama akan terjadi pada orang yang belum mengerti sama sekali apa maksud kalimat tsb?

Ada Jalan

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٥﴾
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٦﴾ 
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Q.S. Al-Insyirah : 5-6 

Berdasarkan terjemahan yang banyak saya temui, ayat di atas diartikan ya seperti terjemahan di atas. Kata مَعَ diterjemahkan menjadi sesudah. Hingga beberapa waktu yang lalu ngobrol dikit dengan bapak, beliau bilang artinya "sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan". Saya jadi baru ingat, dulu selama saya ikut ngaji kitab ala anak pondok gitu, kata مَعَ diartikan "sartane" atau "beserta" dalam Bahasa Indonesia.

Ini mungkin agak ga penting sih. Haha. Saya belum mempelajari ilmu shorof secara dalam. Masih cetek kali pengetahuan saya ini. Tapi berkat obrolan itu entah kenapa saya lebih setuju bahwa maksud ayat tsb sebenarnya di setiap kesulitan itu beneran ada kemudahan di dekatnya. Bukan kemudahan datang setelah kesulitan itu berlalu tetapi bersamaan dengan datangnya kesulitan itu Tuhan sudah memberikan kemudahan sepaket dengannya. Tinggal masalah waktu saja kita dapat melihat kemudahan itu. Lagipula, kesulitan dapat berlalu karena ada kemudahan, bukan? Jadi memang JALAN KELUAR ITU ADA TEPAT BERSAMA KESULITAN ITU ADA. Itu janji Allah.

Manusia

Berdasarkan apa yang saya barusan pikirkan, dimulai dari mengamati diri saya sendiri sih sebenarnya hihi, sakitnya manusia itu ada tiga jenis : Sakit fisik, sakit jiwa secara psikologi, dan sakit jiwa secara spiritual. Sayangnya, sepertinya ketiga jenis komponen ini (fisik, psikologi dan spiritual) saling berpengaruh.

Saya pikir ada hubungan sangat erat antara keadaan jiwa spiritual dan psikologi seseorang. Sejauh pengamatan saya, orang-orang yang baik spiritualitasnya memiliki kedamaian yang terlihat pada dirinya. Bagaimanapun kondisi di dunia fisiknya, orang tsb tetap tampak bahagia (saya yakin dalam dirinya juga bahagia atau lebih tepat jika saya katakan tentram). Sedangkan saat kondisi spiritualitasnya, maaf, sedang kurang baik. sisi negatifnya keluar. Bingung dalam pikirannya sendiri. Dan ini men-drive pikiran dan sikap negatif keluar. Mentally affected. 

Namun saya belum mengamati bagaimana dengan kasus orang yang katanya tidak percaya dengan Tuhan.

Singkatnya, saya menemukan (dan ini hanya pengamatan amatir) bahwa kondisi spiritual mempengaruhi kondisi mental sesorang, mempengaruhi pikirannya. Pikiran-pikiran ini men-drive fisiknya untuk menyesuaikan diri. Otak juga bekerja berdasarkan kondisi emosi juga bukan? Muncullah hormon-hormon untuk mengekspresikan kondisi mental itu. Akhirnya semua ini membentuk ekspresi fisiknya. Wal hasil kita bisa melihat bagaimana kondisi fisik orang yang bahagia, orang yang sedih, orang yang tanpa tujuan, dll.

Banyak kan kita menemukan orang yang sakit karena terlalu banyak beban pikiran? Tapi banyak juga kita temukan sesorang yang sakit kondisinya membaik dengan cepat setelah mentalnya tenang. Dan entah kenapa sepengamatan saya mental yang tenang ini didapatkan setelah ada kata pasrah "tertempel di jidatnya" atau dia menjadi pribadi yang bersyukur atas apa yang dia miliki saat ini.

Hingga saat ini, saya belum menemukan hubungan yang sebaliknya dari ketiga komponen ini : fisik individu mempengaruhi mentalnya sendiri atau mental yang mempengaruhi keadaan spiritual. 

Kondisi fisik lingkungan sekitar memang dapat mempengaruhi mental seseorang. Namun bagaimana seseorang bereaksi terhadap stimulus dari luar, menurut saya juga bergantung pada bagaimana kondisi spiritualnya saat itu.




***ah ngomong apa kau, Nal***




Jika menurut pembaca ada yang salah dengan apa yang saya pikirkan. mohon luruskan.

How's next?

Finally, yesterday was the farewell of internship session 2 :(

As usual, there is withdrawal syndrome but not as much as the first one. Sedih sih. Kemarin kami harus memberesi perkakas-perkakas itu. And we forgot to take photo with our supervisor. Hiks.

one have been done. So what's next? How will you start your next concern?

