Posts

Showing posts from September, 2020

Separuh Hatiku Tertinggal di Lyss - Bern - Bagian 1

Sebelum ini di seri Separuh Hatiku Tertinggal di Lyss saya cerita tentang main ke Aarberg dan Biel/Bienne pada hari Sabtu, 14 Desember 2019. Hari Minggunya, saya, Mas Ervani, Mas Nugroho, dan Mas Kridanto ga ke mana-mana. Saya sendiri bangun kesiangan. Sebuah pertanda betah di sana eheheee. Saya pengen ngajak mas-mas jalan-jalan sekalian beli oleh-oleh tapi ga tau mau ke mana. Sebenernya yang paling feasible adalah ke Bern tapi kami sudah janjian sama Mas Schwab untuk ke Bern bersama pada Senin malam. Akhirnya kami hanya jalan-jalan di dekat-dekat hotel saja. Mengeksplor tempat yang belum kami kunjungi. Kami melewati jalanan perumahan. Sepi sekali di sana. 

Boys day out. Eh kalau gitu saya katut disebut boys dong?

Senin seusai pelajaran, Mas Schwab hendak menepati janji mengajak kami makan bersama di Bern. Waktu itu, secara jadwal, pelajaran usai pukul 17.00 waktu setempat (waktu itu molor sih wkwk) sementara maghrib menjelang pukul 16.47 waktu setempat jadi praktis kami izin sholat maghrib dulu sebelum caw.

Agenda utama kami adalah makan malam bersama di sebuah restoran vegan. Mereka baik banget loh. Ngajakinnya langsung ke tempat yang kami pasti bisa makan. That's so mindful of them. Sebelum berangkat, terjadi percakapan yang kurang lebih begini ...

"Do you guys like walking?" Tanya Mas Schwab,

"For me, yes," jawab saya

"I mean for a long distance."

"I usually walk even for quite far distance. I don't know about them hehe."

Kami mengendarai mobil sambil mendengarkan lagu-lagu Swiss yang enak juga di kuping. Disopiri oleh Mas Schwab. Masih sama Mas Schwab saja. Baertschriger dan Caesar mau nonton dulu. Nanti kami akan ketemu di Bern. Sementara Manrique de Lara belum tentu bisa menyusul. Kalau istrinya ngebolehin, dia akan nyusul, demikian kata Mas Schwab. Wah jokes-nya de Lara, "Been married for a year already ... and still in love", benar adanya hihihi.

Bern, berjarak sekitar 27 km dari Lyss, merupakan salah satu kota besar yang terkenal di Swiss. Bern sendiri sebenarnya merupakan nama salah satu dari 23 Canton di Swiss, sementara kota Bern adalah pusatnya Canton of Bern ini. Canton bisa kita analogikan sebagai provinsi di Indonesia. 

Bern merupakan salah satu kanton besar di Swiss. Kanton yang terkenal ada Zürich, Bern, Luzern, Basel, Lausanne, Geneva. Kebanyakan terkenal karena kawasan wisatanya. Sumber: about.ch

Perjalanan kami melewati jalan tol. Di Swiss, tidak ada gerbang pembayaran tol. Pengguna jalan tol diwajibkan membayar pajak sekitar 40 Francs per tahun untuk dengan bebas menggunakan jalan tol. Sebenernya kalau belum bayar dan lewat kan ga ada yang tau ya. Haha. Keren sih. Either sistem pembayarannya yang diatur dengan baik biar orang-orangnya pasti bayar atau memang mental citizen-nya yang taat aturan. Lagian 40 Francs atau sekitar 600 ribu rupiah untuk setahun sangat murah ga sih? Apalagi kalau memang sering pakai jalan tol.

Tiba di Bern, saya sibuk melihat kota. Bern sangat berbeda dengan Lyss. Ramai di sana-sini. Orang-orang jalan, lari, olahraga, naik mobil, naik bus banyak sekali di sana. Kami diajak Mas Schwab melewati area Universitas Bern yang ternyata adalah tempat Mas Schwab menempuh studi master Biomedical Engineering. Keren 😸

Setelah parkir di tempat yang saya kira di depannya lokasi makan, ternyata kami masih harus jalan. Inilah rencana yang saya tidak tahu-menahu. Mas Schwab mau ajak kami jalan-jalan terlebih dahulu.

