Posts

Showing posts from 2023

28 Tahun

Assalamu'alaikum! Ohisashiburi! 

Hari ini bertepatan dengan tanggal kelahiran saya. Saya kira, saya baru menginjak 27 tahun. Ternyata sudah 28 tahun. Waw! It's a step further from 25, getting close to 30. OMG I'm already that old. Serius. Beberapa waktu yang lalu seinget saya, saya pernah ngisi form gitu saya tulis usia saya 26 tahun. Saya ingetnya usia saya segitu.

Well, nothing special. 

Seperti biasa, hari kelahiran biasanya bikin diri refleksi. Tapi kali ini, daripada refleksi trus bahas kurang-kurangnya diri, saya mau berterima kasih sama diri saya sendiri.

Hai, diri!

Terima kasih sudah mau bertahan menjalani hidup hingga usia 28 tahun ini. Terima kasih sudah bersabar menghadapi berbagai balada kehidupan yang, waw!, badainya cukup menggoyahkan mentalmu. Semangat terus, Diri! Semangat LDM! Semangat berkolaborasi mendidik Krucil! Semoga segala kekhawatiranmu segera reda ya. Diberikan jalan yang menenangkan hati. Semoga kebingunganmu segera diberikan kemantapan hati, Diri. Semoga Allah senantiasa memberimu petunjuk. Tak lupa, semoga Allah rahmati keluarga kita. Semoga Allah segerakan kita jadi satu rumah lagi dengan Mas Darmo. Bisa setiap hari bertemu, menghabiskan waktu bersama dan bekerja sama membangun rumah tangga.

Terakhir. Semoga Krucil diberikan tumbuh kembang yang baik. Diberikan ilmu yang manfaat dunia akhirat. Dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang Allah cintai. Amin.

Terima kasih, Diri.

Kelahiran Krucil #1

 Assalamu'alaikum ...

Setelah saya mengeluh terkait kehamilan saya yang tak kunjung memperlihatkan hilal kontraksi di postingan 41 weeks, tiga hari berikutnya qadarullah akhirnya anak saya lahir.

Ternyata itu adalah kontraksi

Pada dini hari tiga hari berikutnya, saya merasakan sensasi aneh di sekitar perut dan pinggang saya. Sebenarnya sudah mulai berpikir seperti ada yang aneh sejak malamnya, tapi saya tunggu dulu.

Dini hari sekitar pukul 1.30, saya yang curiga bahwa yang saya rasakan adalah kontraksi, akhirnya mulai menggunakan aplikasi timer untuk kontraksi. Sampai jam makan sahur, saya lihat belum memenuhi akidah 5-1-1 (setiap 5 menit, kontraksi 1 menit, observasi selama 1 jam). Yasudah saya ikut makan sahur saja. Saya masih sempat mencoba pup juga melanjutkan usaha semalam yang mungkin sebenernya itu tanda kontraksi juga.

Hingga subuh, saya lihat kontraksinya masih tetap belum memenuhi akidah 5-1-1. Belum memenuhi namun sudah mendekati. Akhirnya saya bilang ibu saya sepertinya kok saya mengalami kontraksi. Ibu segera meminta mbak saya mengantar saya ke puskesmas, meski disambut dengan, "nglahirin beneran ga nih?" Tapi daripada ternyata beneran dan terlambat kan ya. Jadi saya dibonceng mbak saya naik motor ke puskesmas dengan sudah membawa perlengkapan lahiran.

Di puskesmas, kebetulan sekali saya dilayani oleh bidan yang saya cocok, bidannya ibu saya juga, Bu Waroh namanya. Setelah beliau cek, beliau bilang sudah bukaan 6. Kaget dong saya. Masa iya bukaan 6 masih kayak gitu rasanya. BTW yaampun itu pertama kalinya vagina saya "diobok-obok" sama bidan, dan itu ga enak. Selanjutnya pun saya ga suka pengecekan bukaan oleh siapapun. Hwehehe.