AUS : Behind The Scene - Part 6

Saya sudah banyak ngepost behind the scene yah. *di post ini percakapannya ga persis aslinya. Ya kali saya bisa inget persis detilnya.*

Hari Jumat, 15 Juni 2016 adalah satu-satunya hari selama saya di Singapur tanpa jalan-jalan. Saya dan teman sekelompok (dan sebenarnya juga kelompok lain) mempersiapkan presentasi untuk esok harinya.

Tapi saya ga berniat cerita momen itu di post ini eheheee.

Sabtu malam adalah malam terakhir kami di Singapur dan malam paling berkesan menurut saya. Sore hari kami mengunjungi Gardens By The Bay since we got free tickets haha. Pertama kalinya kami main tanpa ditemani teman-teman dari Singapura. Kami mbolang saja, kalau kata anak-anak mah, "let's get lost together". Padahal naik MRT itu gampang banget. Tinggal memahami makna gambar-gambar rute di stasiun maka InsyaAllah tidak akan nyasar.

Gardens By The Bay
Sebenernya ini surga dunia buat saya. Saya yang awalnya capek, bahkan sampai tidur berdiri di MRT, langsung beneran melek pas sampai sana. Sayang sekali hp saya mati kala itu. Aaaah saya hanya bisa mememorikannya dengan indra dan memori alam saya, BTW kenapa surga dunia, Nal? Soalnya di sana banyak banget tumbuhan dan yang lebih penting, banyak banget bunga karena memang yang "disajikan" di sana ya tumbuh-tumbuhan itu. Sayang sih rame dan waktunya singkat. Hahahaaa

Tiga tempat kami kunjungi : Skywalk, Flower Dome dan Cloud Forest.


flower dome. sumber gambar : google

skywalk. sumber gambar : google

cloud forest. sumber gambar : google

Seneng banget bisa lihat segitu banyak tanaman dan ditata sebegitu rapinya, Sejuk banget di dalam flower dome (yang saya yakin itu juga efek pengatur suhu ruangan) dan di cloud forest (itu sih karena efek air terjun buatannya). Waw keren banget. Cloud forest adalah "taman" vertikal paling gede yang pernah saya lihat sampai saat ini. Saya berimajinasi, saya bisa jalan santai, pelan, merentangkan tangan, menikmati semuanya sampek merem2. Gitu deh. Kayak di film2. Sayangnya itu hanya imajinasi.

Sayang banget lah rame dan waktunya sedikit jadi kurang menikmati gitu. Kami harus segera caw karena kami janjian dengan teman-teman Indomie (Leg Singapur yang ke Bandung, memberi nama grup mereka "Indomie"). Kami mau makan bareng dan menikmati malam terakhir kami bersama di Singapur.

Makanan Indonesia di Singapur : Ayam Penyet Ria *ga promosi
Kami makan di Ayam Penyet Ria. Relatif lebih murah daripada di restoran Thailand yang kami kunjungi sebelumnya. Saya baru sadar, porsi ayamnya gedhe banget. Kelihatan banget sih "ayam suntikan". Di Indonesia juga "ayam suntikan" sih tapi ga segedhe itu. Karena sebuah pikiran yang muncul beberapa hari sebelumnya, saya jadi ga mau makan ayam di sana. Hahahaa. Wal hasil pesen udang deh.

Orang mabuk
Malam itu juga berkesan karena itu adalah pertama kalinya saya melihat orang mabuk secara langsung. Setelah makan, kami pulang. Kami berpisah dengan teman-teman Indomie di stasiun Orchard (kalau ga salah). Sebelum berpisah, kami bertemu dengan Bennet dan dua orang temannya. Mereka bertiga lagi mabuk. Dua temannya udah cukup lost control. Hahahaaa ternyata orang mabuk itu gitu to mukanya. Merah merona, ngomong ga jelas, jalannya ga bener. Hahahaaaa. Tapi serem euy.

Let's get lost together
Malam itu pertama kalinya kami pulang tidak diantar sama sekali. Kami bersembilan dilepas di stasiun itu (Salah satu dari kami ikutan mereka clubbing). Kami hanya diberi tahu untuk ke Stn.Botanic Gardens lalu naik bus 151. Dan di malam itulah, akhirnya Siwo beneran bertindak menjadi leader dan buddy kami. Dia menggantikan kerjaan Glennson selama ini. Hahahaa malam itu dia menghitung jumlah kami setiap beberapa waktu sekali. Hahahaaaa.

Kami sampai di Botanic Gardens. Kami langsung mencari halte bus terdekat. Tinggal kurang dari 20 meter dari halte bus, kami melihat bus 151 sudah sekitar 15 meter menjauh dari halte. Bus nya sudah berangkat. Panik deh panik. Diva yang punya apps buat liat jadwal kedatangan bus, ga bisa nemu bus 151 lagi di halte itu. Makin panik nih.