Dari lokasi parkir, kami berjalan menuju area yang tampak seperti atap suatu gedung. Saya sendiri saat itu belum tahu di mana saya berada. Di sana ada banyak tempat duduk. Banyak muda-mudi. Ada yang sendiri, ada yang berpasangan, ada yang bergerombol. Ada yang ngobrol santai, ada yang belajar (eh ada ga ya?), ada yang ciuman ... yang kemudian membuat Mas Nugroho sama Mas Erv heboh 😒 Saya yang masih bocah kok malah biasa aja. Semacam udah maklum gitu. Ya kan ini di sini, bukan di Indonesia. Budayanya beda. Menurut saya yang disayangkan adalah dengan begitu mereka jadi mengumumkan sesuatu yang privat. 

Dari atap itu, kami bisa melihat jalur kereta dan tentunya sekaligus kereta yang lewat. Pada malam itu dan di tempat itulah saya mendapat penjelasan tentang Kereta BLS dari Mas Schwab (disebut di petualangan ke Aarberg dan Biel) .

Kereta yang lewat terlihat dari sisi atap yang kami singgahi

Perjalanan kami lanjutkan beberapa langkah menuju sebuah gedung yang ternyata adalah main bulding-nya Universitas Bern. Barulah saya tahu ternyata area yang kami datangi adalah area Universitas Bern. Tadi dibilang lewat Universitas Bern tapi saya ga tau kalau ternyata kami berhenti di area dalam kampus. Duh Mas Schwab pinter banget sih milihin tempat. Bikin saya pengen jadi anak sekolah lagi kan.

Kami masuk ke dalam gedung tersebut. Salah satu hal menakjubkan dari negara-negara Eropa Barat adalah bangunannya yang bagus. Bukan yang modern dan futuristik gitu namun klasik nan keren. Mungkin karena jarang lihat tipe bangunan seperti itu jadi bangunan di sana yang biasa aja pun bagi saya bagus. Tapi bangunan Universitas Bern ini beneran bagus. Saya yakin itu bukan tipe bangunan yang biasa saja bagi orang sana.

BTW saya jadi penasaran bagaimana orang-orang sana menjaga bangunan-bangunan bersejarahnya biar tetep bagus. Hmmm kayaknya ada studinya sendiri deh, Nal. Ada kan jurusan yang belajar heritage gitu. Kayak Mbak Diana alumni PSTK '08 itu lho. Dulu Arsitektur ITB, selanjutnya belajar tentang heritage di London.

Kami menjelajah hingga lantai paling atas. Ada banyak lukisan, baik di dinding maupun atap. Kesannya jadi kayak museum yang saya lihat di film The Da Vinci Code. 

Bangunan Universitas Bern yang kami masuki tampak dari luar

Lukisan di atap. Nglukisnya gimana? Apakah itu sebenarnya adalah ceiling-paper?

Boys time. Kali ini bareng Mas Schwab.

Di depan gedung itu ada area berumput. Kata Mas Schwab, mahasiswa biasanya siang-siang gitu duduk-duduk di sana. Wah seru ya! Goleran di atas rumput untuk melepas penat. Apalagi kalau malem-malem pas padang bulan, goleran di sana, melihat langit, bulan, dan bintang. Pasti yahud.

Perjalanan kami lanjut ke area yang lebih banyak tempat duduknya. Di sana lebih banyak manusianya. Ada pohon besar di tengah area berlantai kayu di sisi selatan. Dari sana, kami bisa melihat banyak bus. Rupanya di bawah sana adalah halte bus.

Beginilah kira-kira posisi persinggahan kami di sekitar Bern Uni

Di spot pertama tadi terlihat jalur kereta yang cabangnya banyak, pasti di bawah adalah stasiun. Di sisi ini, di bawah sana ada halte bus. Keduanya sangat dekat dengan universitas. Betapa desainnya sangat memudahkan anak sekolah. Tapi sebenernya saya curiga alasan kedekatan ini lebih dikarenakan peluang wisata dibandingkan alasan kemudahan akses pendidikan. Hehehe.

Selanjutnya kami diajak ke elevator terdekat untuk turun. Rupanya elevator tadi menuju area stasiun bawah tanah. Ramai sekali di bawah sana. Jalannya Mas Schwab cepet banget lagi, sejujurnya saya takut ilang wkwk. Saya tidak bisa menjelaskan banyak tentang area bawah tanah ini. Saya buta. Yang saya tahu area itu adalah tempat orang bertukar transportasi, mempertemukan kereta dan bus (dan tram yang saya ketahui kemudian) makanya ramenya super sekali. Apalagi Stasiun Bern adalah stasiun besar. Di sana banyak sekali pertokoan, dari minimarket sampai yang menjual fashion bermerek.

