Kencan Pertama
Hai! Tadi
malam saya datang ke Kediri Car Free Night. Tumben sekali saya mau datang ke
acara dengan begitu banyak orang. Momen kali ini sangat spesial karena saya
habiskan bersama old friends: Saidah dan Nur. Mereka adalah dua teman SD saya
yang sampai sekarang masih sering berhubungan. Sebenarnya Nur dan Saidah teman
TK, lalu kami satu SD. Saya enam tahun satu kelas dengan Saidah dan kami
bertiga baru satu kelas saat kelas enam. Jadi ya, saya beneran tahu Nur itu pas
kelas 6, sebelumnya cuma tahu gosip saja wkwk. Lulus SD, saya satu sekolah
dengan Nur dan kembali bertemu di kelas yang sama saat kelas 9 sementara Saidah
bersekolah di sekolah yang berbeda dengan kami. Selanjutnya, Nur dan Saidah
kuliah di kampus yang sama. Promosi sedikit, si Nur ini termasuk primadona
sekolah selama saya satu sekolah sama dia. Tadi malam dia kena srempet Saidah, “Dulu
aja lu primadona, banyak yang nempel. Lha sekarang? Satu aja ga ada yang
nempel.” Ngakak saya dengernya.
Pasalnya, kencan kami dimulai karena Nur berkali-kali ngajak saya kencan
lantaran dia sudah tak punya teman wkwk. Beda dengan Saidah yang sering saya temui langsung karena rumah dan silsilah keluarga kami cukup dekat, saya jarang sekali berhubungan dengan Nur. Sebenarnya Nur masih kerabat
kami hanya saja silsilahnya cukup jauh, rumahnya cukup jauh pula jadi ya hampir
ga pernah ketemu atau sekedar mendengar kabar. Back to the topic,
akhirnya saya pun mau kencan asalkan barengan sama Saidah. Inilah kencan
pertama saya.
Dari dulu,
bagi saya yang namanya dolan poinnya adalah interaksi dengan sesama.
Keramaian atau lingkungan sekitar hanyalah penambah suasana. Benar kan. Tadi
malam kami cuma jalan dalam keramaian. Hal yang berkesan bagi saya malah mereka
yang mau saya ajak jalan sampai Jembatan Korupsi demi ngefoto bulan,
lalu duduk-duduk di samping Jembatan Korupsi, klesotan di Taman
Sekartaji, makan lontong di pinggir jalan, dan ngobrol bareng. Event Car Free
Night-nya tinggal lalu saja.
Beruntung
ada Saidah. Dia bisa nyambung ngobrol sama Nur. Mereka kan satu TK, SD, kampus,
jadi ada banyak bahan obrolan. Coba kalau
saya cuma sama Nur, kayaknya bakal krik krik. Udah kami dulu cuma literally bersama
selama dua tahun (kelas 6 dan kelas 9), hal yang sama di antara kami cuma
dikit, saya ga terlalu banyak omong pula.
Banyak
sindiran lucu tertuju pada saya. Maklum sih. Di antara kami, saya yang paling bulliable.
Saya banyak kena srempet, merantau terus sih, dia dulu diem banget, guru tau
dia tuh nama doang, dia kepinteren dll dll. Tapi saya senang
mendengar obrolan mereka. Saya senang mendengar kisah mereka. Dari obrolan tadi
malam, saya tahu ternyata selama ini teman-teman saya doing extra miles
di saat saya sudah diberikan kenyamanan ini dan itu. Tamparan keras untuk
saya.
Saya senang
mereka mengangkat kisah saat kami masih satu sekolah. Menyadarkan saya bahwa
banyak hal sudah terlupa oleh saya. Saya kena srempet, “kamu yang diinget yang
penting-penting doang ya. Yang ga penting-penting dihapus dari memori. Aku yang
ga penting-penting tetep aja inget.” Sejujurnya saya sedih menyadarinya. Saya
mudah sekali lupa. Banyak momen yang saya lupa. Kadang saya lupa apa yang
beberapa waktu lalu saya lakukan. Sering saya lupa kejadian yang baru berlalu
beberapa hari. Itu menyedihkan, sama sekali bukan sesuatu untuk dibanggakan.
Saya juga ingin momen-momen berharga terpatri dalam ingatan saya dan
membuat saya banyak bersyukur. Oleh karenanya, saya biasanya menulis atau memfoto untuk membantu saya mengingat ketika saya
melihatnya. Terima kasih untuk Saidah dan Nur yang membantu saya recall
memori-memori masa lalu.
Saya senang
mendengar sedikit pandangan mereka tentang hidup. Ada pandangan yang kurang sreg
tentang keputusan tinggal di kampung halaman saja karena pada
akhirnya kita akan kembali ke keluarga. Yang kita butuhkan di akhir nanti pada
akhirnya ya keluarga. Sama persis dengan padangan ibu saya. Pandangan itu sama
sekali tidak salah. Benar sekali bahwa pada akhirnya yang kita cari adalah keluarga. Saya sadar, kurang sreg-nya saya cuma karena selama ini saya dididik untuk
bermimpi besar, untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada manusia, untuk
terlibat dalam perubahan, bukan hanya menjadi obyek perubahan. Dan saya melihat
hal-hal tadi bisa saya temukan di luar sana. Impian saya sudah kepalang tanggung tinggi. Oleh karenanya saya masih ingin
berpetualang untuk belajar dan melakukan sesuatu. Idealisme dan angan-angan
saya masih terlalu besar untuk menyerah dan hanya menerapkan pandangan kembali ke keluarga.
Sementara ibu saya menginginkan sebaliknya. Makanya saya masih bingung saya mau
ke mana.
Kencan kami berakhir setelah kami melahap habis tahu lontong pinggir jalan dengan porsi kuli. Traktiran si Nur. Kami baru beranjak pukul 22.30 dan pulang
bersama. Saya mbonceng Saidah, Nur berkendara menjejeri kami. Kami masih
ngobrol sepanjang jalan. Saya tak menyangka kencan kami ternyata akan
memberikan obrolan seseru tadi. Menyadarkan saya bahwa teman-teman saya sudah
sedewasa dan sekeren ini. Mengingatkan saya pada banyak hal dalam hidup yang harusnya saya syukuri. Saya berharap ada kencan selanjutnya.