Sambil menunggu ambulans dan prosedur lainnya, saya masih kuat jalan-jalan dan iseng memainkan peralatan kesehatan di IGD puskesmas. Eh tapi selanjutnya ternyata ada prosedur pemeriksaan COVID. Rapid antigen saya positif. Dalam sekejap, mode pelayanan untuk saya menjadi berstandar protokol COVID. Ambulans ganti yang buat COVID, petugas yang ngantar ke RS pakai APD, dan yang nemenin saya cuma boleh 1 orang sampai akhir proses nanti.


Lahiran mode isolasi

Dalam ambulans tadi saya masih santai. Masih cengengas-cengenges. Masih kuat jalan sampai IGD.

Singkat cerita, dari IGD, saya dibawa ke ruang bersalin khusus. Sebelum pintu dikunci, ternyata Mas Darmo sudah tiba di depan ruangan tempat saya berada. Akhirnya, bukan lagi mbak saya yang akan menemani proses persalinan dan isolasi saya nanti, tapi Mas Darmo. Saya lega. Saya bisa lebih los dol ditemani Mas Darmo. Apalagi dia kan cowo ya, saya tega-tega saja ngremes-remes tangannya buat pegangan.

Tanpa mengetahui waktu sudah pukul berapa, saya melalui kontraksi demi kontraksi bersama Mas Darmo. Kami berdua saja di dalam ruangan itu. Pintu dikunci. Kami dipantau melalui kamera CCTV di ujung ruangan dan juga lewat chat WA antara bidan dengan Mas Darmo. Antara sweet dan kasihan ga si?

Lama-lama kontraksi melulu ternyata bikin capek. Di akhir-akhir saya sering ngeluh pengen tidur. Mungkin efek sejak setengah 2 sudah bangun. Tapi ya mana bisa tidur, kontraksinya datang terus. Saya cuma berbaring miring menghadap tembok sambil pegang tangan Mas Darmo.

Saya terkulai menikmati istirahat tiap kontraksi berhenti dan mengencangkan pegangan sambil mengatur nafas, juga berucap takbir (ingetnya itu).

Mas Darmo tidak bosan-bosannya, "Atur nafasnya, Sayang. Hhhhh .... Haaaaaaaah (nyontohin)." Tapi sumpe, dicontohin begini worked for me sih.


Crowning

Makin lama, sensasi kontraksinya mirip banget sama BAB pas lagi susah banget. Bawaannya pengen ngeden sampek gemeter. Saya ga tau progress perkontraksian ini sampai mana. Sama sekali ga kerasa bayinya sudah sampai mana.

Sampai akhirnya ada 2 bidan masuk dan mengatakan, "Yuk ditolong yuk."

Entah bagaimana mereka tahu bahwa saya sudah saatnya mengeluarkan bayi. Padahal mereka hanya monitor dari CCTV. Apakah pertanyaan saya "kapan boleh ngeden?" itu menjadi salah satu pertanda bagi mereka? Idk.

Posisi saya diminta berubah jadi berbaring. Padahal kalau menurut buku yang saya baca, posisi berbaring malah susah karena kurang didukung gravitasi. Tapi ya mau begimana kan ya.

Mas Darmo diminta berpindah dari posisinya. Saya tidak punya pegangan lagi. Dia malah menyingkir di depan kaki saya. 

Sambil saya ngangkang, kedua bidan meminta saya untuk mengejan sekuat tenaga kayak orang bedegelen ketika kontraksi datang. Saya coba. Percobaan pertama gagal. Untuk mendukung saya, Mas Darmo sampek mencontohkan gimana cata ngeden.

"Ayo ngeden, Sayang. Hhhhhrrrgh."

"Nah, itu. Kayak bapaknya gitu ngedennya, Bu."

Di percobaan kedua, si bayi berhasil dikeluarkan.

Menurut pengakuan Mas Darmo yang bisa lihat jalan lahir, awal-awal emang kelihatan kepala bayi muntup-muntup maju-mundur gitu, Trus pas ngeden yang kedua kepalanya beneran keluar trus ditarik sama bidannya. Dia sampek terheran-heran kok bisa ya kayak gitu. Keren memang desainnya Allah.