Tiba-tiba saja kami sudah di atas tanah. Tram-tram merah menyambut kami. Rupanya kami muncul di stasiun tram. Seumur hidup, itulah pertama kali saya secara langsung melihat tram selain prototipe tram berbasis baterainya tempat kerja. Mas-mas yang sudah lama bergelut dengan dunia perkeretaapian langsung tersedot perhatiannya. Mereka beranjak memfoto-foto tram. Ya meski ada latar belakang titipan dari atasan buat eksplor tram di sana sih haha.

Tram di area Stasiun Bern.

Kami sempat terpencar saking excited-nya. Kalau saja kami tidak lagi sama Mas Schwab yang sudah menyiapkan rencana, mungkin kami akan nyoba naik tram itu. Jauh di dalam lubuk hati, ingin sekali naik tram itu. Semoga selanjutnya kami punya kesempatan naik tram di negara maju biar bisa jadi referensi kali aja terlibat kalau Indonesia bikin tram (ah elaaaaah lebay). Aamiin. Hihi.

Dari stasiun tram ini, Mas Schwab sempat menawari apakah kami mau masuk gereja. Ada gereja di dekat stasiun tram tadi yang arsitektur dan interiornya bagus. Saya sudah lama ingin tahu suasana dalam gereja seperti apa. Namun, sayang sekali gerejanya sudah tutup. Kami melanjutkan perjalanan.

Dari stasiun tram, kami berjalan lurus ke timur. Di sana masih dilalui jalur tram. Kami berkali-kali berjumpa dengan tram merah-hitam berbagai trek. Berkali-kali juga excitement mas-mas terpacu. Lurus di ujung jalan yang kami lalui, terdapat perempatan yang tepat di sisi depan kami ada bangunan jam (clock tower). Saya akan menyebutnya Jam Gadang 1.

Melihat clock tower seperti ini, saya jadi berpikir bahwa pembuat jam tangan adalah pahlawan yang nyata. Dalam imajinasi saya, saking pentingnya mengetahui waktu, dulu orang-orang membangun clock tower agar orang-orang punya penanda yang seragam dan dapat digunakan bersama. Dibangun demikian karena mungkin dulu belum ada jam yang bisa dibawa-bawa ke mana-mana. Sekarang manusia sudah punya jam tangan yang memudahkan mereka melihat waktu kapanpun dan di manapun. Terlihat kan sisi pahlawannya pembuat jam di mana. Mereka berjasa membuka kemudahan akses kepada penanda waktu yang katanya adalah uang. Malah jam tangan saat ini sekaligus menjadi aksesori fashion yang cukup elit bahkan belakangan dilengkapi dengan berbagai fitur teknologi cerdas. Betapa berjasanya para pembuat jam tangan untuk peradaban manusia. Mereka juga berjasa menggeser fungsi clock tower menjadi hal estetik semata, menjadi bukti peradaban penting manusia. Setelah ini, saya harap setiap melihat clock tower pembaca tulisan ini teringat betapa hebat perjalanan yang sudah dilalui umat manusia untuk mengetahui dan menandai waktu sampai di titik ini. Berujung pada betapa hebat Tuhan mendesain kecerdasan sehingga peradaban sedemikian rupa bisa tercipta. 

OK. Let's get back. Selanjutnya kami mengambil jalan lurus melewati Jam Gadang 1. Kami mengambil beberapa foto di ruas jalanan ini. Di sana ada air mancur setiap beberapa meter. Dilengkapi dengan pilar tinggi dan di atasnya ada patung yang tidak saya kenali. Menurut saya itu patung hero. Sayang sekali patung Saitama ga ada di sana hehehe.

Pada setiap tiang berpatung itu ada air mancur di bagian bawahnya.

Foto lompat adalah jalan ninja kami

Masih lurus ke timur kami melanjutkan perjalanan. Bangunan-bangunan klasik dikombinasikan dengan tram berseliweran dan riuh orang lewat menyegarkan mata dan pikiran. Harus fokus jalan di area begini agar tidak menghalangi jalan tram. Kalau ditabrak kan ga lucu.