Bertanyalah saya ke orang di Halte.
"Excuse me. Anooo. What time is the last bus will be?"
"I think it depends on the bus. You can see it on the board."
Jalan ke papan. Ngecek.
"guys, what time is it?"
"OMG, that was the last bus!"
Makin panik makin panik. Tanya orang lagi. Orang yang sama.
"Emmm do you know how to get to University Town? Umm I mean NUS."
Orangnya ga tahu. Tapi ada orang lain yang njawab.
"I think you better take MRT to Clementi"
"Ah OK. Thank you."

Berlarianlah kami cepat-cepat menuju stasiun kembali. Kami memutuskan untuk naik kereta sampai Buona Vista lalu naik bus 196, seperti biasa. Suasananya panik nih. Soalnya MRT hanya beroperasi sampai jam 11pm

"Kalau nanti pas sampek di sana busnya udah abis, yaudah sih, nanti jalan."
"Kan kalau begini ada sesuatu yang mengesankan gitu kan. Malam terakhir ketinggalan bus. Jalan sampek kampus. Nanti pasti paling diinget tuh."
(up) entah siapa yang komentar gitu hahaha.

Saya pernah keliling sendirian di Buona Vista di hari pertama saya sampai di Singapur. Saya tahu jalannya. Tapi ya kurang mantep gitu. Secara, kemampuan mengingat saya ini ... perlu ditingkatkan. Yang paling panik Diva sih.

"Kaaak, ayo cepet!" kata Diva.
Si Wahid di belakang berusaha menenangkan, "Tenang. Kalem. Hati-hati jalannya. Tenang-tenang. Gue anak keamanan kok." So what? Apa hubungannya sama maneh anak keamanan OSKM, Hid?

Pas saya nunjukin jalan, yang kelihatan malah menuju MRT lain (padahal itu memang jalannya). Diva panik banget nih. "Kak, ga ada jalannya ini." Dia balik naik eskalator ke atas. Shasa dan Laras pun ikutan.

"Guys, Itu ada jalan keluar!! Guys, Itu ada jalan keluar!!" Saya teriak-teriak di lorong stasiun yang udah sepi karena udah mau jam 11. Saya jadi ikutan panik coy.

Akhirnya, they followed me and we found Opp Buona Vista bus stop. Bus selanjutnya masih sekitar 10 menit kemudian. Aman.

Pelajaran yang kami dapat di malam terakhir kami di Singapur

Don't let panicked girl lead the way

Begitulah malam terakhir kami. Epic tapi menyenangkan.

Bus 196 andalan kami

Cloudy Morning

Tumben sekali hari ini saya tidak telat masuk ke kantor. Ternyata berangkat pagi hari ini menyenangkan karena suasananya membawa nostalgia. Ahaaaa~

Suasana pagi sisa guyuran hujan semalam memang menyenangkan. Dingin namun mengingatkan akan "kehangatan" suasana pagi di rumah. Memangnya suasana pagimu sehangat apa? Emm mungkin sehangat duduk di depan perapian, nggangguin ibu masak. Mungkin juga sehangat susu buatan Ibu. Alaaaah.

Pagi ini membawa memori dibonceng bapak untuk diantar ke sekolah. Melewati sedikit persawahan yang berkabut. Ah, tiba-tiba saja kangen dibonceng bapak. Jadi kangen rumah begini. Padahal belakangan sedang ga pengen pulang ke rumah walaupun sudah berkali-kali ditanyai "nanti tanggal 12 jadi pulang ga?". Apa nanti saya jadi pulang saja ya?


*kok gambarnya berasa sore hari ya :D

WAR


WHAT IS YOUR BIGGEST WAR?

.
.
.


For me, it's the war against "myself"




Beautiful Mind

Omae omaee~

Jarang-jarang saya ketagihan drama korea begini. Saya baru nonton drama korea yang agak serius nih. Judulnya Beautiful Mind. Bercerita tentang kehidupan kedokteran, utamanya kehidupan tokoh utama yang psikopat dan perlahan jadi normal. Saya ketagihan nih. Eh apa ini cuma withdrawal syndrome doang ya? Haha. Misteri, psikologi, medis, politik, sedikit romance, dan banyak hal yang berhubungan dengan mata kuliah Etika Profesi dan Rekayasa ada di drama itu. Karena porsi romance-nya yang sedikit dan tokohnya yang punya social disorder, lebih spesifiknya tidak bisa merasakan, mengekspresikan emosi dan membaca emosi orang lain, ditambah tokohnya diposisikan di usia "cukup tua", membuat romance-nya jadi sweet dan kadang kocak gitu. Sayang banget sih tokoh utamanya yang cowo kurang muda jadi kelihatan banget gap umur cowo dan cewe dengan hanya melihat mukanya.

Gara-gara nonton drama ini saya jadi mikir, politik itu rumit sekali. Atau mungkin sebenarnya yang membuat rumit itu politik tidak bersih? Hahahaaa. Kepikiran juga ternyata menjadi dokter adalah sebuah tanggung jawab yang besar. Besar banget. Urusannya sama nyawa orang lagi. Dan menjadi dokter yang baik itu lebih berat lagi. WOW.