Durhaka
Malu rasanya kala mendengarkan lagu-lagu romantis religius seperti lagu-lagu Maher Zain. Seperti munafik karena nyatanya yang saya lakukan atau rasakan belum sampai sejauh itu.
"You're the reason my life worth living, You're the reason I'm alive, I'll be lost without You, You're the reason that I strive."
Beluuum. Saya belum bisa berpikir seromantis itu dengan Tuhan. Dulu mungkin saya bisa menganggap Tuhan adalah "teman" saya. Kala saya sepi, sedih, senang, saya curhat padanya. Bukan lewat sholat, curhat biasa saja, jadi seperti orang ngomong sendiri. Dulu saya pernah bisa hingga tahap seperti itu. Sekarang entah kenapa tak bisa.
"Allah, every day I try to be as true as I can to You. Cause loving You the best I can will always be my number one and only plan"
Yaampun apalagi ini ... Setiap hari banyak lupa. Ditelan kesibukan dan berbagai permasalahannya.
Kalau dipikir-pikir, diri ini tidak tahu diri. Egois. Tuhan cuma nyuruh apa sih? Sholat misal, hal dasar yang harusnya mudah karena bisa diatur sedemikian rupa menjadi habit, sebuah media untuk berkeluh kesah lima kali sehari. Ironisnya, belum menemukan sebuah kekhusyukan di sana. Lebih memilih segera pergi daripada curhat panjang lebar setelahnya. Lebih ironis lagi, masih malas untuk menyegerakannya. Lebih lebih ironis lagi, masih belum bisa melengkapi kelimanya.
Yang diminta simpel loh padahal. Itu pun sebenarnya untuk kebaikan diri sendiri, baik secara fisik atau psikologis. Padahal mungkin itu bisa menjadi jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Jika pun harus dilogiskan agar percaya itu bisa jadi jalan keluar, ketenangan yang didapatkan setelah melakukan tentunya bukan hal yang bisa diabaikan, kan?
Sebenarnya saat ini bisa dibilang saya sedang rindu. Rindu saat saya bisa merasakan nikmat kala mendekat padaNya. Ketika yang terpikir dan terucap pertama kala mengeluh atau curhat adalah namaNya. Rindu ketika membaca dan merenungi ayatNya terasa nikmat. Rindu ketika ayatNya jauh lebih ingin kudengar daripada musik manapun. Rindu ketika tiba-tiba audio ayatNya yang kuputar menjawab kegelisahan yang sedang kurasakan.
Sayangnya, biarpun saya bilang saya rindu, usaha saya tak sepadan dengan yang saya katakan. Salah satu hal yang saya benci dari diri saya.
"You're the reason my life worth living, You're the reason I'm alive, I'll be lost without You, You're the reason that I strive."
Beluuum. Saya belum bisa berpikir seromantis itu dengan Tuhan. Dulu mungkin saya bisa menganggap Tuhan adalah "teman" saya. Kala saya sepi, sedih, senang, saya curhat padanya. Bukan lewat sholat, curhat biasa saja, jadi seperti orang ngomong sendiri. Dulu saya pernah bisa hingga tahap seperti itu. Sekarang entah kenapa tak bisa.
"Allah, every day I try to be as true as I can to You. Cause loving You the best I can will always be my number one and only plan"
Yaampun apalagi ini ... Setiap hari banyak lupa. Ditelan kesibukan dan berbagai permasalahannya.
Kalau dipikir-pikir, diri ini tidak tahu diri. Egois. Tuhan cuma nyuruh apa sih? Sholat misal, hal dasar yang harusnya mudah karena bisa diatur sedemikian rupa menjadi habit, sebuah media untuk berkeluh kesah lima kali sehari. Ironisnya, belum menemukan sebuah kekhusyukan di sana. Lebih memilih segera pergi daripada curhat panjang lebar setelahnya. Lebih ironis lagi, masih malas untuk menyegerakannya. Lebih lebih ironis lagi, masih belum bisa melengkapi kelimanya.
Yang diminta simpel loh padahal. Itu pun sebenarnya untuk kebaikan diri sendiri, baik secara fisik atau psikologis. Padahal mungkin itu bisa menjadi jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Jika pun harus dilogiskan agar percaya itu bisa jadi jalan keluar, ketenangan yang didapatkan setelah melakukan tentunya bukan hal yang bisa diabaikan, kan?
Sebenarnya saat ini bisa dibilang saya sedang rindu. Rindu saat saya bisa merasakan nikmat kala mendekat padaNya. Ketika yang terpikir dan terucap pertama kala mengeluh atau curhat adalah namaNya. Rindu ketika membaca dan merenungi ayatNya terasa nikmat. Rindu ketika ayatNya jauh lebih ingin kudengar daripada musik manapun. Rindu ketika tiba-tiba audio ayatNya yang kuputar menjawab kegelisahan yang sedang kurasakan.
Sayangnya, biarpun saya bilang saya rindu, usaha saya tak sepadan dengan yang saya katakan. Salah satu hal yang saya benci dari diri saya.