Di ujung jalan, ada Jam Gadang 2 yang kalau di maps disebut Zytglogge. Kali ini lebih besar dibandingkan sebelumnya. Kalau saya tidak salah ingat, di Jam Gadang 2 ini Mas Schwab mengatakan bahwa tidak menyalahi hukum untuk kencing di sana (di dalam bangunan Jam Gadang 2). I was ... trus kenapa kalau orang boleh kencing di sana? atau maksudnya boleh kencing sembarangan di sana? pesing dong.

Zytglogge: Jam Gadang 2

Mas-mas yang penasaran pun mengiyakan ajakan Mas Schwab meski ragu. Saya menunggu di luar. Telapak kaki hingga Ankle mereka sebenernya kelihatan sih dari luar. Saya pengen ngefoto kaki mereka yang cuma kelihatan dikit itu tapi ga jadi. Mereka keburu keluar. Ga jadi pipis di sana. Kenapa? tanya aja sendiri ye. Kata Mas Nugroho di sana ada tempat buat pipis kok. Jadi bukan pipis sembarangan yang merusak keindahan fasilitas yang dinikmati baik oleh mata maupun hidung.

Di terowongannya Jam Gadang 2 ini ada alat-alat ukur yang dipajang. Sebenarnya yang dipamerkan utamanya adalah satuannya. Menunjukkan satuan-satuan yang digunakan orang zaman dulu di sana.

Salah satu satuan yang digunakan di Swiss zaman dulu adalah SchweizerFuss (ga nemu hurufnya 😔 kayaknya dibaca Shwaiserfuss, artinya Fuss Swiss)

Dari Jam Gadang 2, kami belok kanan ke selatan untuk kemudian belok kiri ke timur lagi. Di belokan ke timur ini ada perpustakaan. Dibilang begitu, saya langsung tertarik. Mas-mas pun bilang (yang anggap saja begini), "She likes library so much. She loves books."

"Yah sayang sekali sekarang kamu ga bisa mampir sekarang, Nala. Sudah tutup. " Demikian komentar Mas Schwab.

Katanya sih ini perpustakaan. Ga tau ya kalau saya salah tangkep.

Kami lanjut ke timur. Tak jauh dari sana, kami menemukan barak-barak. Rupanya ada pasar kaget. Di Swiss ada tradisi Christmast Market, pasar malam berhari-hari sebelum natal. Ga kalah sama pasar malam menjelang Idul Fitri. Sebenarnya kami sempat mampir melihat-lihat pasar natal di spot lain sebelum tiba di sini tapi saya lupa di sebelah mana jadi saya lewat deh ceritanya. Keramaian pasar natal yang ini ada di depan gereja. Gereja ini lebih besar dibandingkan gereja yang hampir kami masuki di dekat stasiun tram tadi. Ya jelas lebih besar, Nal -_- Ini levelnya sudah bukan gereja lagi. Ini katedral. Katedral Bern namanya.

Katedral dengan kemeriahan pasar natal di depannya

Karena kami tidak bisa masuk (sudah tutup), kami lanjut melipir ke selatan katedral dan berjalan menuju taman. Namanya Taman Münsterplattform. Di sana hanya ada sedikit manusia. Mungkin karena taman ini kurang lampu jadi orang enggan untuk ke sana. Taman ini merupakan taman bermain. Ada beberapa wahana bermain untuk anak seperti kuda-kudaan yang sempat saya naiki sebentar. Sebenarnya ingin main lebih lama tapi malu. Di sana juga ada tugu yang ada termometer Reamur dan Celcius nya. Ga tau sih kenapa dipasang di sana. Mungkinkah untuk anak-anak belajar tentang konversi satuan temperatur?



Di spot ini juga terlihat jaring-jaring di bawah sana yang kata Mas Schwab gunanya biar orang ga bisa bunuh diri di sana. Ga tau bercanda atau engga tapi kalau beneran kok ya bunuh diri di taman bermain sih, dekat tempat ibadah pula.

Dari taman bermain yang gelap ini, kami beranjak kembali ke pinggiran katedral dan mengambil jalan lurus ... 

Kok sudah panjang begini ceritanya. Saya bagi dua saja ya cerita di Bern ini. Sejauh ini, kita sudah menghabiskan perjalanan di jalur kuning. Selebihnya mari diceritakan di sesi selanjutnya. 

Wassalamu'alaikum.

