Menuju Negeri yang Jauh - Part 3

Terakhir cerita perjalanan ini, kami tiba di Bandara Internasional Dubai. Tempat pertama yang kami tuju saat tiba di sana adalah musholla. Menyenangkan jika sedang di negara yang dominan muslim hehehe. Soalnya mudah  untuk mencari tempat sholat. Pun mudah untuk menandai waktu sholat karena adzan boleh berkumandang dengan lantang.

Musholla perempuan di sana sebenarnya cukup kecil namun sepi dan menenangkan. Hanya ada petugas kebersihan yang baru usai melakukan tugasnya. Kemudian beliau pergi.  Tak lama setelah saya wudhu datang beberapa orang. Salah satunya adalah pramugari maskapai Emirates. Terlihat dari pakaiannya.

Melihat orang-orang tersebut sholat, sangat membuka mata. Hehe kalau di Indonesia kan biasanya lihat orang sholat pakai mukena. Sebenernya dulu pas masih di Bandung ga jarang juga nemu orang yang sholat ga pakai mukena. Tapi entah kenapa nemu orang yang sholat ga pakai mukena di tempat yang jauh ini vibe-nya beda hehehe. Di musholla ini saya ketemu dengan seorang mbak dari Indonesia yang ternyata juga melakukan perjalanan ke negara yang saya tuju. Dia pinjam mukena saya.

Tempat wudhu musholla perempuan di Bandara Dubai

Tempat sepatu di dalam area musholla

Duh. Maaf gambarnya rusak. Melihat orang-orang yang sholat tanpa menggunakan mukena di sana vibe-nya beda
Mbak-mbak yang pinjem mukena saya

Waktu transit kami sekitar 3,5 jam. Durasi yang pas untuk transit. Tidak membuat tergesa namun tidak membuat menunggu terlalu lama.

Swafoto dulu dong sambil nungguin penerbangan selanjutnya

Penerbangan kami selanjutnya dimulai. Saya Alhamdulillah dapat tempat duduk di samping jendela. Hasil merengek ke Mas Ervani untuk mengalah wkwk. Dua seat sebelah kiri saya adalah seorang bapak-bapak yang saya duga adalah orang asli negara yang saya tuju. Kami duduk menyisakan satu tempat duduk memisahkan kami.

Penerbangan terang hari memang menyenangkan karena ada yang dilihat dari jendela. Pemandangannya menakjubkan. Apalagi saat melewati pegunungan yang ujungnya sudah bersalju. Waaaah super-amazing! Melihat awan, pegunungan, dan pemandangan saat akan mendarat membuat diri ini kagum sama penciptanya. Duh apik banget pokok.

Dubai dari atas

Skypiea

Pegunungan berpuncak salju. Sugooooi



Menu di pesawat saat itu yang saya ingat adalah snack berupa roti apel, dan ada quinoa salad menyertai menu utama. Saya rasa-rasa, quinoa mirip kayak thiwul tapi lebih enak thiwul.

Snack: Apple bread, water, and apple juice

Setibanya di bandara, kami berjalan agak akhir. Selain karena tempat duduk kami yang di bagian ekor, kami juga mampir ke toilet dulu. Saat di bagian imigrasi, kami disambut dengan senyuman oleh petugas. “Welcome to xxx (disembunyikan dulu ya  aha)!” Di antara pos-pos imigrasi yang pernah saya lalui, imigrasi di bandara ini adalah yang paling dabest. Ramah bangeeeeet.

Keperluan selanjutnya adalah mengambil bagasi. Ternyata untuk mengambil koper dan keluar bandara, kami harus naik shuttle train. Baru di kereta bandara begini, kami berempat sudah berwah-wah ria. Excited. Apalagi Mas Nugroho dan Mas Ervani yang biasa terlibat langsung dalam pembuatan kereta.

Di dalam shuttle train

Saya kira suasana bandara yang sepi tadi karena kami keluar paling akhir, ternyata di pengambilan bagasi  pun suasananya sunyi lho! Banyak orang, tapi sunyi. Rupanya bandara ini memang silent. Tidak ada pengumuman yang diberitakan melalui pengeras suara.