Kami dekat namun tak dapat berjumpa

It was amazing melihat bayi yang tadinya dalam perut saya lantas saat itu diletakkan di dadasaya. Tidak lama-lama si bayi diletakkan di dada saya. Setelah tali pusarnya dipotong dan kemudian diadzani oleh bapaknya, dia dibawa ke ruangan lain: NICU.

Saya lupa selanjutnya saya harus ngeden lagi atau engga buat ngeluarin ari-ari. Tapi yang jelas, it's truly amazing. Beberapa menit pertama merekam wajah anak pertama saya. Selanjutnya Mas Darmo mengadzani si bayi. Beberapa menit pertamanya juga. Selanjutnya kami tidak diberi kesempatan bertemu anak kami hingga 5 hari ke depan.

Saya dan Mas Darmo diisolasi selama 5 hari. Sementara anak kami dievaluasi di NICU terlebih dahulu. Kami sama sekali tidak dapat bertemu anak kami. Jangankan melihat langsung, foto saja tidak diberikan oleh pihak RS. Kami hanya dapat mengandalkan memori beberapa menit pertama kami dengan bayi kami saja untuk melepas rindu.

Karena isolasi ini pula, Idul Fitri rasanya hambar. Ruang gerak kami ya hanya satu ruangan itu. Itu pun semakin sempit karena ada pasien lain yang juga diisolasi di sana. Kami jadi harus berbagi. Kegiatan yang monoton dan beberapa kejadian yang membuat bad mood membuat suasana Idul Fitri jadi hampir tidak terasa sama sekali. Saya tidak peduli dengan perkara ucapan permohonan maaf khas idul fitri. Waktu itu fokus saya adalah pulih, ASI cukup, dan tidak stress. Karena ternyata urusan isolasi ini menantang mental juga.


Pejuang ASI

Kami mengetahui kondisi bayi kami hanya melalui chat atau telepon dengan pihak NICU. Awal-awal, dokter tidak mengizinkan saya memberikan ASI kepada  krucil dengan alasan COVID. Oleh karena itu, saya tidak memompa ASI saya. Padahal tetap perlu dikeluarkan ya biar saya juga sehat.

Setelah chat beberapa kali, akhirnya dokter anak memberikan izin untuk memberikan ASI. Bahagianya saya. Beruntung pompa ASI sudah dikirimkan dari rumah.

Namun, ternyata awal-awal tu ASI seret. Susah banget mendapatkannya. Beberapa kali kami dikabari pihak NICU bahwa krucil sudah mulai rewel. Akhirnya saya menyetujui pemberian susu formula. Meskipun sempat ada miskom sehingga pernah saya mendapat kabar bahwa krucil belum diberikan sufor, hanya diberi ASI saya yang ditambah glukosa, padahal saya sudah menyetujui pemberian sufor dengan catatan ASI dari saya tetap diprioritaskan.

Perjuangan mendapatkan ASI perah terus berlanjut karena ASI dari saya masih belum cukup memenuhi demand dari krucil. Pagi siang sore malam saya mompa tiap 2-3 jam sekali. Mungkin sesekali ke-skip karena ketiduran. Ternyata perjuangannya sebegitunya ya.

Kelihatan banyak karena dikempes

Sampai akhirnya hasil pumping saya sudah cukup dengan demand dari krucil. Alhamdulillah. Saya bahagia bahwa suplai dari saya cukup. Berarti krucil bisa full minum ASI. Namun ternyata ...

Krucil diperbolehkan pulang pada hari Senin, 24 April 2023 setelah evaluasi dan urusan administrasinya selesai. Dia dijemput mbak saya. Itulah pertama kalinya kami melihat anak kami kembali, menatap wajahnya melalui layar. Akhirnya. Terima kasih Ya Allah.

Cuma bisa lihat lewat layar :(

Dari mbak saya, saya mendapat kabar bahwa krucil ternyata diberikan sufor saja oleh pihak RS. Katanya krucil menolak diberikan ASI. Kabar tersebut auto bikin hati sedih. Lantas selama ini usaha saya untuk apa?