Cerita Saja (22)

Ditinggal Ibu Kos

Jadi gini. Sudah seminggu lebih saya sendirian di kosan. Alfio memang sudah berbulan-bulan lebih memilih PP rumah-kantor, Mbak Nurul kebetulan suaminya lagi pulang jadi ya dia pulang ke rumah, sementara ibu kos sedang ke Malang untuk berlibur sekaligus mengunjungi sanak saudara.

Di kosan sendirian ada senang dan tidaknya. Ga senengnya jadi sepi gitu. Ga ada yang diajak ngobrol kecuali barang. Ga ada pula yang bangunin kalau kesiangan. Dari sini saya jadi prihatin dengan para orang tua yang harus menghabiskan masa tuanya seorang diri. Pasti sepi. Tapi kalau kata bapak, jangan kamu merasa kesepian, jangan takut sendiri. Ada Allah. Yah meski begitu saya tetep sering merasa ga punya teman sih haha.

Nah senengnya, saya jadi bebas mau ngapain aja. Kalau pulang kerja olahraga, ga harus tiba-tiba berhenti karena diajakin makan. Daaan saya jadi terpaksa masak. Sebenernya bisa sih makannya beli. Tapi saya kok prefer masak sendiri ya. Kalau beli paling menunya gitu-gitu aja. Lagian sayang bahan-bahan di kulkas. Kalau sendiri gini saya bisa bereksperimen sesuka hati sekaligus mengingat masa hidup tiga tahun lalu yang memaksa diri untuk memasak makanan sendiri. Haha meski eksperimen, kayaknya skill saya belakangan ini better than before ðŸ˜Ž

Menghadapi kesendirian di kosan ini, atau yang sebenernya lebih utama adalah kemandirian pangan karena harus masak sendiri, saya jadi sadar ternyata waktu saya kurang. Biasanya saya pulang abis maghrib. Anggap sampai kosan pukul 18.30. Kemudian olah raga. Kalau dulu durasi olah raga saya 10-30 menit, belakangan jadi dua kali lipat. Sekitar 30-60 menit bahkan sering lebih bergantung jadwal hari itu seperti apa. Saya jadi sering ngikuti program gitu jadi ga bingung milih workout yang mana tapi durasinya jadi lamaaaa. Belum lagi mendinginkan badan kan. Masa masak masih keringetan dan ngos-ngosan. Kalau ada bu kos sih biasanya beliau masak pas saya olahraga, saya sering bantuinnya dikit, bahkan ga sama sekali malah disuruh olahraga aja. Hehehee bu kos tahu saya olah raga untuk melepas penat kerja.

Nah setelah itu, baru saya masak, trus makan, baru mandi, kemudian sholat. Daaaan seringnya kegiatan-kegiatan ini baru selesai sekitar pukul 22.00. Meski begitu, sering ga bisa langsung tidur. Pasti masih nonton yutub atau baca blog orang atau lainnya. Haha these days saya lagi malas baca buku jadi agenda baca buku sebelum tidur dilewati. Kalau agenda baca buku ini dimasukkan, waktu sepulang kerja saya jadi makin terasa kurang nih. Soalnya mencari hiburan di hp tu menjadi kebutuhan yang cukup eummm ya begitu. Jadi seringnya ga diskip.

Akhirnya saya mendapat pencerahan bahwa saya perlu pulang lebih awal. Bahwa kayaknya kerja yang overtime seperti biasanya perlu dikurangi atau bahkan dibiasakan untuk tidak menjadi kebiasaan.

Ini masih ngurusin diri sendiri, kalau udah ngurusin anak gimana yak ... Wah keren juga ibu-ibu yang memilih untuk bekerja penuh waktu di kantor. Salute. Sungkem.


Menulis

Saya baru sadar ternyata teman-teman saya lumayan ada beberapa yang nulis blog. Yang saya ingat, saya sering baca blognya Suy, Syahbana, Kak Syarif, Kak Doti ... Bahkan alamat blog ini terinspirasi dari alamat blog nya Kak Doti yang lama. Dulu alamat blognya panjangbanget.blogspot.com, nah ini menginspirasi saya untuk memberi alamat blog yang kesannya haha-hihi gitu akhirnya muncullah katanyanala dengan Porto Folio nya. 

