Jakarta Trip 3 - Part 2

Hari kedua perjalanan saya dan Aji di Jakarta dimulai dengan sarapan penuh gula – roti bakar meses. Agenda utama hari itu adalah tes di sebuah perusahaan asal Korsel. Ifa sudah memberikan amunisi makanan untuk kami, dan tak lupa untuk teman-temannya (yang saya juga kenal) yang bekerja di sana.

Kurang ajar sekali, perut saya mendadak mules sebelum berangkat. Akhirnya saya berangkat lebih telat. Ini membuat hati saya ketar-ketir sepanjang jalan. Khawatir telat. Sayangnya, kekhawatiran saya ternyata sia-sia. I was the one and only participant yang datang hari itu – ibu HRD mengeluhkan mengapa yang lain tak datang. Itu pun saya masih nunggu sekitar satu jam hingga beneran tes padahal itu ceritanya saya sudah telat lho. Sebenarnya Aji juga peserta namun instingnya berhasil mencegah dia untuk mengurungkan niatnya. Tak rugi dia mengurungkan niatnya, di akhir perjalanan Jakarta ini, dia dinyatakan diterima bekerja di sebuah BUMN. Beruntungnya...

Saya tidak membawa tangan kosong dari kunjungan saya ke gedung begituan untuk pertama kalinya. Seusai urusan di sana, saya jadi mengerti gimana cara menggunakan salah satu model pengaturan lift di gedung besar. Karena saya baru mengerti cara menggunakan lift di sana saat pulang, pas berangkat tadi ya saya cuma ikut-ikutan Aji yang sepertinya sudah mengerti. Caranya tinggal memencet tombol bernomor lantai yang dituju, lalu sistem akan menampilkan lift mana yang akan melayani. Kita pun tinggal berdiri di depan lift dan menunggu. Sungguh pengetahuan baru yang sangat berguna. Saya sungguh udik ya. Hahahaa.

Rencana awal kami seusai dari gedung tempat tes itu adalah ke Kota Tua. Kami yang berusaha meminimalkan pengeluaran akhirnya memutuskan untuk naik ojek onlen menuju stasiun kereta terdekat lanjut naik KRL menuju Stasiun Jakarta Kota. Sambil makan dan ngecas hp di stasiun, kami kembali mendiskusikan itinerary. Dikarenakan cuaca yang sangat panas, kami membatalkan rencana ke Kota Tua siang itu. Kami memutuskan naik KRL saja dari stasiun ujung ini ke stasiun ujung lainnya yang paling jauh untuk selanjutnya kembali lagi. Kurang kerjaan banget kan. Kami setuju memilih kereta tujuan Bogor. Begitulah wisata murah meriah kami. Kami sudah senang dapat melihat tempat baru meski hanya dari dalam kereta.


Lalu apa yang kami lakukan sesampainya kami di Stasiun Bogor? Sholat Asar. Itu saja. Keluar stasiun pun tidak. Semoga pahala yang didapat juga banyak karena untuk sholat saja harus jauh-jauh ke Bogor. Wkwkwk

Beruntung kami sudah kembali ke Jakarta ketika jam pulang kerja sehingga kami ga merasakan sesel-seselan seperti yang terjadi pada kereta dengan arah berlawanan. Kami ketemu bule lagi di gerbong. Ga ngomong lagi. Kami cuma main tebak-tebakan ibu bule ini orang mana.

Sebenarnya tujuan akhir kami adalah Stasiun Cikini. Namun, karena Aji tadi beli tiket untuk tujuan akhir Stasiun Jakarta Kota (tujuan awal kami kan tadi Kota Tua – Stasiun Jakarta Kota -- tapi berubah sebelum kami keluar stasiun), maka kami ke Jakarta Kota dulu untuk check out baru kembali lagi ke Cikini agar Aji tak kena denda.

Kekonyolan kami terjadi dalam perjalanan ini. Ketika maghrib sudah berkumandang, muncul sebuah pengumuman bahwa kereta akan antri masuk Stasiun Jakarta Kota. Kalau tak salah pengumuman itu muncul di dua stasiun sebelumnya. Berbagai pengumuman selanjutnya tak kami dengar karena tiba-tiba speakernya lirih sekali. Hingga suatu ketika pintu kereta semuanya terbuka namun kami tak melihat stasiun. Keluar dari pintu masih rel. Di sebelah pun juga ada kereta yang diperlakukan sama. Kami pun berasumsi kami masih di tengah jalan, kereta masih antri untuk masuk stasiun. Sebenarnya kami heran mengapa gerbong tiba-tiba jadi sepi tapi karena masih ada beberapa orang yang tak turun, kami santai saja. Lama-lama gerbong ramai kembali.

Tak kami sangka-sangka, kereta berjalan menuju arah kedatangan kami tadi. Kami bingung. Akhirnya kami sadar, tadi saat pintu dibuka sebenarnya kami sudah di stasiun tujuan namun karena gerbong kami adalah ekor maka kami tidak melihat stasiunnya. Kekonyolan. Segera kami turun di stasiun terdekat untuk kembali ke Jakarta Kota. Kami menertawai diri sendiri sepanjang perjalanan. Di Jakarta Kota, kami segera berpencar. Aji check out dan beli tiket lagi dengan tujuan Cikini, saya sholat maghrib. Sayang sekali, air di sana asin.

Perjalanan kembali ke Cikini tak luput dari menertawakan diri sendiri atas kekonyolan yang terjadi. Kami juga mempraktikkan apa yang ada di kepala saya. Jika seseorang membuat penampakan seperti gambar di bawah di dalam kereta, apa yang dipikirkan orang di luar kereta yang melihatnya?


Saya mempraktikkannya tapi ketika menyadari ada orang di stasiun yang melihat, saya otomatis langsung malu, menghentikan penampakan, dan tertawa tanpa memperhatikan bagaimana respon penonton. Sangat disayangkan.

Begitulah kekonyolan hari kedua. Kami sudah dinanti-nanti Ifa di kosannya hari itu. Saya mau cerita kami makan malam apa hari itu tapi saya kok lupa. Ini ada cendera mata dari perjalanan konyol hari kedua. 

Monas cantik malam itu. Sayang saja kamera dan yang njepret ga mumpuni menghasilkan gambar yang cantik.

Comments

Popular posts from this blog

Es Wawan