Mbak saya menenangkan dengan, "Nanti di rumah dicoba aja dikasih ASI." Sejak hari itu, saya suplai ASI ke rumah. Merepotkan keluarga untuk mengantar cooler bag dan mengambil ASI. Demi krucil.

Kabar baiknya, alhamdulillah krucil akhirnya mau minum ASI dari saya. kata mbak saya, mungkin pihak RS kurang telaten jadi langsung yaudah sufor aja.


Hore saya pulang

Saya dan Mas Darmo diperbolehkan pulang hari berikutnya, 25 April 2023. Kami sudah diedukasi oleh pihak RS untuk melakukan isolasi mandiri selama 10 hari. Tidak boleh dekat-dekat dengan anak saya selama itu. Sedih gitu ga sih. Serumah tapi ga bisa ketemu.

Karena saya khawatir apakah kami akan membawa virus ke rumah atau tidak, saya dan Mas Darmo mampir lab dulu sebelum pulang untuk melakukan tes PCR untuk saya, dan antigen untuk Mas Darmo. Hasilnya baru keluar esok sorenya.

Saya pulang nyeker. Sandal Gara kesayangan saya hilang di IGD

Kami memutuskan untuk pulang ke rumah saja, tidak memilih opsi untuk menghuni rumah mbak ulpe agar benar-benar isolasi. Akhirnya, kami mengungsi di musola rumah. Membiarkan orang-orang sholat di ruangan masing-masing.

Paling tidak, akhirnya saya bisa mendengar tangis krucil dan melihatnya dari jauh.

41 Weeks

Saya mau curhat.

Besok sudah 41 minggu usia kehamilan saya. Banyak banget belokan-belokan tajam kehidupan dalam beberapa bulan terakhir. Membuat semua yang sudah direncanakan sia-sia semata.

Sejujurnya saat ini kondisi mental saya kurang baik, dalam artian banyak pikiran-pikiran yang sering mengganggu tapi mengganggunya terasa menjadi beban. Kehamilan yang melewati Hari Perkiraan Lahir (HPL) saja sudah bikin insecure, apalagi kalau lagi menyadari kok kayaknya krucil di dalam ini terasa diam terlalu lama. Insecurenya tambah-tambah. Khawatir dengan usia kehamilan yang udah segini bikin lingkungan rahim kenapa-napa: apakah ketubannya cukup? ketubannya masih bagus ga? plasentanya masih bagus ga? Dari hal seperti itu saja sudah bikin stressing out. Belum lagi yang lainnya.

Dulu awal-awal hamil, saya memang punya pikiran untuk lahiran di kampung halaman. Di Kediri. Kemudian harus digugurkan setelah mencapai kesepakatan dengan suami mempertimbangkan banyak hal. Kami memutuskan dan sudah merencanakan lahiran di Madiun. Dokter sudah dapat yang mantap di hati. Rumah sakit sudah disurvey semua opsinya dan sudah ada kecenderungan memilih di mana. Hbig-nya krucil juga sudah didapatkan di puskesmas terdekat. Semua seperti sudah bulat dan mantap saja plannya. Ternyata dalam waktu yang sangat singkat rencana tersebut harus berubah menjadi lahiran di Kediri.

Kami memutuskan Mas Darmo mengambil kesempatan kerja baru. Mengharuskan kami berpisah. Akhirnya karena kebetulan waktu itu sudah H-sebulan HPL, saya memutuskan untuk mengambil cuti lebih awal dari rencana awal. Awalnya mau saya mepetin tuh cutinya sama HPL, awal April begitu. Pada akhirnya saya ambil cuti per 13 Maret 2023 lalu. 

Dalam hati, saya bilang ... Ini sih keinginan saya dulu pada akhirnya keturutan.