Selain 3 tadi, saya (dulu) juga selalu update tumblr nya Manasikana. Teman-teman kuliah yang di lapak Tumblr yang saya tahu ada Mbak Ulul, Prihatiningrum, Dewanto, Ellisa, Andini, dan Patrianisa. Ga semuanya tipe bacaan saya sih hehe. Tapi ya intinya temen-temen saya menulis

Dulu Kokoh juga sempet nge-blog, meski sekarang ga lanjut, isinya esai ilmiah (duh bukan bacaan hiburan banget). Aji juga sempet ngeblog bahkan sampai diopeni tampilannya namun mandheg hingga sekarang. Selain itu, saya baru tahu setelah lulus kuliah bahwa teman saya yang bernama Herawati juga ngeblog bahkan sejak 2012. Lebih duluan daripada saya.

Di kantor, saya ketemu Mas Nugroho yang juga blogger. Blognya ga cuma satu lagi (tapi yang saya baca satu aja wkwk). Saya ketemu juga sama Mbak Primadini yang suka nulis blog juga. Tulisannya dalam Bahasa Inggris. Keren nian. Saya juga nemu Mbak Maulida yang juga blogger. Kontennya lebih banyak sastra. 

Orang-orang keren kayak Mbak Gitasav (public figure), Kak Rousyan (CEO Pahamify - belakangan kayaknya dia ga mau disebut CEO sih), Pak Dahlan Iskan (Mantan Direktur Jawa Pos, Mantan Menteri BUMN 2011-2014) ... mereka orang-orang keren saja punya blog. Dari sana saya  banyak belajar hidup terutama dari pemikiran-pemikiran mereka. 

Hmmm karena orang-orang keren ini smenulis somehow saya jadi bangga punya blog 😊 hihi. Ya meski isinya curhatan begini, tapi berdasarkan pengalaman saya, bahkan kita bisa belajar dari curhatan orang lain. Saya berdoa semoga blog saya, meski lebih banyak difungsikan sebagai tempat sampah, tetap memberikan manfaat bagi pembaca. Yah paling tidak untuk diri saya sendiri saat mengunjungi tulisan lama. Dinasehati diri sendiri di masa lalu tu rasanya hangat dan nyaman. 

Sudah dulu deh. Feeling saya lagi kurang connected. Ini kalau dibaca kayaknya akan aneh deh. 

Cerita Saja (21)

Yay! Akhirnya judul Cerita saja hadir kembali. Saya bingung mau kasih judul apa. Have several things I want to blabbering about. 

Kepedulian dan Jodoh Berjodoh

I am turning 25 this year. Ga kerasa sih cepat sekali waktu berlalu. Saya kok merasa diri saya masih 20 ya hahaha. Rasanya pemikiran saya masih di umur segitu. Hahaha mental saya kayaknya memang rada telat dibanding umur aslinya sih. Mas Nugroho yang baru kenal saya pun juga bilang secara teknis, pengetahuan, mungkin saya memang sudah lulusan kuliah, tapi secara mental ... ya gitu deh.

Nah menurut orang-orang di sekitar saya, seharusnya di umur segini saya lebih dewasa. Sudah memikirkan hidup ke depan seperti apa. Lebih spesifik lagi, mereka berharap saya sudah mikirin tentang nikah. Sementara itu, yang mereka lihat kenyataannya adalah saya yang keasyikan menghabiskan waktu di tempat kerja. Seperti tak punya kehidupan lainnya.

Entah kenapa diri saya menganggap bekerja seperti sekolah. Rasanya di sana seperti tempat bermain. Bertemu teman-teman dan mengerjakan tugas. Mirip sekolah kan? Dan mungkin karena masih berpikir seperti sekolah ini saya seolah terlihat habis-habisan. Ga pulang-pulang. Ngerjain tugas melulu. Padahal mungkin di tempat lain ada orang yang kalau jam kerja sudah habis, ya dia pulang regardless status tugasnya. Masih ada hari esok. 

Sering mas-mas menegur dengan mengingatkan untuk pulang. Beberapa kali hingga eksplisit terang-terangan nyuruh saya memikirkan masa depan yang saya bilang tadi. Latest event-nya dua hari yang lalu manajer saya ngajak saya ngobrol. Dimulai dari umur saya berapa. Dilanjut wejangan bahwa secara biologis dan medis wanita lebih baik hamil sebelum usia 35 tahun regardless Tuhan berkata apa. Kalau Tuhan sudah berkehendak tidak sesuai teori ya beda kasus. Kemudian secara terang-terangan saya dituturi untuk memikirkan langkah menuju ke sana. Dibilang juga jangan kerja terus, kalau waktunya pulang ya pulang aja. Luangkan waktu untuk main. Untuk melakukan hal-hal menuju ke sana (maksudnya kencan kali ya). Saya dituturi untuk berikhtiar.