Kami harus menukar uang terlebih dahulu sebelum keluar bandara karena sangu kami bukan dalam mata uang setempat sementara kami harus naik kereta untuk mencapai lokasi yang dituju. Di dekat tempat mengambil bagasi, kami melihat tempat penukaran uang. Tapi kami urung menukar uang di sana. Kami mau mencoba yang di luar, kali aja pilihannya lebih banyak. Sesuai informasi yang kami dapat dari petugas, di dekat stasiun kereta ada tempat penukaran uang.

Stasiun ada di seberang gedung pengambilan bagasi. Lebih tepatnya di seberang bagian bawah tanah. Kami menemukan tempat penukaran uang! Tapi hanya satu. Satu-satunya. Tak ada pilihan lain. Setelah menukar uang yang sekiranya cukup, kami berencana membeli tiket kereta. Mau sekalian beli travel pass karena awalnya memang kami merencanakan untuk menyempatkan jalan-jalan. Namun saat itu mas-mas masih ragu. Jadi kami putuskan untuk bertanya terlebih dahulu apakah kami bisa mendapatkan travel pass tsb di stasiun daerah kami menginap. Karena stasiun tsb cukup kecil, takutnya ga melayani. Ternyata keraguan tsb berbuah pada saya diomeli petugas. “Kamu ke sini, antre, cuma mau nanya di stasiun itu melayani pembelian travel pass atau engga?” Ih nyebelin. Kami kan ga tau harus tanya ke mana. Akhirnya kami sekalian beli tiket ke kota tujuan di loket tsb, membatalkan rencana awal untuk beli tiket di mesin tiket. Nyatanya, saat iseng nyobain mesin tiket, kami kebingungan gimana cara pakainya hahaha.

Suasana area stasiun bandara

Tempat kami membeli travel pass

Kami belum mengaktifkan paket data. Kami tak tahu jadwal kereta kami karena tiket yang kami beli adalah tiket point-to-point, artinya kami bisa naik kereta jadwal mana saja, turun dan naik kembali di mana saja, asalkan kami bermula dan berakhir di stasiun dan melalui rute yang tertera pada tiket dalam rentang waktu 24 jam. Apalagi bahasa utama di negara ini bukan bahasa inggris. Kami kebingungan.

Akhirnya saya bertanya kepada sekelompok gadis. Untung mereka ngerti maksud saya. Mereka memberitahukan jadwal kereta terdekat. Masih cukup lama untuk menunggu.

Entah bagaimana ceritanya, saya lupa, akhirnya kami ngobrol dengan seorang bapak-bapak asal Indonesia, nama beliau Ferry. Orang Yogyakarta kalau ga salah. Beliau sudah bertahun-tahun tinggal di negara ini. Saat itu beliau dijemput istri dan mertuanya. Ternyata istri beliau bahkan sejak kecil sudah tinggal di negara ini. WOW! Kereta beliau datang lebih awal. Beliau meminta kami untuk mengabari jika main ke kota tempat beliau tinggal. Tawaran yang menggiurkan! Kali aja disuruh mampir ke rumahnya dan dimasakin. Hahahaa.

Bersama Pak Ferry dan keluarga

Setelah ditinggal, saat jadwal kereta sudah sesuai, kami meragukan kereta di depan kami. Entah waktu itu kenapa kami ragu. Kayaknya karena tulisan di keretanya deh. Kami tidak naik kereta itu. Hingga lewat jadwal, kami tidak menemukan kereta kami, akhirnya saya memutuskan mengaktifkan paket data untuk melihat jadwal kereta. Dan kereta yang kami ragukan tadi adalah kereta kami 😞Kami harus menunggu lagi.

Btw, untuk paket data, kami beli paket data Eropa sejak di Indonesia. Kami beli untuk 10 hari (kecuali Mas Nugroho yang beli 2 paket 7 hari karena kehabisan promo) dengan harga Rp280ribu.

Kartu yang kami gunakan

Negara ini adalah negara silent. Tenang gitu suasananya. Jadi sejak di stasiun ini, saya menyadari cara kami berbicara sangat mencolok. Banter, Rek! Haduh saya sering geregetan sama Mas Ervani. Soalnya dia kalau ngomong suaranya paling keras di antara kami berempat.

Saat kereta yang kami tunggu-tunggu dengan kedinginan datang, kami segera naik. Tak mau mengulang kesalahan yang tadi.

Jadi saya sebenernya mengunjungi negara mana sih?

Here I was. Zürich Flughafen bahnhof, Switzerland.


Comments

Popular posts from this blog

Es Wawan