Dengan sisa waktu yang ada, yasudah saya pilih dokter dan rumah sakit rekomendasi mbak saya. Cocok ga cocok ya saya bertahan dengan itu karena kalau ganti lagi, waktunya sudah terlalu mepet. Hbig krucil juga sudah diurus di puskesmas kecamatan. Dengan dokter dan rumah sakit ini saya sudah sampai tahap ditawarin induksi namun saya minta diulur beberapa hari dulu nunggu suami di rumah.

Periksa ke dokter tanpa partner bikin beberapa pertanyaan luput ditanyakan. Pelupa sih. Akhirnya saya double konsul ke bidan juga. Nah, ngobrol-ngobrol-ngobrol, ternyata akan lebih baik jika saya nanti kalau lahiran menuju ke rumah sakit dengan tipe B karena di sana ada bank darahnya (HbsAg saya reaktif jadi katanya ada risiko perdarahan). Pas mau lahiran pun saya harus ke puskesmas kemudian puskesmas akan mencarikan rumah sakit (nyariin kamar sih) dengan tipe B (prosedurnya begitu). Ini baru diketahui beberapa hari yang lalu. Secara tiba-tiba rencana pilihan dokter dan RS saya harus berubah karena RS yang saya pilih ternyata tipe C. Di tengah waktu sudah mepet libur lebaran begini bikin bingung sih. Asli. Tidak bisa mempersiapkan sematang di Madiun dulu. Semua rencana harus berubah tiba-tiba.

Menghadapi hal-hal seperti ini rasanya uwaw sih bagi saya. Sudah beberapa kali sampai terpikir, gini amat sih. Suami ga di dekat sini. Mau ngapa-ngapain harus ngerepotin sodara-sodara, terutama yang perlu keluar rumah. Ga jelas pula nanti apakah pas lahiran bisa ditemenin suami. Mau ngeluh-ngeluh juga suami lagi stress sendiri dengan urusan pekerjaan barunya. Anak baru lagi dikasih banyak tugas dan kegiatan gitu. Belum lagi lelah fisiknya karena belakangan sering bolak-balik demi bisa standby nemenin saya. Kasihan sendiri lihatnya.

Belum lagi kena omelan ibu.

Temen-temen sejawat yang "barengan" hamilnya juga sudah lahiran. Ga bisa dipungkiri menambah insecurity sih. Kok saya belum ngrasain kontraksi sih. Kontraksi palsu mungkin udah (yang saya sendiri ga tau beneran atau engga) tapi ga yang tiap hari nongol.

Bingung. Apa yang harus saya lakukan? Kurang apa? Pertanyaan-pertanyaan penting-ga penting sih. Yah gitu deh pokoknya bikin stressing sendiri. Saya sebenernya juga kepikiran, mungkin saya kurang seneng-senengnya. Terlalu stress jadi oksitosinnya kurang. Tapi ternyata pikiran ini selain memunculkan, "Yaudah hayuk calm down. Semuanya udah diatur kok." juga memunculkan, "Yah melas sih emang. Pas harusnya butuh oksotosin dimana mungkin kalau ada suami jadi lebih gampang karena kalau ada apa-apa bisa ke suami, kalau pinggang ga enak bisa minta dielus-elus, kalau yoga bisa barengan, kalau jalan-jalan bisa minta ditemenin, kalau pengen makanan atau pengen keluar bisa dianterin, dll." yah intinya memunculkan dua sisi lah. Maaf yak, Mas Darmo, aku curhat di blog. Wkwkwk

Yasudah, pembaca yang mungkin tak ada selain saya sendiri, segitu dulu saja keluhan saya. Mari berdoa semoga krucil diberi kesehatan fisik dan mental. Begitu pun bapak dan ibunya. Semoga krucil diberi lingkungan yang sehat selama di rahim sampai nanti waktunya dikeluarkan sama Allah. Semoga pas udah keluar juga dikasih lingkungan yang mendukung secara fisik maupun mental. Semoga dikasih ASI yang lancar biar bisa memenuhi kebutuhan primernya krucil. Semoga lahiran nanti menjadi pengalaman yang happy, smooth, easy, and healthy. Semoga lahiran bisa ditemenin Mas Darmo. Semoga bisa lahiran pervaginaan secara natural.