Satu sisi saya senang diingatkan pulang, diingatkan main, dituturi demikian. Bagi saya, itu cara mereka menunjukkan kepedulian dan kasih sayang mereka. Sebuah tanda bahwa saya dianggap ada.

Ah menulis kalimat barusan membuat saya ingat bagaimana dulu saya bisa bahagia banget cuma karena merasa bahwa lingkungan saya menganggap saya ada. Perasaan itu menghapus loneliness dalam diri. Yaampun kasihan banget sih lu, Nal.

Lanjut. Namun, di sisi lain saya sebenernya bingung. Apa yang mereka maksud dengan "ikhtiar"? What am I supposed to do? I just don't understand. Kalau urusan pulang awal atau engga, saya juga bingung, saya mau ngapain di kosan kalau saya pulang awal? Sementara kalau di kantor bisa lebih produktif karena ada yang bisa dikerjakan. Urusan main, saya mau main sama siapa? Selama ini saya ga keluar rumah atau kosan kalau ga perlu. Kalaupun main, harus ada yang ngajak. Kecuali kalau saya sudah punya kecengan gitu mungkin permintaan ini masuk akal wkwkwk.

Nah eta. Kecengan. Saat ini semua cowo rasanya sama. Ya gitu-gitu aja. Hujan aja jadi biasa aja. Tapi tetap menarik untuk dijadikan teman baik sih. Karena semua rasanya sama, saya bingung deh, apa yang orang-orang tadi harapkan untuk saya lakukan? PDKT? Kan rasanya semua sama, ga ada yang terasa spesial. Trus mau PDKT ke siapa?

Kemudian masalah memikirkan step menuju ke sana. It's either what I think about things towards marriage is not deep enough or they just don't know what and how I  think about marriage. Pemikiran saya memang tidak menghasilkan patokan harus nikah umur sekian, calon suaminya kriterianya harus sekian dan terima kasih (Kepikiran sih meski dikit but I am not sure if it's right even I am not sure I deserve to have that as a requirement. Ngaca diri aja begini-begini aja kok mensyaratkan yang begitu) , dll. Kayaknya saya baru di tahap sadar bahwa suatu saat akan menikah. Bahwa kehidupan pernikahan itu tidak hanya indah-indah dan menye-menye kayak orang pacaran. Karena hidup bersama akan berbeda jauh dengan bertemu beberapa jam dalam sehari atau malah seminggu sekali. Those are things I can share here I think.

Setiap saya merasa sepertinya perkara jodoh berjodoh ini sering hinggap di kepala, saya jadi khawatir karena masih ada banyak hal yang bisa dipikirkan selain urusan ini. Daripada baper dan energi terbuang ke sesuatu yang belum jelas, mending mikirin yang lain. Ada cita-cita yang butuh ditumbuhkan, semangat hidup yang cengoh perlu digairahkan, ada awareness yang perlu diasah, ada isu-isu kemanusiaan, lingkungan, dll yang tidak seharusnya diabaikan, ada kerjaan yang harus diselesaikan, ada keluarga yang perlu disapa, ada keuangan yang perlu diatur, ada praktik agama yang belum sempurna bahkan kosong mlompong sama sekali ... Tuh kan. Ada banyak hal yang bisa dipikirin selain cuma baper urusan jodoh berjodoh. Saya merasa rugi gitu kalau inget di luar sana ada orang yang semangat mengejar cita-citanya, mengaktualisasikan dirinya, belajar banyak hal ... sementara saya di sini cuma berkutat dengan pikiran jodoh kok ga nongol-nongol atau terjejali aliran-aliran konsumtif dan bergaya hidup, sorry to say, sok kaya.

Hidup Begitu Mengagumkan

Barusan saya buka-buka folder foto di harddisk eksternal. Pikiran saya seperti tersedot ke dimensi lain. Halah lebay.

Membuka memori lama menyadarkan bahwa diri ini keren sekali mau berjuang menjalani kehidupan selama ini. Kesadaran bahwa banyak teman yang dulu masih bocah, unyu-unyu, dan haha-hihi sekarang sudah berkeluarga semakin membuat rasanya cepat sekali waktu berlalu. Seperti saat ini, kok ya tiba-tiba sudah jam 2 pagi.

Rasanya baru kemarin saya masuk ITB, merasakan masa TPB, melaksanakan pagelaran pertama seumur hidup: Arjuna Tersipu Nafsu. belajar banyak di ITB, jatuh bangun juga di ITB karena ga bisa mengikuti materi sampek ga sekali dua kali merasa salah jurusan. Merasakan bahagianya nguri-uri budaya, belajar karawitan di PSTK, belajar organisasi (kepanitiaan sih wkwk) di PSTK. 

Tak lupa, meski 5 tahunan tinggal di Bandung, bisa dibilang ga pernah main, dalam artian ke tempat-tempat wisata, sama sekali. Alasannya kalau ga ga punya duit ya ga punya temen main. Rada nyesek sih tapi ya gapapa. Dulu ngerasain juga jauh dari rumah dan mengalami kesulitan finansial, mau minta ga enak sama orang tua. Diri, ternyata perjuanganmu tidak main-main.

Hingga akhirnya sidang, meski setelah itu ga bisa lulus bareng partners. Namun akhirnya bisa kelar juga si Tugas Akhir. Alhamdulillah. Akhirnya bisa diwisuda juga meski ga didatangi ortu seperti kebanyakan teman-teman lainnya.

Ga kebayang juga bisa diberikan kesempatan main ke Singapura dan Korea Selatan saat masih kuliah. Keren kamu, Diri. Bisa bertahan berjuang di kedua petualangan itu. Despite segala hal yang jika dilihat dari kacamata saat ini harusnya bisa kamu capai namun nyatanya tidak berhasil karena kamu terlalu cupu, struggling mu keren sekali, and you're awesome.

Lantas kemudian segala angan dan citamu yang melambung tinggi seakan dihempaskan ke titik terendah untuk selanjutnya dipertemukan dengan teman-teman dengan latar belakang yang sangat jauh berbeda. Kemudian tiba-tiba saja Tuhan membawa ke sini, memberikan pekerjaan ini, mempertemukan dengan teman-teman baru dengan latar belakang yang beragam pula.

Luar bisa kekuatan memori. Membuat diri bisa tersedot ke dimensi lain, merasa masih dalam kondisi saat itu kemudian disadarkan dengan ditabrakkan pada realita. Saat saya keluar kamar tadi, saya disadarkan bahwa saat ini saya sudah di sini. Di Madiun, sudah bekerja, dengan pekerjaan ini, dan kejadian-kejadian yang terulang dalam kepala tadi sudah terjadi paling tidak 2-8 tahun yang lalu. Sudah sangat lama.

Demi keperluan nostalgia saat mengunjungi tulisan ini kembali, saya unggah beberapa foto berikut.

Desember 2012. Pagelaran pertama: Arjuna Tersipu Nafsu. Pertama kali pakai jarit.

Mid 2013. Bersama kelompok Dikpus OSKM. Masa-masa bareng Masa Bina Cinta (MBC) nya HME.

April 2014. Pagelaran TW 43 PSTK ITB. Ditonton segitu banyak orang. Pemainnya kece-kece. Begitupun para anggota Divisi Pagelaran TW 43. Hihihi

Pagelaran TW 43 PSTK-ITB berjudul Kunthi (panitia utamanya angkatan saya) masuk kolom koran.

Mei - Desember 2014. Jadi Males mumet (Mamet) wkwk PLE PSTK-ITB 2014. Foto-foto bersama Keluarga Bonang.

2015. Keluarga Bonang yang tidak lengkap. Usai Presentasi Budaya PLE 2015 PSTK-ITB

Juni 2016. Sebelum masuk ruang sidang tugas akhir.

Nala, S.S (Sudah Sidang) meski selanjutnya ceritanya agak berkelit.

Hari terakhir EE Days 2016. Agar diri ingat punya teman satu lab.

Juli 2016. Sebuah keberuntungan diberi kesempatan ke Singapura.



Februari 2017. Akhirnya HME Bebs PSTK Girls berprogress. Manasik kerja, Aji bubar sidang, Nala TA kelar dan lanjut melancong

Juni 2017. Foto di hari perpisahan dengan sebagian teman-teman di Korea Selatan

Oktober 2017. Akhirnya wisuda bareng beberapa teman.

Oktober 2018. Teman-teman di playground sebelumnya.

Agustus 2020. Teman-teman di current playground.